Kota Bima, Garda Asakota.-
Hearing yang melibatkan antara Peme¬rintah Kota (Pemkot) Bima dengan anggota DPRD Kota Bima, dan puluhan mahasiswa yang tergabung dalam BEM STISIP Mbojo-Bima, di ruang sidang DPRD Senin (19/12), belum menemui titik terang. Hasil perte¬muan itu, justeru mendapat tanggapan serius dari beberapa elemen masyarakat maupun LSM, dan pihak Akademisi. Ketua Umum LSM Teropong, M. Kasim H.Yusuf, SH, kepada
Garda Asakota mengaku, hasil hearing yang dihelat di gedung dewan hanya sedikit pernyataan dari pihak Eksekutif yang bisa dijadikan acuan, sedangkan hal lainnya dinilainya tidak jelas. “Ini karena pihak Pemerintah Kota Bima yang saat itu diwakili oleh Asisten III, Dr. Syamsudin dan mantan Kabag Ekonomi, M. Farid, MM, jawaban¬nya tidak jelas dan terkadang membingung¬kan,” ungkapnya kepada wartawan.
Salah satu jawaban Eksekutif yang dinilainya tidak jelas yakni berkaitan dengan status kepemilikan tanah. Yang diketahui pihaknya bahwa pemilik tanah yang akan dijadikan lahan relokasi merupakan tanah milik sebagian warga Rontu, dirinya mem¬pertanyakan mengapa tiba-tiba ada uang kompensasi pemindahan rumah.
Hingga saat ini pula, kata dia, Peme¬rintah Kota Bima belum sepenuhnya men¬sosialisasikan dampak dari pertambangan kepada masyarakat lingkar tambang. “Sedangkan untuk pihak investor yang dalam hal ini PT. PUI diharapkan agar Pemkot Bima mau menghadirkannya lagi, karena sampai saat ini masyarakat belum mengenal siapa mereka ini. Bahkan aneh¬nya, status PT. PUI itu belum jelas, karena pernyataan Asisten III PT. PUI adalah PMA (Perusahaan Modal Asing), tapi justeru sebaliknya yang dilontarkan oleh Farid, MM, yang mengakui bahwa perusahaan tersebut adalah PMDN,” akunya.
Diakuinya pula, pada awal bulan Desem¬ber ini, pihaknya bersama elemen masyara¬kat pernah terjun langsung di daerah relokasi baru dan bertemu dengan warga masyara¬kat. Justeru terungkap, warga di relokasi banyak yang menyesal pindah, karena hingga saat ini, fasilitas yang dijanjikan pemerintah belum sepenuhnya dilaksanakan seperti sarana air bersih. “Bahkan mereka mau pindah karena ada intimidasi dari oknum tertentu sehingga mereka terpaksa pindah. Untuk itu kami meminta kepada pihak Eksekutif untuk segera merivisi kem¬bali semua keputusan tentang pertam¬bangan marmer, karena semua penjelasan pihak eksekutif pada saat hearing kemarin, semua¬nya tidak mempunyai kejelasan,” pintanya seraya menyarankan agar Pemkot Bima mengundang semua elemen masyara¬kat di lingkar tambang, tokoh masyarakat, akade¬misi, investor, dan anggota Legislatif selaku wakil rakyat guna membahas lebih lanjut.
“Karena Walikota Bima selalu men¬dengung¬kan bahwa tambang ini untuk kesehjahte¬raan masyarakat. Yah, tentunya semua ele¬men harus diundang,” tutur pria dua anak ini.
Ketua STISIP Mbojo-Bima, Dra. Hj. Nurmi, M. Si, juga mengungkapkan bahwa setelah mendengar hasil hearing antara mahasiswa dengan pihak eksekutif dan legislative terkait persoalan pertambangan marmer ini, justeru menunjukan betapa lemahnya pihak Eksekutif. “Karena saya melihat kejelasan status pertambangan sampai saat ini belum jelas, yang tentunya harus melengkapi apa yang menjadi kekurangan dan ketidak-jelasan seperti ditanyakan oleh mahasiswa, perwakilan masyarakat, LSM maupun pihak Legislatif. Bukankah pihak pemerintah selalu mengatakan bahwa tambang ini untuk rakyat dengan membuka lapangan pekerjaan dan merekrut tenaga kerja dari masyarakat Kota Bima itu sendiri?,” katanya.
