Sikapi Pembelian Tanah di Jl. Datuk Dibanta
Kota Bima, Garda Asakota.-
Dua belas (12) orang anggota DPRD Kota Bima yang tergabung da¬lam Panitia Khusus (Pansus) Kun¬jungan Kerja (Kunker) DPRD Kota Bima meng¬gelar pembahasan khusus me¬nyang¬kut sejumlah program pemerintah kota (Pemkot) Bima selama tahun 2010 disejumlah satuan kerja pemerintah daerah (SKPD). Inti pembahasannya adalah menyangkut proses evaluasi program-program pemerintah yang telah dilaksanakan pada tahun anggaran 2010 lalu. “Jadi penekanannya bukan Pansus
Kasus ya. Karena ketika kita bicara tentang Pansus kasus maka akan membutuhkan pengumpulan hak angket dewan. Namun, arah ke pansus kasus pun akan sangat terbuka lebar ketika suatu temuan dari hasil kunker komisi-komisi di DPRD terhadap pelak¬sanaan program pemerintah tahun 2010, mengindikasikan terjadinya suatu tindak penyimpangan. Hanya saja nanti ini semua akan sangat bergantung pada bagaimana respon pimpinan dewan, termasuk pimpinan daerah,” cetus Wakil Ketua Pansus Kunker DPRD Kota Bima, Sudirman DJ., SH., kepada wartawan, Senin (31/1).
Dikatakan Sudirman, program-program pemerintah yang paling menarik perhatian Pansus Kunker Dewan salah satunya adalah menyangkut item penga¬daan lahan pemerintah yang dianggarkan sekitar Rp750 juta. “Dalam pelaksanaan item program ini, kuat dugaan kami di Pansus ini bahwa telah terjadi dugaan tindakan pemborosan anggaran yang dilakukan oleh peme¬rintah terhadap pembelian tanah plus bangunan milik H. Ramli Yusuf seluas lebih kurang lima (5) are yang terletak di Jalan Datuk Dibanta Kelurahan Pane itu untuk tujuan penempatan kantor kelurahan Pane,” tegasnya.
Berdasarkan hasil klarifikasi Pan¬sus, lanjutnya, pihak eksekutif berdalih sebelum membeli lahan tersebut, pihak eksekutif telah melakukan proses survey langsung di lapangan. Hanya saja, lanjutnya, pihak Pansus Kunker sendiri tidak mengetahui dengan pihak mana saja survey itu dilakukan. “sementara ketika kita melakukan perbandingan dengan proses jual beli tanah plus bangu¬nan milik warga yang terletak di Jalan Protokol yakni di Jalan Soekarno Hatta dengan luas diatas 10 are itu dengan harga kurang lebih Rp750 juta. Padahal rasionalnya, tanah plus bangunan yang berada di jalan protokol itu semestinya
lebih tinggi harganya dibandingkan tanah plus bangunan yang dibeli oleh pemerintah yang hanya seluas lima (5) are,” beber pria yang merupakan duta partai karya peduli bangsa (PKPB) Kota Bima ini lugas.
Aspek lainnya yang menjadi pembahasan di Pansus Kunker ini dalam item pembelian tanah plus rumah milik H. Ramli Yusuf ini, kata Sudirman, item anggarannya yang tertuang didalam APBD Kota Bima TA. 2010 itu yakni diperuntukkan untuk pembelian tanah saja. “Jadi anggaran sebesar Rp750 juta itu adalah untuk pengadaan lahan. Bukan untuk pembelian rumah. Kalau anggaran itu digunakan untuk pembelian rumah, maka itu tidak sesuai dengan peruntukkannya,” sorot pria yang juga memiliki hobby memelihara kuda pacuan ini.
Menyikapi permasalahan ini, Sudir¬man menegaskan bahwa sesuai kewe¬nangan yang dimiliki oleh Pansus Kun¬ker, maka persoalan ini akan diserahkan kepada Pimpinan DPRD Kota Bima untuk dipertimbangkan lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Apakah nanti pertimbangannya adalah mengeluarkan rekomendasi kepada aparat penegak hukum untuk menyikapinya secara hukum ataukah hanya dilakukan proses pembinaan oleh Kepala Daerah sendiri. Nanti muara akhirnya terletak kepada Pimpinan DPRD. Dan bahkan bisa saja nanti akan berkembang dengan pem¬bentukan Pansus Kasus. Nanti sekitar hari Rabu (hari ini, red.) paripurnanya akan dilakukan dan kita semua akan bisa melihat hasilnya,” cetusnya.
