-->

Notification

×

Iklan

KEPUASAN KERJA GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN (1)

Thursday, September 15, 2011 | Thursday, September 15, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-09-15T05:36:58Z
Oleh : Dr. Mariani
Sekarang ini sekolah sedang mencari pertolongan untuk mendapatkan strategi perbaikan yang fokusnya pada pengajaran dan pembelajaran. Para guru merefleksikan praktik mereka dan mengadakan eksperimen terbatas untuk memperbaiki keefektifan mereka di ruang kelas. Dan pada saat yang sama terdapat minat yang semakin meningkat pada perbedaan-perbedaan gaya mengajar atau gaya pem¬belajaran
dan perlunya memberi rangsangan terkait dengan kebutuhan orang yang belajar, bukannya terkait dengan kesenangan guru. Untuk tujuan ini dapat angkat dua ciri berdasar¬kan hasil temuan/kajian, yakni lingkungan untuk pembelajaran dan budaya tempat terjadinya pengajaran dan pembelajaran. Budaya, dan oleh karenanya prestasi mungkin dipengaruhi oleh sifat hubungan antara guru yang mengajar dan siswa yang diajar.
Satu contoh yang terjadi hasil UAS tahun 2011 yang baru lalu, secara nasional menujuk¬kan menurunya prestasi yang ditujukan dengan budaya contek hanya ingin mendapatkan hasil maksimal yang di standarkan oleh pemerintah. Di sini terlihat dengan jelas budaya tidak jujur sepetinya sengaja dibuat oleh oknum guru demi menaikan prestise atau keungulan sekolah dimana mereka mengajar.
Pertanyaan muncul, benarkah ada kepuasan guru ketika kejujuran seorang siswa mengungkap terjadinya contek masal di sekolahnya? Dan mengapa kejujuran siswanya menjadikan siswa dan keluarganya menjadi orang yang dicela? Apakah materi atau guru yang tidak jujur dalam memberikan pengajaran? Atau kurikulum itu sendiri yang membuat guru tidak mampu menterjemahkan dalam proses pemebalajaran? Diharapkan dari tulisan ini dapat menjawab ketimpangan dalam pendidikan kita untuk sekarang dan akan datang.
Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia, guru merupakan salah satu faktor yang sangat penting, karenanya setiap usaha peningkatan mutu pendidikan perlu memberikan perhatian besar kepada pening-katan guru, baik dalam segi jumlah maupun mutunya. Kepuasan kerja banyak dikaji dalam manajemen personalia. Menurut Robbin (1998) menyatakan kepuasan kerja merupakan faktor yang dapat meningkatkan kinerja seseorang/guru. Siagian (2001), menyatakan pada umumnya kepuasan kerja berkorelasi positif terhadap prestasi seseorang.
Artinya, bahwa kepuasan kerja menunjukan pada perasaan seseorang tentang dirinya atau situasi tempat seseorang dapat menemukan dirinya sendiri. Kepuasan kerja juga menentukan pada tingkatan tempat seseorang dapat menemukan dirinya dan kebutuhan profesional dalam bekerja. Mathis & Jackson (2000), mendefenisikan kepuasan kerja sebagai bagian emosional positif yang dihasilkan dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Jadi dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang, baik bersifat positif maupun bersifat negatif, terhadap pekerjaannya. Apabila pekerjaan dipandang secara positif berarti menujukkan kepuasan. Sebaliknya apabila pekerjaan dipandang negatif berarti menunjukkan ketidakpuasan.
Dalam bekerjapun kita akan mendapati ketidak puasan kerja ketika seseorang tidak menemukan harapan-harapan yang diinginkan dalam pekerjaannya. Rosenblatt, Z. & Ofer, S. (2001). Pendapat ini sesuai dengan teori hara¬pan, bahwa kuatnya kecenderungan seseorang bertindak dengan cara tertentu tergantung pada kekuatan harapan. Sebagai contoh, jika seorang guru/pegawai mengharapkan kejelasan kondisi kerja yang aman dan kemudian hal ini tidak terpenuhi, maka ketidak puasan dan kekece¬waan akan muncul. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya bentuk-bentuk ungkapan yang bernuansa pada munculnya konflik. Pendapat ini menjelaskan dimana kepuasan kerja merupakan perasaan seseorang terhadap pekerjaan dan keadaan yang berkaitan dengan pekerjaannya. Perasaan itu bisa puas atau tidak puas. Dengan demikian kepuasan kerja guru, pada pendidikan dasar (SD)/SMP/SMA/SMK adalah perasaan guru terhadap pekerjaan dan keadaan disekitar pekerjaannya.