Soal status PT. PUI juga disinggungnya. Hj. Nurmi mengungkap ketidak-jelasan perusahaan ini, kapan dibentuk, legalitas struktur perusahaan, baik secara orga¬nisator, karyawan, staf, dan ahli- ahli per¬tambangan dan struktur kepengurusannya. “Dan apakah semua dokumen sudah dileng¬kapi sebelum kenaikan status?,” tanyanya heran. Hj. Nurmi juga menyorot keberadaan anggota DPRD Kota Bima yang dinilai lemah. Sebagai wakil rakyat, kata dia, seharusnya mereka ini mengetahui kejelasan pertambangan masuk di Kota Bima. “Gunakan hak mengontrol dan mengawasi, bukan hanya tunggu pemberitahuan dari Eksekutif,” sesalnya.
Menanggapi berbagai sorotan tersebut, Pemkot Bima melalui Plt. Kabag Ekonomi, Syarif Bustaman, M. AP, kepada wartawan mengaku saat ini pihaknya akan segera melakukan koordinasi dengan semua pihak dalam rangka mensosialisasi kembali kehadiran investor marmer di Kota Bima. Dirinya mengajak seluruh elemen masyarakat, LSM, akademisi, tokoh masyarakat, mahasiswa maupun anggota legislative untuk duduk bersama mencari solusi agar pertambangan ini bisa dilaksanakan. “Karena tujuan pemerintah untuk mensejahterakan rakyat. Yang pasti pertanyaan pihak akademisi, LSM maupun masyarakat tentang kejelasan PT. PUI, kami akan segera menghadirkan mereka agar kepercayaan terhadap pemerintah kembali pulih. Untuk struktur organisasi, kapan berdiri, siapa saja pengurus itu semua telah ada. Intinya, semua yang menjadi pertanyaan elemen masyarakat nanti akan terjawab, karena kami akan menghadirkan pihak investornya,” tandasnya. (GA. 334*)
Hearing yang melibatkan antara Peme¬rintah Kota (Pemkot) Bima dengan anggota DPRD Kota Bima, dan puluhan mahasiswa yang tergabung dalam BEM STISIP Mbojo-Bima, di ruang sidang DPRD Senin (19/12), belum menemui titik terang. Hasil perte¬muan itu, justeru mendapat tanggapan serius dari beberapa elemen masyarakat maupun LSM, dan pihak Akademisi. Ketua Umum LSM Teropong, M. Kasim H.Yusuf, SH, kepada
Garda Asakota mengaku, hasil hearing yang dihelat di gedung dewan hanya sedikit pernyataan dari pihak Eksekutif yang bisa dijadikan acuan, sedangkan hal lainnya dinilainya tidak jelas. “Ini karena pihak Pemerintah Kota Bima yang saat itu diwakili oleh Asisten III, Dr. Syamsudin dan mantan Kabag Ekonomi, M. Farid, MM, jawaban¬nya tidak jelas dan terkadang membingung¬kan,” ungkapnya kepada wartawan.
Salah satu jawaban Eksekutif yang dinilainya tidak jelas yakni berkaitan dengan status kepemilikan tanah. Yang diketahui pihaknya bahwa pemilik tanah yang akan dijadikan lahan relokasi merupakan tanah milik sebagian warga Rontu, dirinya mem¬pertanyakan mengapa tiba-tiba ada uang kompensasi pemindahan rumah.
Hingga saat ini pula, kata dia, Peme¬rintah Kota Bima belum sepenuhnya men¬sosialisasikan dampak dari pertambangan kepada masyarakat lingkar tambang. “Sedangkan untuk pihak investor yang dalam hal ini PT. PUI diharapkan agar Pemkot Bima mau menghadirkannya lagi, karena sampai saat ini masyarakat belum mengenal siapa mereka ini. Bahkan aneh¬nya, status PT. PUI itu belum jelas, karena pernyataan Asisten III PT. PUI adalah PMA (Perusahaan Modal Asing), tapi justeru sebaliknya yang dilontarkan oleh Farid, MM, yang mengakui bahwa perusahaan tersebut adalah PMDN,” akunya.