Sementara itu, berbeda dengan pandangan wakil Ketua Pansus Kunker DPRD Kota Bima, Sudirman DJ, SH., yang lebih melihat proses pembelian tanah plus bangunan milik H. Ramli Yusuf itu memiliki indikasi pemborosan anggaran dan dugaan penggunaan ang¬garan APBD yang tidak sesuai dengan nomengklaturnya, Ketua Pansus Kun¬ker DPRD Kota Bima, Jaidin M. Siddik, S. Pd., justru menilai langkah yang dila¬kukan oleh pemerintah kota Bima tersebut tidak memperlihatkan adanya suatu indikasi yang menyimpang.
Bahkan pihak eksekutif Kota Bima dinilainya telah berhasil melakukan efisiensi anggaran yang begitu besar dengan melakukan proses pembelian tanah plus bangunan milik H. Ramli Yusuf. “Kenapa saya nilai tindakan Pemkot itu adalah bagian dari efisiensi anggaran?. Karena kalau pemerintah membangun kantor kelurahan yang baru maka justru akan menghabiskan dana Rp1 Milyar lebih untuk pengadaan lahan plus bangunannya.
Sementara rumah milik H. Ramli Yusuf itu masih tergolong bagus untuk dijadikan sebagai sebuah kantor. Bahkan kita masih diuntungkan dengan masih adanya lahan milik Pemkot seluas lebih kurang 14 are dijalan gajah mada yang masih bisa kita gunakan untuk membangun infrastruktur lainnya,” ungkap duta partai PDI-Perjuangan ini kepada wartawan, Senin (31/1).
Pembelian tanah plus bangunan itu sendiri dinilainya juga lebih memper¬cepat berjalannya roda pemerintahan di level kelurahan karena dalam waktu yang relative cepat pemerintah tidak lagi menunggu terlalu lama untuk mem¬bangun kantor kelurahan. “Sehingga aktivitas pemerintahan di Kelurahan Pane bisa berjalan secara lebih efektif karena sudah ada ketersediaan kantor,” kata jaidin. Proses pelaksanaan pem¬bayarannya pun dilihatnya sudah melewati procedural dan mekanisme yang baik karena pembayarannya dila¬kukan dalam sistim satu paket.
“Meski dilakukan dalam dua (2) tahap pembayaran yakni membayar tanah kemudian membayar bangu¬nannya. Dan didalam nomengklaturnya sudah jelas yakni pembayaran rumah untuk kantor kelurahan. Tidak dican¬tumkan beli tanah berikut bangunannya. Jadi pembayarannya tidak dilakukan secara terpisah,” tandasnya.
Sebelumnya, menyikapi adanya penilaian mahalnya harga tanah seluas 3 are beserta bangunan rumah milik H. Ramli Yusuf di lingkungan Pane Keca¬ma¬tan Rasanae Barat Kota Bima se¬harga Rp750 juta, justru dinilai seba¬liknya oleh Walikota Bima, HM. Qurais H. Abidin. “Kalau mahal atau murah itu relative, tergantung lokasi tanahnya. Di mata saya, pembelian dengan harga Rp750 juta itu, Pemkot Bima telah me¬lakukan efisiensi anggaran antara Rp1 Milyar hingga Rp2 Milyar,” ujarnya ke¬pada Garda Asakota, Rabu lalu (26/1).
Menurut penjelasan Walikota, harga jual tanah akan jauh lebih mahal bila kantor Lurah dibangun di atas tanah seluas 14,5 are di lokasi jalan Gajah Mada, dimana harga tanahnya ditaksir dengan nilai Rp125 juta per are. Bila dikalikan, maka Pemkot membangun kantor Lurah di atas tanah seharga kurang lebih Rp1,8 Milyar, ditambah biaya bangunan sebesar Rp750 juta.