Dalam proses pembelajaran, kegiatan mengarahkan dan memotivasi siswa untuk mencapai tujuan yang diinginkan, memberikan pengalaman belajar yang berguna melalui pengajaran dalam rangka mencapai tujuan, dan mengembangkan aspek-aspek kepribadian secara menyeluruh. Guna melaksanakan tugas-tugas tersebut dengan baik, guru memerlukan kemampuan. Cooper (1977) mengatakan, guru harus memiliki kemampuan merencanakan pengajaran, menuliskan tujuan pengajaran, menyajikan bahan pelajaran, memberikan pertanyaan kepada siswa, mengajarkan konsep, berkomunikasi dengan siswa, mengamati kelas, dan mengevaluasi hasil belajar siswa. Artinya, kegiatan guru dalam proses pembelajaran dibatasi pada merenca¬nakan pengajaran, menggunakan metode, media dan bahan pengajaran, berkomunkasi dengan siswa, mendorong dan menggalakkan keterlibatan siswa, menguasai bahan, meng¬organisasikan waktu, ruang, bahan dan perlengkapan, melakukan evaluasi hasil belajar, dan melaksanakan kegiatan tindak lanjut.
Guru dalam proses pembelajaran cenderung untuk merespon secara positif atau negatif terhadap kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakannya dalam proses pengajaran. Sebagaimana sikap guru pada umumnya, sikap guru dalam proses pembelajaran merupakan persoalan yang sangat luas dan kompleks. Pertumbuhan dan perkembangan sikap seseorang terhadap suatu obyek tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Krech dan Crutchfeid (1962), mengemukakan bahwa sikap seseorang ditentukan oleh faktor kebutuhan-kebutuhan individu, informasi yang diperoleh mengenai obyek sikap, kelompok tempat individu berafiliansi, dan kepribadian individu. Guru dalam proses pembelajaran dapat juga dipengaruhi oleh empat faktor tersebut. Disamping itu faktor lain yang ikut mempenga¬ruhi sikap guru dalam proses belajar mengajar adalah kepuasan kerja.
Hasil penelitian Golloway, sebagaimana dikutip oleh Bafadal (1992 bahwa aspek-aspek yang menentukan sikap guru adalah hubungan dengan murid, hubungan dengan guru-guru, kebebasan memilih metode, kebebasan memilih materi, perlakuan yang jujur, rasa mampu, rasa puas terhadap pekerjaan, kelengkapan fasilitas.
Beberapa pakar mengemukakan ada beberapa sebab kepuasan kerja. Seperti; (1) pekerjaan yang penuh tantangan, (2) penerapan sistem penghargaan yang adil, (3) kondisi kerja yang mendukung, dan (4) sikap rekan kerja/teman sejawat yang mendukung. Dapat dijelaskan bahwa untuk melihat kepuasan kerja perlu dianalisis dari; (1) prestasi kerja, dalam arti kebanggaan terhadap hasil kerjannya, (2) tingkat kemangkirannya rendah, atau tingkat kehadirannya tinggi, (3) tidak berkeinginan pindah atau kemampuan bertahan kerja, (4) usia kerja atau panjang waktu kerja, (5) tingkat jabatan, (6) besar kecilnya organisasi yang menunjukkan kebermaknaannya dalam organisasi itu. Robbins (1998), menjelaskan beberapa hal yang menentukan kepuasan kerja, antara lain: (a) kerja yang secara mental menantang, (b) ganjaran yang pantas, (c) kondisi kerja yang mendukung, (d) rekan kerja yang mendukung, (e) kesesuaian kerja antara kepribadian dengan pekerjaan.