Diakuinya pula, pada awal bulan Desem¬ber ini, pihaknya bersama elemen masyara¬kat pernah terjun langsung di daerah relokasi baru dan bertemu dengan warga masyara¬kat. Justeru terungkap, warga di relokasi banyak yang menyesal pindah, karena hingga saat ini, fasilitas yang dijanjikan pemerintah belum sepenuhnya dilaksanakan seperti sarana air bersih. “Bahkan mereka mau pindah karena ada intimidasi dari oknum tertentu sehingga mereka terpaksa pindah. Untuk itu kami meminta kepada pihak Eksekutif untuk segera merivisi kem¬bali semua keputusan tentang pertam¬bangan marmer, karena semua penjelasan pihak eksekutif pada saat hearing kemarin, semua¬nya tidak mempunyai kejelasan,” pintanya seraya menyarankan agar Pemkot Bima mengundang semua elemen masyara¬kat di lingkar tambang, tokoh masyarakat, akade¬misi, investor, dan anggota Legislatif selaku wakil rakyat guna membahas lebih lanjut.
“Karena Walikota Bima selalu men¬dengung¬kan bahwa tambang ini untuk kesehjahte¬raan masyarakat. Yah, tentunya semua ele¬men harus diundang,” tutur pria dua anak ini.
Ketua STISIP Mbojo-Bima, Dra. Hj. Nurmi, M. Si, juga mengungkapkan bahwa setelah mendengar hasil hearing antara mahasiswa dengan pihak eksekutif dan legislative terkait persoalan pertambangan marmer ini, justeru menunjukan betapa lemahnya pihak Eksekutif. “Karena saya melihat kejelasan status pertambangan sampai saat ini belum jelas, yang tentunya harus melengkapi apa yang menjadi kekurangan dan ketidak-jelasan seperti ditanyakan oleh mahasiswa, perwakilan masyarakat, LSM maupun pihak Legislatif. Bukankah pihak pemerintah selalu mengatakan bahwa tambang ini untuk rakyat dengan membuka lapangan pekerjaan dan merekrut tenaga kerja dari masyarakat Kota Bima itu sendiri?,” katanya.
Soal status PT. PUI juga disinggungnya. Hj. Nurmi mengungkap ketidak-jelasan perusahaan ini, kapan dibentuk, legalitas struktur perusahaan, baik secara orga¬nisator, karyawan, staf, dan ahli- ahli per¬tambangan dan struktur kepengurusannya. “Dan apakah semua dokumen sudah dileng¬kapi sebelum kenaikan status?,” tanyanya heran. Hj. Nurmi juga menyorot keberadaan anggota DPRD Kota Bima yang dinilai lemah. Sebagai wakil rakyat, kata dia, seharusnya mereka ini mengetahui kejelasan pertambangan masuk di Kota Bima. “Gunakan hak mengontrol dan mengawasi, bukan hanya tunggu pemberitahuan dari Eksekutif,” sesalnya.
Menanggapi berbagai sorotan tersebut, Pemkot Bima melalui Plt. Kabag Ekonomi, Syarif Bustaman, M. AP, kepada wartawan mengaku saat ini pihaknya akan segera melakukan koordinasi dengan semua pihak dalam rangka mensosialisasi kembali kehadiran investor marmer di Kota Bima. Dirinya mengajak seluruh elemen masyarakat, LSM, akademisi, tokoh masyarakat, mahasiswa maupun anggota legislative untuk duduk bersama mencari solusi agar pertambangan ini bisa dilaksanakan. “Karena tujuan pemerintah untuk mensejahterakan rakyat. Yang pasti pertanyaan pihak akademisi, LSM maupun masyarakat tentang kejelasan PT. PUI, kami akan segera menghadirkan mereka agar kepercayaan terhadap pemerintah kembali pulih. Untuk struktur organisasi, kapan berdiri, siapa saja pengurus itu semua telah ada. Intinya, semua yang menjadi pertanyaan elemen masyarakat nanti akan terjawab, karena kami akan menghadirkan pihak investornya,” tandasnya. (GA. 334*)