Artinya, untuk membangun kantor Lurah di jalan Gajah Mada Pemkot Bima harus mengeluarkan anggaran senilai Rp2,5 Milyar. “Sedangkan untuk pembangunan kantor Lurah Pane, Pem¬kot Bima hanya mengeluarkan angga¬ran Rp750 juta. Dibanding pembangu¬nan kantor di jalan Gajah Mada, maka dalam pembelian rumah H. Ramli, Pemkot Bima telah melakukan efisiensi angga¬ran antara Rp1 Milyar hingga Rp2 Milyar,” tandasnya. (GA. 211/212*)
Kota Bima, Garda Asakota.-
Dua belas (12) orang anggota DPRD Kota Bima yang tergabung da¬lam Panitia Khusus (Pansus) Kun¬jungan Kerja (Kunker) DPRD Kota Bima meng¬gelar pembahasan khusus me¬nyang¬kut sejumlah program pemerintah kota (Pemkot) Bima selama tahun 2010 disejumlah satuan kerja pemerintah daerah (SKPD). Inti pembahasannya adalah menyangkut proses evaluasi program-program pemerintah yang telah dilaksanakan pada tahun anggaran 2010 lalu. “Jadi penekanannya bukan Pansus
Kasus ya. Karena ketika kita bicara tentang Pansus kasus maka akan membutuhkan pengumpulan hak angket dewan. Namun, arah ke pansus kasus pun akan sangat terbuka lebar ketika suatu temuan dari hasil kunker komisi-komisi di DPRD terhadap pelak¬sanaan program pemerintah tahun 2010, mengindikasikan terjadinya suatu tindak penyimpangan. Hanya saja nanti ini semua akan sangat bergantung pada bagaimana respon pimpinan dewan, termasuk pimpinan daerah,” cetus Wakil Ketua Pansus Kunker DPRD Kota Bima, Sudirman DJ., SH., kepada wartawan, Senin (31/1).
Dikatakan Sudirman, program-program pemerintah yang paling menarik perhatian Pansus Kunker Dewan salah satunya adalah menyangkut item penga¬daan lahan pemerintah yang dianggarkan sekitar Rp750 juta. “Dalam pelaksanaan item program ini, kuat dugaan kami di Pansus ini bahwa telah terjadi dugaan tindakan pemborosan anggaran yang dilakukan oleh peme¬rintah terhadap pembelian tanah plus bangunan milik H. Ramli Yusuf seluas lebih kurang lima (5) are yang terletak di Jalan Datuk Dibanta Kelurahan Pane itu untuk tujuan penempatan kantor kelurahan Pane,” tegasnya.
Berdasarkan hasil klarifikasi Pan¬sus, lanjutnya, pihak eksekutif berdalih sebelum membeli lahan tersebut, pihak eksekutif telah melakukan proses survey langsung di lapangan. Hanya saja, lanjutnya, pihak Pansus Kunker sendiri tidak mengetahui dengan pihak mana saja survey itu dilakukan. “sementara ketika kita melakukan perbandingan dengan proses jual beli tanah plus bangu¬nan milik warga yang terletak di Jalan Protokol yakni di Jalan Soekarno Hatta dengan luas diatas 10 are itu dengan harga kurang lebih Rp750 juta. Padahal rasionalnya, tanah plus bangunan yang berada di jalan protokol itu semestinya
lebih tinggi harganya dibandingkan tanah plus bangunan yang dibeli oleh pemerintah yang hanya seluas lima (5) are,” beber pria yang merupakan duta partai karya peduli bangsa (PKPB) Kota Bima ini lugas.
Aspek lainnya yang menjadi pembahasan di Pansus Kunker ini dalam item pembelian tanah plus rumah milik H. Ramli Yusuf ini, kata Sudirman, item anggarannya yang tertuang didalam APBD Kota Bima TA. 2010 itu yakni diperuntukkan untuk pembelian tanah saja. “Jadi anggaran sebesar Rp750 juta itu adalah untuk pengadaan lahan. Bukan untuk pembelian rumah. Kalau anggaran itu digunakan untuk pembelian rumah, maka itu tidak sesuai dengan peruntukkannya,” sorot pria yang juga memiliki hobby memelihara kuda pacuan ini.
Menyikapi permasalahan ini, Sudir¬man menegaskan bahwa sesuai kewe¬nangan yang dimiliki oleh Pansus Kun¬ker, maka persoalan ini akan diserahkan kepada Pimpinan DPRD Kota Bima untuk dipertimbangkan lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Apakah nanti pertimbangannya adalah mengeluarkan rekomendasi kepada aparat penegak hukum untuk menyikapinya secara hukum ataukah hanya dilakukan proses pembinaan oleh Kepala Daerah sendiri. Nanti muara akhirnya terletak kepada Pimpinan DPRD. Dan bahkan bisa saja nanti akan berkembang dengan pem¬bentukan Pansus Kasus. Nanti sekitar hari Rabu (hari ini, red.) paripurnanya akan dilakukan dan kita semua akan bisa melihat hasilnya,” cetusnya.
