-->

Notification

×

Iklan

Pungutan Masuk di SMAN-1 Kota Bima Dinilai Memberatkan

Tuesday, June 21, 2011 | Tuesday, June 21, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-06-21T05:54:09Z

Walikota Panggil Kadis Dikpora
Kota Bima, Garda Asakota.-
Meski anggaran pendidikan dari APBN terus meningkat seperti kucuran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) maupun dana operasional lainnya, namun langkah Pemerintah Pusat untuk menekan beban masyarakat, tampaknya belum banyak membantu. Buktinya, sejumlah orang-tua murid yang mendaftarkan anak-anaknya di SMAN-1 Kota Bima untuk tahun ajaran 2011-2012, masih dibebankan dengan sejumlah pungutan yang terbilang sangat tinggi. Berdasarkan informasi yang diperoleh Garda Asakota, terjadi peningkatan biaya yang cukup signifikan saat mereka mendaftarkan anak-anak mereka di SMAN-1 Kota Bima, terutama yang berkaitan dengan biaya sumbangan pembangunan yang mencapai angka sebesar Rp750 ribu per siswa. Dana ini bila dibandingkan tahun ajaran 2010 lalu, terbilang mahal karena hanya dibebankan Rp350 ribu per siswa. “Ini sangat memberatkan, ada kenaikan hingga dua kali lipat bila dibandingkan dengan sumbangan pembangunan tahun sebelumnya,” cetus salah satu sumber kepada wartawan belum lama ini.

Dijelaskannya bahwa, bila sumbangan pembangunan sebesar Rp750 ribu itu dikalikan dengan total jumlah siswa baru sebanyak 320 orang, maka akan terkumpul dana pembangunan sebesar Rp240 juta. Padahal menurut informasi, dana itu akan digunakan untuk pembangunan satu lokal ruangan guru. “Masa untuk pembangunan satu lokal ruangan guru saja dianggarkan sebesar itu?, dan dimana tanggung-jawab pemerintah untuk menghadirkan fasilitas gedung pendidikan?,” cetusnya bertanya-tanya.
Menurutnya, selain dana pembangunan yang dinilai memberatkan, orang-tua siswa juga mengeluhkan tingginya biaya pendaftaran sebesar Rp75 ribu. Angka ini, kata dia, hampir sama dengan biaya pendaftaran masuk di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Bima yang mencapai angka Rp100 ribu. Bukan hanya itu, beban orang-tua untuk menyekolahkan anaknya di SMUN-1 Kota Bima, belum termasuk pembayaran tambahan sebesar Rp315 ribu untuk seragam dan dana OSIS. “Dan ini belum termasuk dana komite sekolah,” keluhnya.
Kepala SMAN-1 Kota Bima, Drs. M. Jafar, yang berusaha dikonfirmasi di sekolahnya, tidak berhasil ditemui karena sedang ada urusan di luar. Namun melalui Wakasek Kurikulum, Syafruddin, A. Md, dijelaskan bahwa kebijakan penarikan sumbangan pembangunan itu sudah disepakati bersama pengurus komite sekolah. Pria kelahiran Sape ini mengaku, kebijakan itu didasari atas status SMAN-1 Kota Bima yang saat ini menyandang RSBI (rintisan sekolah berstandar internasional).
“Sedikitnya ada delapan standar penilaian dari RSBI, namun dari delapan standar penilaian itu, ada beberapa standar yang kami anggap berat diwujudkan seperti standar ketersediaan prasarana pendidikan.
Sekolah tidak bisa berbuat apa-apa bila tidak ada campur tangan pemerintah. Makanya, kalau kita menunggu campur tangan pemerintah, tentu standar ini tidak mungkin diwujudkan. Dan kalau tidak terwujud, maka jangan mimpi SMAN-I dapat predikat sekolah bertaraf Internasional,” ungkapnya di SMAN-1 Kota Bima, Kamis (16/6).
Melihat minimnya peran pemerintah dalam hal mewujudkan prasarana pendidikan, maka pihaknya bersama komite sekolah bersama-sama merumuskan solusinya sesuai amanat Kepmen No: 78. Sebelumnya, di SMUN-1 tidak ruangan ICT dan laboratorium bahasa sebagai salah satu standar penilaian RSBI. “Sehingga disepakati ruangan guru dijadikan ruangan laboratorium dan ICT. Lalu ruangan guru dimana?, dasar itulah sehingga ada keinginan pihak sekolah bersama komite mencari dananya untuk membangun satu local ruangan guru. Maka, lahirlah kesepakatan menarik dana sebesar Rp750 ribu per siswa lewat tahun ajaran baru ini. Dan itu sudah disetujui melalui rapat komite sekolah dan dinyatakan final,” akunya seraya menambahkan bahwa, ruangan guru itu akan dibangun di bekas ruangan laboratorium bahasa yang sudah tidak dipakai lagi. “Saya yakin, bila standar prasarana ini terpenuhi, maka predikat SBI akan terwujud dua tahun kedepan,” tegasnya.
Diakuinya, rencana pembangunan ruangan guru tersebut, sebelumnya sudah direspon oleh Walikota Bima, HM. Nur A. Latief. Hanya saja, ungkapnya, rencana itu urung direalisasikan lantaran HM. Nur Latief menghadap sang Khaliq. “Waktu almarhum Nur Latief bahkan sudah ada gambarnya, tapi setelah beliau meninggal, tidak ada lagi kejelasannya,” cetusnya.
Menurutya, kalau orang-tua siswa paham akan pendidikan, maka segala-galanya akan dilakukan demi meningkatkan kualitas pendidikan. Sebab, semakin tinggi kualitas sekolah semakin tinggi pula nilai jualnya. Lantas, bagaimana dengan siswa yang orang-tuanya tergolong miskin?. “Jika kita berpikir ke sana, tidak akan jadi apa-apa. Harapan kita orang-tua berusaha ke arah itu (untuk memikirkan pembayarannya). Dan kami tentu saja tidak akan tinggal diam, bisa saja setelah anaknya masuk, sekolah memikirkan beasiswa bagi siswa yang tidak mampu namun berprestasi,” katanya. Menjawab pertanyaan wartawan bahwa tahun ajaran 2010 lalu, siswa hanya dibebankan sumbangan pembangunan sebesar Rp350 ribu?, Syafruddin mengaku kisaran sumbangan tahun lalu bervariasi. “Ada yang Rp750 ribu, Rp400 ribu bahkan jutaan rupiah, tergantung kemampuan dan kerelaan orang-tua siswa,” sahutnya.
Ketika disinggung alokasi dana sumbangan pembangunan tahun 2010, pihaknya mengaku telah dipakai untuk pembelian laptop maupun LCD untuk digunakan di ruangan ITC. “Kalau soal jumlah pengadaannya, saya tidak hitung semua. Tapi yang pasti dananya tidak ada yang tercecer,” katanya, ketika disinggung rincian pengadaan laptop tahun sebelumnya.
Berkaitan dengan penarikan biaya pendaftaran sebesar Rp75 ribu, Wakasek Kurikulum menjelaskan bahwa dana tersebut digunakan untuk biaya administrasi, termasuk untuk penggandaan soal yang dibuat oleh Tim Dikmen Dikpora Pemprov NTB. Sedangkan penarikan dana OSIS sebesar Rp315 ribu, bukan semata-mata untuk dana OSIS. “Tapi juga dianggarkan untuk pembelian seragam baju batik dan seragam baju olah-raga. Untuk seragam baju batik dan baju olahraga ini, saya tidak hafal harganya, sedangkan untuk OSIS ditetapkan sebesar Rp120 ribu selama setahun,” katanya lagi.
Sementara itu, Walikota Bima, HM. Qurais H. Abidin, yang dimintai tanggapannya terkait dengan kebijakan pihak sekolah dan komite sekolah SMAN-1 Kota Bima, berjanji akan mengklarifikasinnya ke pihak Dikpora Kota Bima. “Saya akan panggil Kadis Dikpora,” sahutnya via Ponsel dari Jakarta. Pria yang dikenal tegas ini menegaskan bahwa persoalan di SMUN-1 Kota Bima itu harus segera diurus secepatnya. Di lain pihak, Kadis Dikpora melalui Kabid Dikmen mengaku telah mendengarkan keluhan tersebut dari orang-tua murid.
Pihaknya yang saat itu tengah berada di Jakarta, berjanji akan mengklarifikasi terlebih dahulu dengan Kepala SMUN-1 Kota Bima. “Namun untuk sementara yang bias kami jelaskan, kebijakan itu berdasarkan hasil rapat dengan komite sekolah,” imbuhnya.


