Bima, Garda Asakota.-
Hubungan emosional orang-tua terhadap anaknya tidak bisa diputuskan oleh siapapun, meskipun keberadaan anaknya jauh dari hadapannya seka¬lipun, kontak batin orang-tua terhadap anak sangatlah kuat. Hal inilah yang mungkin dirasakan oleh Hj. Salmah H. Ishaka (53 thn) asal Desa Kalampa Kecamatan Woha Kabupaten Bima.
Tragedi gempa disertai tsunami yang sangat dahsyat melanda Negara Jepang Kamis 10 Maret lalu, menyisa¬kan kepiluan yang sangat mendalam bagi seluruh masyarakat dunia tidak terkecuali bagi Hj. Salmah, yang mera¬sakan kekhawatiran sangat besar akan nasib anaknya, A Rauf, yang mengadu nasib di Negeri Sakura tersebut.
Setelah mengalami hilang kontak dengan anaknya saat tragedi berlang¬sung, Hj. Salmah mengalami stroke, bahkan sempat tidak sadarkan diri beberapa waktu. Kepada wartawan, Hj. Salmah, mengaku saat kejadian itu, dirinya dan seluruh keluarga langsung dilanda kepanikan yang luar biasa. Pasalnya ponsel milik Rauf yang berusaha dihubungi tidak aktif dan di SMS pun tidak dibalas. “Waktu itu saya semakin panik dan tidak mampu mengendalikan perasaan cemas, hingga saya langsung pingsan selama dua jam,” katanya di Kalampa, Selasa (18/3).
Baru beberapa jam setelah SMS terkirim, sekitar pukul 04.00 Wita dini hari, Rauf menjawab SMS ibunya dan menginformasikan dirinya dalam ke¬adaan selamat. “Alhamdulillah menda¬pat informasi itu saya bersyukur, tidak terjadi apa-apa dengan anak saya kare¬na tempat tinggalnya lumayan jauh pusat gempa seperti Bima-Sumbawa,” kata¬nya. Meski anaknya tidak apa-apa namun dirinya hingga saat ini masih diselimuti oleh perasaan tidak tenang, apalagi sesuai pemberitaan di berbagai media televisi bahwa gempa dan tsunami masih berpotensi melanda Jepang dan sekitarnya.
Selain itu, pihaknya mengkhawatir¬kan adanya ledakan pembangkit listrik tenaga nuklir. “Walaupun informasi itu dibenarkan oleh Rauf, namun radiasi nuklir itu tidak akan sampai pada tempat tinggalnya. Dia sekarang tetap bekerja seperti biasa karena dari pihak peme¬rintah setempat tidak mengeluarkan warning terkait bahaya itu,” terangnya.
Terkait dengan rencana pemu¬langan sejumlah WNI yang berada di Jepang, Hj. Salmah mengaku, sesuai keterangan dari anaknya via Telephone WNI yang berada di wilayah tempat tinggal anaknya itu tidak akan dipulangkan ke tanah air, karena loka¬sinya sangat jauh dari pusat bencana. Bahkan Rauf dan warga setempat tetap beraktivitas seperti biasa. “Tidak ada pendataan dari pihak KBRI pada sejumlah WNI yang berada di tempat anak saya,” ucapnya.
Menurutnya, anaknya itu bekerja di salah satu perusahaan Perakit Pesawat Terbang di Jepang. “Dia berangkat ke Jepang sejak bulan Januari tahun 2009 lalu dan sesuai kontrak selama tiga tahun, ia akan pulang enam bulan lagi,” terangnya. (GA. 234*)
Hubungan emosional orang-tua terhadap anaknya tidak bisa diputuskan oleh siapapun, meskipun keberadaan anaknya jauh dari hadapannya seka¬lipun, kontak batin orang-tua terhadap anak sangatlah kuat. Hal inilah yang mungkin dirasakan oleh Hj. Salmah H. Ishaka (53 thn) asal Desa Kalampa Kecamatan Woha Kabupaten Bima.
Tragedi gempa disertai tsunami yang sangat dahsyat melanda Negara Jepang Kamis 10 Maret lalu, menyisa¬kan kepiluan yang sangat mendalam bagi seluruh masyarakat dunia tidak terkecuali bagi Hj. Salmah, yang mera¬sakan kekhawatiran sangat besar akan nasib anaknya, A Rauf, yang mengadu nasib di Negeri Sakura tersebut.
Setelah mengalami hilang kontak dengan anaknya saat tragedi berlang¬sung, Hj. Salmah mengalami stroke, bahkan sempat tidak sadarkan diri beberapa waktu. Kepada wartawan, Hj. Salmah, mengaku saat kejadian itu, dirinya dan seluruh keluarga langsung dilanda kepanikan yang luar biasa. Pasalnya ponsel milik Rauf yang berusaha dihubungi tidak aktif dan di SMS pun tidak dibalas. “Waktu itu saya semakin panik dan tidak mampu mengendalikan perasaan cemas, hingga saya langsung pingsan selama dua jam,” katanya di Kalampa, Selasa (18/3).
Baru beberapa jam setelah SMS terkirim, sekitar pukul 04.00 Wita dini hari, Rauf menjawab SMS ibunya dan menginformasikan dirinya dalam ke¬adaan selamat. “Alhamdulillah menda¬pat informasi itu saya bersyukur, tidak terjadi apa-apa dengan anak saya kare¬na tempat tinggalnya lumayan jauh pusat gempa seperti Bima-Sumbawa,” kata¬nya. Meski anaknya tidak apa-apa namun dirinya hingga saat ini masih diselimuti oleh perasaan tidak tenang, apalagi sesuai pemberitaan di berbagai media televisi bahwa gempa dan tsunami masih berpotensi melanda Jepang dan sekitarnya.
Selain itu, pihaknya mengkhawatir¬kan adanya ledakan pembangkit listrik tenaga nuklir. “Walaupun informasi itu dibenarkan oleh Rauf, namun radiasi nuklir itu tidak akan sampai pada tempat tinggalnya. Dia sekarang tetap bekerja seperti biasa karena dari pihak peme¬rintah setempat tidak mengeluarkan warning terkait bahaya itu,” terangnya.
Terkait dengan rencana pemu¬langan sejumlah WNI yang berada di Jepang, Hj. Salmah mengaku, sesuai keterangan dari anaknya via Telephone WNI yang berada di wilayah tempat tinggal anaknya itu tidak akan dipulangkan ke tanah air, karena loka¬sinya sangat jauh dari pusat bencana. Bahkan Rauf dan warga setempat tetap beraktivitas seperti biasa. “Tidak ada pendataan dari pihak KBRI pada sejumlah WNI yang berada di tempat anak saya,” ucapnya.
Menurutnya, anaknya itu bekerja di salah satu perusahaan Perakit Pesawat Terbang di Jepang. “Dia berangkat ke Jepang sejak bulan Januari tahun 2009 lalu dan sesuai kontrak selama tiga tahun, ia akan pulang enam bulan lagi,” terangnya. (GA. 234*)