Sementara itu, berbeda dengan pandangan wakil Ketua Pansus Kunker DPRD Kota Bima, Sudirman DJ, SH., yang lebih melihat proses pembelian tanah plus bangunan milik H. Ramli Yusuf itu memiliki indikasi pemborosan anggaran dan dugaan penggunaan ang¬garan APBD yang tidak sesuai dengan nomengklaturnya, Ketua Pansus Kun¬ker DPRD Kota Bima, Jaidin M. Siddik, S. Pd., justru menilai langkah yang dila¬kukan oleh pemerintah kota Bima tersebut tidak memperlihatkan adanya suatu indikasi yang menyimpang.
Bahkan pihak eksekutif Kota Bima dinilainya telah berhasil melakukan efisiensi anggaran yang begitu besar dengan melakukan proses pembelian tanah plus bangunan milik H. Ramli Yusuf. “Kenapa saya nilai tindakan Pemkot itu adalah bagian dari efisiensi anggaran?. Karena kalau pemerintah membangun kantor kelurahan yang baru maka justru akan menghabiskan dana Rp1 Milyar lebih untuk pengadaan lahan plus bangunannya.
Sementara rumah milik H. Ramli Yusuf itu masih tergolong bagus untuk dijadikan sebagai sebuah kantor. Bahkan kita masih diuntungkan dengan masih adanya lahan milik Pemkot seluas lebih kurang 14 are dijalan gajah mada yang masih bisa kita gunakan untuk membangun infrastruktur lainnya,” ungkap duta partai PDI-Perjuangan ini kepada wartawan, Senin (31/1).
Pembelian tanah plus bangunan itu sendiri dinilainya juga lebih memper¬cepat berjalannya roda pemerintahan di level kelurahan karena dalam waktu yang relative cepat pemerintah tidak lagi menunggu terlalu lama untuk mem¬bangun kantor kelurahan. “Sehingga aktivitas pemerintahan di Kelurahan Pane bisa berjalan secara lebih efektif karena sudah ada ketersediaan kantor,” kata jaidin. Proses pelaksanaan pem¬bayarannya pun dilihatnya sudah melewati procedural dan mekanisme yang baik karena pembayarannya dila¬kukan dalam sistim satu paket.
“Meski dilakukan dalam dua (2) tahap pembayaran yakni membayar tanah kemudian membayar bangu¬nannya. Dan didalam nomengklaturnya sudah jelas yakni pembayaran rumah untuk kantor kelurahan. Tidak dican¬tumkan beli tanah berikut bangunannya. Jadi pembayarannya tidak dilakukan secara terpisah,” tandasnya.
Sebelumnya, menyikapi adanya penilaian mahalnya harga tanah seluas 3 are beserta bangunan rumah milik H. Ramli Yusuf di lingkungan Pane Keca¬ma¬tan Rasanae Barat Kota Bima se¬harga Rp750 juta, justru dinilai seba¬liknya oleh Walikota Bima, HM. Qurais H. Abidin. “Kalau mahal atau murah itu relative, tergantung lokasi tanahnya. Di mata saya, pembelian dengan harga Rp750 juta itu, Pemkot Bima telah me¬lakukan efisiensi anggaran antara Rp1 Milyar hingga Rp2 Milyar,” ujarnya ke¬pada Garda Asakota, Rabu lalu (26/1).
Menurut penjelasan Walikota, harga jual tanah akan jauh lebih mahal bila kantor Lurah dibangun di atas tanah seluas 14,5 are di lokasi jalan Gajah Mada, dimana harga tanahnya ditaksir dengan nilai Rp125 juta per are. Bila dikalikan, maka Pemkot membangun kantor Lurah di atas tanah seharga kurang lebih Rp1,8 Milyar, ditambah biaya bangunan sebesar Rp750 juta.
Artinya, untuk membangun kantor Lurah di jalan Gajah Mada Pemkot Bima harus mengeluarkan anggaran senilai Rp2,5 Milyar. “Sedangkan untuk pembangunan kantor Lurah Pane, Pem¬kot Bima hanya mengeluarkan angga¬ran Rp750 juta. Dibanding pembangu¬nan kantor di jalan Gajah Mada, maka dalam pembelian rumah H. Ramli, Pemkot Bima telah melakukan efisiensi angga¬ran antara Rp1 Milyar hingga Rp2 Milyar,” tandasnya. (GA. 211/212*)