-->

Notification

×

Iklan

Pelapor Ngaku Terima Data Dari Mantan Kabag Umum

Saturday, November 5, 2011 | Saturday, November 05, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-11-05T07:58:12Z
Kasus Mobil Hibah Pemkab Dompu
Mataram, Garda Asakota.-
Sidang kasus mobil hibah yang diduga melibatkan mantan Bupati Dompu, H. Syaiful¬rahman masih terus berlangsung. Kamis lalu (28/10), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Ketua LSM Fortani, Muttakun sebagai saksi. Kapasitas Mutta¬kun, sebagai pelapor kasus tersebut ke Polda NTB.
Menurut data dihimpun wartawan, dia adalah saksi di luar BAP yang sengaja dihadirkan JPU, karena dianggap saksi pen¬ting yang mengatahui banyak soal dokumen penyimpangan kasus yang diduga merugian Negara hingga Rp 700 juta lebih itu.
Dalam kesaksiannya, Mutakkun secara blak-blakan mengaku, segala data yang menjadi bahan laporannya ke Polda NTB didapat dari mantan Kabag Umum, Chand¬radinata. Saat itu, kata dia, mantan Kabag Umum Pemkab Dompu itu ketakutan dan tak bisa menolak perintah Bupati untuk melaksanakan pengiriman mobil hibah tersebut dari PT Pertiwi Guna, Surabaya. Candra pun saat itu membuat kontrak, mendatangani MoU dan mencairkan uang.
Muttakun dalam kesaksiannya mengaku menjadi pelapor dalam kasus mobil hibah itu. Karena tindakannya, dia dibujuk Kabag Humas ketika itu, Rahar Saifudin untuk bertemu Bupati. Waktu diajak dia sempat menolak, namun permintaan itu akhirnya dipenuhi, hingga terjadilan pertemuan di Mata¬ram dalam sebuah mobil.
Dalam pertemuan itu, Syaifurrahman meminta agar laporannya dicabut dan kasus itu dihentikan. “Tolong yang sudah itu sudah, jangan saya lagi,” kata Mutakkun, mengutip pernyataan mantan Bupati. Jika permintaan itu dituruti, maka dirinya mendapat kompensasi uang sebesar Rp100 juta. Dirinya hanya mengiyakan permintaan itu, namun tidak dituruti.
Sementara itu, mantan Bupati Dompu, Syaifurrahman, secara tegas membantah kesaksian itu. Sebaliknya, dirinya malah dikondisikan oleh Rahar agar menyerahkan uang sebesar itu kepada Muttakun. Jika uang diserahkan, dia dijanjikan laporan yang sudah masuk ke Polda NTB bisa dicabut.
“Tapi dari mana saya dapat uang sebesar itu?,” kata terdakwa menanggapi permin¬taan uang itu. Lagipula baginya, mustahil laporan bisa dicabut, sementara berkas kasusnya ketika itu sudah P21 dan statusnya sebagai tersangka. Pihaknya bahkan balik menuding, kasus itu dilaporkan ke kepo¬lisian didasari ketidakpuasan pelapor yang sebelumnya mengajukan proposal ijin pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKM). Namun permintaan itu ditolaknya lantaran takut hutan lindung rusak. “Sakit hati proposalnya ditolak, makanya saksi (Muttakun, red) lapor ke polisi dan demo-demo terus,” katanya.
Berdasarkan pantauan wartawan, baik kubu Syaifurrahman melalui kuasa hukumnya Abdul Hadi, SH, maupun saksi sempat terjadi adu debat. Utamanya terkait surat dari pemerintah Jepang yang dianggap saksi “seolah-olah” dibuat-buat, sehingga keluarlah persetujuan Bupati untuk merea¬lisasikan pengiriman mobil hibah tersebut dan mendapat persetujuan dewan. Sidang saat itu dipimpin Ketua Majelis, Effendy Passaribu, SH, dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Chandra Divonis Empat Tahun. Sebelumnya, 21 Oktober lalu, Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Mataram, menja¬tuh¬kan vonis terhadap Chandradinata. Terdakwa dalam kasus pengadaan mobil hibah Jepang ini divonis empat tahun pen¬jara. ‘’Terdakwa dijatuhi hukuman empat tahun penjara, subsider tiga bulan kurungan dengan denda Rp 200 juta,’’ kata Ketua Majelis Hakim Herawati SH MH didam¬pingi anggota Edward Samosir SH, dan Abdul Rahman Seiji SH dalam sidang vonis. Terdakwa dinilai telah menyalahgunakan kewenangannya. Dimana, pada Agustus 2009 terjadi penyalahgunaan anggaran APBD Dompu tahun 2008 sebesar Rp 725 juta untuk pengadaan mobil hibah peme¬rintah Jepang. Anggaran ratusan juta terse¬but diselewengkan dengan alasan pengadaan satu mini bus dan mobil penyedot tinja.
Pada saat pengadaan mobil hibah terse¬but, pemerintah Kabupaten Dompu meng¬alo¬kasikan dana yang bersumber dari APBD Perubahan, yang seolah-olah pengadaan dua unit kendaraan tersebut hasil pembelian oleh daerah. Pengadaan mobil hibah Jepang tahun 2008 ini dialokasikan anggaran sebesar Rp 725 juta untuk mobil mini bus dan mobil penyedot tinja. Namun mobil mini ini tidak bisa dilengkapi dokumennya sehingga tidak bisa diurusi STNK. Penga¬daan mobil yang tidak melalui proses tender dan ditemukan banyak kejanggalan ini kemudian dilaporkan ke Polres Dompu untuk diproses hukum. Selain dua unit mobil hibah Pemerintah Jepang yang dijadikan sebagai barang bukti, sepeda motor 3 roda warna kuning yang diduga sebagai hasil gratifikasi juga dijadikan barang bukti.
Dalam APBD Dompu tahun 2008, pada pos Bagian Umum Setda Dompu dialokasi¬kan anggaran sekitar Rp 940 juta untuk pengadaan bus pengangkutan pegawai. Na¬mun atas perintah bupati, anggaran tersebut diajukan ke pimpinan DPRD Dompu untuk dialihkan bagi pengadaan mobil hibah, yaitu sekitar Rp 700 juta lebih untuk transportasi dan rekondisi mobil hibah, serta Rp 200 juta lebih untuk untuk rekondisi dua unit mobil tangki PDAM Dompu.
‘’Mobil seharusnya milik Kabupaten Bulungan Kaltim,’’ kata hakim dalam persidangan. Chadradinata menyalahguna¬kan kewenangan yang menguntungkan diri sendiri atau kelompok. Anggaran seharus¬nya untuk membeli dua unit mobil bus baru, tapi diubah dana menjadi dana rekondisi mobil hibah eks Jepang. (GA. 211*)
×
Berita Terbaru Update