-->

Notification

×

Iklan

Politik Uang Terbukti, Ancaman Bagi Calon yang Sudah Dilantik

Monday, February 21, 2011 | Monday, February 21, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-02-26T03:50:27Z

Bima, Garda Asakota.-

Walaupun Undang-Undang (UU) hanya memberikan kewenangan yang sangat terbatas kepada pengawas pemilu, namun terdapat sejumlah kisah sukses dari Pengawas Pemilu Kada se¬la¬ma tahun 2010 yang tak bisa disem¬bunyikan oleh Bawaslu RI. Bahkan kisah sejumlah contoh dari kesuksesan
Panwaslu tersebut, akan sangat mem¬pengaruhi hasil Pemilihan Umum khu¬sus¬nya terhadap pasangan calon peme¬nang yang sudah dilantik. Sebagaimana siaran pers Bawaslu RI yang dirilis via www.bawaslu.co.id 22 Desember 2010, setidaknya ada tiga kasus sangat penting yakni kasus pidana politik uang oleh pasangan calon di Kapuas Hulu, Bima, dan Manggarai Barat.
Untuk kasus Pidana Kabupaten Bima. Panwaslu Kada Bima telah menindaklanjuti dugaan pelanggaran tindak pidana Pemilu yang dilakukan oleh Tim Kampanye Pasangan Fersy yang kemudian berlanjut hingga ke Pengadilan Negeri. Putusan Pengadilan Negeri Raba Bima terhadap perkara Nomor: 300/Pid-B/2010/PN.RBI pada tanggal 4 Agustus 2010 memutuskan bahwa SUAEB HUSEN (sebagai tim kampanye pasangan Fersy yang telah ditetapkan sebagai pasangan terpilih) terbukti sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan money politic. “KPU tidak mengajukan banding sehingga putusan di maksud sudah memperoleh kekuatan hukum tetap,” ungkap Bawaslu, dalam pres-rileasenya itu.
Berdasarkan Peraturan KPU No 16 Tahun 2010 Pasal 50 yang menyata¬kan bahwa pasangan calon dan/atau tim kampanye yang terbukti mela¬
kukan pelanggaran menjanjikan dan/ atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempenga¬ru¬hi Pemilu, berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hu¬kum tetap dikenai sanksi sebagai pembatalan pasangan calon. (Berla¬ku juga bagi pasangan calon terpilih)
Khusus kasus Money-Politics di Kabupaten Bima, sedang ditangani Bawaslu karena masa jabatan Pan¬waslu Kada Kabupaten Bima sudah berakhir. Hasil klarifikasi yang dila¬kukan Bawaslu pada tanggal 10 -12 Desember 2010 ditemukan terjadi perbedaan pendapat di kalangan KPU tentang siapa yang berwenang melakukan eksekusi terhadap putusan tersebut dan hasil klarifikasi masih dalam kajian Bawaslu.
Untuk kasus lainnya yakni, kasus Pidana Manggarai Barat, Panwaslu Kada Kabupaten Manggarai Barat meneruskan Laporan pelangga¬ran pidana Pemilu ke Pengadilan Negeri Labuan Bajo dengan putusan Nomor : 08/Pid.B/2010/BN.LBJ pada tanggal 3 September 2010 yang menyatakan, bahwa terdakwa Vitalis Jehanman telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
“Dengan sengaja memberi uang atau materi lainnya kepada seseorang su¬paya memilih psangan calon tertentu”; Menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dan denda Rp.2.000.000,- (dua juta rupiah). Sampai Saat ini setelah putusan dari Pengadilan Tinggi ini keluar sudah tidak ada banding lagi dan sudah berkekuatan hukum tetap.
Sedangkan untuk kasus Pidana Kapuas Hulu (Kasus Liong Anak Dari Bujang). Panwaslu Kada meneruskan laporan pelanggaran pidana Pemilu pada tanggal 22 Mei 2010 ke Polres Kapuas Hulu dengan Nomor 13/LAP-PID/PANWASLUKADA/KKH/V/2010. Kasus ini dilaporkan oleh Ujang Abdul Japar terhadap Liong anak dari Bujang memberikan uang sebesar Rp. 150.000 kepada Saksi Anga untuk memilih Pasangan Nomor urut 1 (SATU) atas nama Calon Bupati AM. NASIR/LAY dan calon Wakil Bupati Agus Mulyana.