Tulisan hasil kajian/penelitian ilmiah ini difokuskan pada kepuasan kerja guru dimana dilihat dari dua faktor yaitu; faktor internal dan faktor eksternal (dari dalam diri maupun dari luar diri guru) seperti imbalan dalam bentuk material maupun non-material, pekerjaan itu sendiri, kemampuan kepemimpinan dan teman sejawat dalam bekerja sama, kesempatan mengaktuali¬sa¬sikan diri, dan kondisi kerja yang mendu¬kung.dengan mengunakan metode desain deskriptif korelasional dengan bentuk survei, dengan obyek penelitian adalah semua guru SMU Negeri dan Swasta di Kabupaten Bima/Kota Bima. Sampel diambil secara purposif sebanyak 50 persen dari jumlah sekolah yang ada, yaitu 8 (delatan) buah SMU dan SMU swasta, sedangkan responden guru diambil sebanyak 25% dari jumlah guru kelas I sampai kelas III dan berjumlah 102 orang.
Hasil temuan menyatakan, kepusan kerja guru secara keseluruhan dalam kategori baik (skor 367), ada tiga indikator yang tergolong sedang, yaitu kepuasan terhadap gaji yang dapat mencukupi hidup, pendapatan tambahan yang dapat meningkatkan taraf hidup dan kecilnya desempatan untuk bersekolah lagi. Indikator yang tergolong tidak baik ádalah bahwa kepala sekolah kurang memperhatikan fasilitas belajar dan kurang memberi kesempatan mengembangkan minat di sekolah.
Secara keseluruhan kepusan kerja guru dalam kaitannya dengan kegiatan pembelajaran dinyatakan baik (skor 350). Terdapat empat indikator yang masuk ke dalam kategori cukup, yaitu sikap guru yang berpandangan bahwa hasil penilaian tidak perlu dikomunikasikan kepada murid, menyerahkan sepenuhnya penanganan siswa yang berkesulitan kepada petugas bimbingan, tidak perlu menentukan urutan kegiatan dalam pembelajaran, dan sikap guru yang menganggap tidak perlu memberikan penjelasan lagi kepada siswa yang belum memahami materi pelajaran. Dan dari 15 indikator hanya ada dua yang tergolong kurang baik, yaitu sikap guru yang menganggap bahwa meringkas pada akhir pelajaran bukanlah tugas mereka, dan sikap mereka yang memandang bahwa tugas dan tujuan utama penilaian hádala untuk menentukan kenaikan kelas (skor 179 dan 253). Dari hasil perhitungan dengan korelasi produce moment,menunjukkan hipotesis yang dirumuskan dapat diterima. Artinya, terbukti benar antara kepuasan kerja guru memiliki hubungan yang signifikan, dengan koefisien korelasi yang ditemukan sebeasar 0,781 adalah lebih besar daripada harga kritik dengan tingkat signifikansi 95% dan 99%.
Untuk hasil pengujian tingkat kepuasan kerja guru, perhitungan korelasinya menunjukkan bahwa koefisien korelasi ditemukan sebesar 0,831 yang berarti lebih besar daripada harga kritik dengan tingkat signifikansi 95% dan 99%. Ini menunjukkan bahwa hipótesis diterima. Dengan penerimaan hipótesis tersebut berarti dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kepuasan kerja guru semakin positif sikap mereka terhadap proses pembelanjaran.
Pengujian hipótesis kepuasan kerja guru secara bersama-sama terhadap proses pembelajaran dengan teknik regresi ganda. Hasilnya menunjukkan bahwa secara nyata hipótesis yang dirumuskan dapat diterima. Hal ini terbukti dari hasil perhitungan yang menunjukkan anggka 0,832 lebih besar dari harga kritik yang dengan tingkat signifikansi 95% dan 99%. Penerimaan hipótesis tersebut menunjukkan bahwa semakin positif kepuasan kerja guru semakin positif sikap guru terhadap proses pembelajara.
Kepusan kerja guru nampak terlihat dari kelancaran kenaikan pangkat. Dalam hal ini sebagian besar guru memiliki kepuasan yang tinggi, karena sebagian besar (68%) merasakan kelancaran dalam kenaikan pangkat, dan hanya sebagian kecil (6,4% yang merasa kenaikan) pangkatnya kurang lancar. Terkait dengan peningkatan karier, merupakan dambaan hampir semua guru, namun banyak guru yang beranggapan bahwa mereka hanya ada sedikit kemungkinan untuk meningkatkan karier. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pening¬katan karier, kebanyakan guru merasa cukup puas dengan karier yang dicapai pada saat ini. Apabila dilihat dari jumlahnya, terlihat sekitar 42 % guru kurang puas dengan sistem peningkatan karier yang diberikan kepada para guru.