Di lain pihak, anggota Komisi A DPRD Kota Bima yang membidangi pendidikan, Subhan HM. Nur, SH, sangat memaklumi kebijakan yang ditempuh oleh pihak sekolah bersama komite SMAN-1 Kota Bima. “Terkait dengan masalah itu, kita ketahui bahwa biaya pendidikan itu mahal.
Adanya penarikan-penarikan seperti ini kemungkinan besar sudah ada kata kesepakatan bersama karena, pihak sekolah itu bukan sendiri, ada komite, ada guru, ada orang tua murid. Jadi penarikan ini sudah berdasarkan keputusan bersama dan kemungkinan besar pihak sekolah sudah memperhitungkan secara matang terhadap pemanfaatan dari dana penarikan tersebut,” ungkapnya kepada Garda Asakota, saat dikonfirmasi di kediamannya Kelurahan Rabangodu Kota Bima.
Ketika disinggung adanya indikasi ketidakmampuan orang tua murid dalam melunasi kewajibannya, padahal anaknya sangat berprestasi?. Terkait persoalan ini, Subhan justru menekankan pihak sekolah agar lebih bijak bila menjumpai kasus semacam ini. “Maksud saya, jangan lantaran karena masalah uang, lantas anak putus sekolah. Itu yang perlu dilakukan koordinasi, apalagi menurut informasi yang saya terima dari pihak sekolah, dari jumlah penarikan tersebut siswa tidak dituntut untuk membayar cash. Tapi bias dilakukan secara bertahap,” katanya. Makanya, pria yang pernah memimpin lembaga DPRD Kota Bima ini menilai bahwa terobosan yang dilakukan oleh pihak SMAN-1 Kota Bima bersama komite, hal yang wajar-wajar saja. “Sepanjang tujuan dan programnya jelas, tapi itu semua perlu dipertimbangkan dalam rapat-rapat. Karena bagaimanapun juga yang menyangkut masalah biaya sekolah itu sangat penting dipikirkan bersama, karena tidak semua orang tua siswa itu dianggap mampu. Tapi ini semua harus melalui koordinasi baik dengan jajaran komite, orang tua murid maupun dengan jajaran pemerintah,” tandasnya. (GA. 212/122*)
×
Berita Terbaru Update