Berkas perkara hasil proses penyidikan kepolisian Kapuas Hulu diserahkan oleh Polisi ke Kejaksaan Negeri Putussibau pada tanggal 22 Juni 2010. Pada awal bulan Juli 2010 oleh Kejaksaan Negeri Putussibau berkas Perkara dilimpahkan kepada Penga¬dilan Negeri Putussibau. Pengadilan Negeri Putussibau mengeluarkan putu¬san Nomor 44/Pid.B/2010/PN.PTSB yang menyatakan bahwa Liong anak dari Bujang telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Dia dijatuhi pidana denda Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah) atau pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan. Hasil Putusan Pengadilan Negeri Putussibau Nomor 44/Pid.B/2010/PN.PTSB kemudian diajukan banding oleh terdakwa kepada Pengadilan Tinggi Pontianak dimana hasil putusannya memperkuat keputusan Pengadilan Negeri Putussibau.
Berdasarkan Peraturan KPU No¬mor 16 Tahun 2010 seharusnya pa¬sangan calon tersebut dibatalkan men¬jadi pemenang Pemilu Kada, namun hingga saaat ini walaupun putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Pasal 50 ayat (1) Pasangan calon dan/atau tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih, berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi sebagai pembatalan pasangan calon.
Pasal 50 ayat (2) Pembatalan pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota berdasarkan hasil rapat pleno KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupa¬ten/Kota. Pasal 50 ayat (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), berlaku bagi pasangan calon terpilih. Uraian angka 4 huruf b dalam Fatwa MA Nomor 139/KMA/IX/2008 berbunyi; apabila yang melakukan pelanggaran money politic Tim Kampanye pasangan Kepala Daerah terpilih, dengan dasar putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, meminta persetujuan melalui rapat paripurna DPRD.
Sebagaimana dilansir Garda Asa¬kota edisi sebelumnya, salah seorang anggota Bawaslu Pusat, Wahidah Suaeb, mengakui bahwa pada saat dirinya diundang menghadiri kegiatan sosialisasi oleh KPU Tangsel (Tange¬rang Selatan) awal Februari lalu, mem­bahas tentang kasus politik uang yang biasanya marak di setiap pelaksanaan Pilkada. Diakuinya pada saat kegiatan sosialisasi yang turut di¬hadiri oleh Panwaslu dan unsur Kepo¬lisian Tangsel, dirinya sempat mengingat¬ kan agar bila ada kasus politik uang Panwaslu dan Kepolisian dapat lebih cermat mengutip pasal pidana.
Kepada Panwaslu dan Kepolisian mengingatkan adanya pasal pidana yang menjerat kasus politik uang itu ada yakni Undang-Undang Nomor 32/2004 tentang pemerintahan daerah, terutama 9 ayat dalam pasal 117, juga dijelaskan dalam ayat lain dalam pasal 118. Dalam pasal itu, menjelaskan ancaman bagi siapapun yang melakukan intimidasi atau dengan sengaja menghalangi orang lain untuk membe-rikan hak politiknya, juga akan terkena ancaman hukuman pen¬jara yakni minimal 2 bulan dan maksimal 4 bulan, atau denda minimal Rpl juta dan maksimal Rp 10 juta. Terkait money politics itu, secara tegas dijelaskan dalam pasal 177 ayat (2).
“Ketentuan pidana ini berlaku semua di Pasal pasal 82 UU 32 ayat 1 dan ayat 2 dijelasakan juga tim kam¬penye dan pasangan calon dilarang melakukan itu, dan kemudian ayat 2 mengatakan dalam hal pasangan calon dan tim kampanye terbukti melakukan politik uang melalui kekuatan hukum tetap (Putusan Pengadilan, red), maka itu didiskualifikasi sebagai pasangan calon. Jadi (saat itu, red) saya minta Panswalu dan Kepolsian agar cermat, tolong kalau membuat kajian tentang kasus pidana politik uang, ketentuan pidananya dijuntokan dengan pasal 82 agar pasangan calon bisa didiskua¬­lifikasi. Konteksnya begitu, nah silah¬kan disimpulkan sendiri,” ujarnya saat dikonfirmasi Garda Asakota via Pon¬selnya, Kamis lalu (17/2).
Kepada wartawan, Wahidah meng¬a¬kui pada saat membahas politik uang itu, ada tiga putusan Pengadilan tentang Politik uang (yakni Manggarai Barat, Kapuas Hulu, dan Bima). (GA. 212/sumber. www.bawaslu.co.id*)

Link: www.bawaslu.co.id
×
Berita Terbaru Update