Dari sisi penghargaan Kepala Sekolah terhadap pendapat para guru yang diajukan untuk hal-hal yang bertujuan konstruktif, nampak tingkat kepuasan sebagian besar guru sudah tinggi, karena pendapat mereka umumnya dihargai oleh Kepala sekolah. Namun ada sebagian guru (11, 3%) yang merasa kurang puas atas penghargaan Kepala Sekolah terhadap pendapat yang mereka ajukan.
Untuk kepuasan guru terhadap status dirinya sebagai guru dan terhadap anggapan bahwa pekerjaan guru adalah pekerjaan yang menyenangkan dan menarik, terlihat bahwa mereka umumnya menilai status mereka sangat tinggi. Artinya, mereka merasa sangat puas memiliki pekerjaan yang saat ini ditekuni, yaitu sebagai guru. Yang menarik adalah bahwa tidak ada seorangpun dari responden yang merasa kecewa atau merasa tidak puas atau kurang puas terhadap statusnya sebagai guru. Ini berarti bahwa pekerjaan guru bagi mereka adalah pekerjaan yang mungkin telah menjadi bidang yang diinginkan sesuai dengan cita-cita dan tujuan hidupnya.
Terkain dengan perilaku Kepala Sekolah seperti obyektivitas penilaian Kepala Sekolah, sifat keterbukaan Kepala Sekolah, dan upaya pembinaan hubungan baik antara guru yang dilakukan, para guru menilainya tinggi. Artinya, para guru merasa puas terhadap apa yang telah dilakukan oleh Kepala Sekolah. Namun dalam hal perhatian Kepala Sekolah terhadap fasilitas belajar dan pemberian kesempatan untuk mengembangkan karier guru, mereka menilainya masih rendah artinya, hal itu masih dianggap belum memuaskan.
Untuk interaksi teman sejawat seperti dorongan teman untuk mengembangkan karier dan penerimaan teman sejawat atas keluhan yang disampaikan para guru umumnya dinilai tinggi. Artinya, para guru merasa puas atas hal-hal tersebut. Interaksi dengan murid dan orang tua murid juga dinilai tinggi dalam arti bahwa mereka merasa puas dengan adanya interaksi selama ini. Mengenai pembuatan rencana pembelajaran yang tertulias, penetapan metode, media dan sumber serta pengkomunikasian apa yang hendaknya dilakukan oleh guru terhadap siswa, nampaknya lebih dari 53 % guru setuju apabila hal-hal tersebut dilakukan oleh guru. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan perencanaan tersebut, sikap guru dapat dinyatakan sebagai baik. Sikap guru terhadap keharusan seorang guru untuk membangkitkan motivasi belajar murid terutama di awal kegiatan belajar mengajar juga tergolong sangat baik; sebagian besar guru sangat setuju hal itu dila¬kukan oleh guru dalam proses pembelajaran.
Dalam hal penyampaian bahan belajar secara kronologis nampaknya sangat disetujui oleh sebagian besar guru, ini ditunjukan dengan (skor 51%). Artinya sebagian besar guru setuju, dan 41% sangat setuju dilakukan penilaian sesuai kegiatan pembelajaran, dan penilaian itu tidak saja menyangkut pengetahuan, melainkan meliputi juga aspek sikap dan perilakunya. Namun masih juga ada sebagian kecil dari responden 5,6% yang ragu-ragu tentang perlu tidaknya penilaian terhadap aspek pengeta¬huan, sikap, dan perilaku sesuai kegiatan belajar mengajar. Meskipun demikian, apabila dilihat secara rerata, terlihat bahwa sikap guru terhadap hal ini sangat positif.
Pengayaan bahan belajar dan perbaikan belajar untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam proses pembelajaran nampaknya disetujui oleh responden umumnya. Ini berarti bahwa kepuasan guru dalam hal tersebut dapat dinyatakan positif. Meskipun demikian perlu ada kehati-hatian karena masih ada sebagian kecil guru atau sekitar 11% yang tidak setuju adanya pengayaan terhadap murid yang cepat menerima materi/mata pelajaran.
Mengenai perlunya pemberian penjelasan apabila murid belum memahami materi pelajaran, nampaknya sikap guru dalam hal ini cukup positif. Sekitar 55% guru setuju apabila murid/siswa yang....
Bersambung
×
Berita Terbaru Update