Foto: Suasana Rapat Paripurna DPRD NTB tentang Penyampaian Fraksi terhadap Nota Keuangan dan Raperda Perubahan APBD 2017, di Kantor DPRD NTB, Senin (31/07). |
Mataram, Garda Asakota.-
Fraksi PDI Perjuangan DPRD NTB
meminta penjelasan pihak Pemerintah Provinsi NTB terkait dengan posisi saham PT
DMB sebesar 6 % paska penjualan saham baik yang berkaitan dengan hasil
penjualan maupun yang berkaitan dengan arah penggunaan ataupun pemanfaatan dari
penjualan saham tersebut secara rinci.
“Bilamana hal tersebut tidak
mendapatkan kejelasan. Maka Fraksi kami meminta kepada DPRD untuk membentuk Pansus
berkaitan dengan penjualan saham sebesar 6 % ini,” ancam Fraksi PDI Perjuangan
melalui Juru Bicara Fraksinya, Drs. H. Ruslan Turmuzi, saat membacakan
pandangan fraksinya terhadap Nota Keuangan dan Raperda tentang Perubahan APBD
TA. 2017, Senin (31/07) di Kantor DPRD NTB.
Fraksi PDI P juga meminta kepada
pihak eksekutif agar bisa menjelaskan berkaitan dengan target penerimaan dari
PT. DMB. Dimana menurutnya, didalam APBD murni tercantum sebesar Rp16 Milyar.
Sementara ini, lanjutnya, PT DMB telah menerima utang deviden dan telah
disetorkan ke kas daerah sebesar Rp89 Milyar.
“Bagaimana halnya dengan status uang
sebesar Rp16 Milyar?. Apakah ini juga merupakan deviden?. Sedangkan sebagaimana
kita ketahui, PT DMB sudah tidak beroperasi lagi. Oleh karena itu, F PDI P
meminta agar pihak eksekutif menghapus target penerimaan tersebut karena
sumbernya tidak jelas,” tegas Ruslan.
Senada dengan F PDI P, Fraksi PKS
DPRD NTB, juga meragukan capaian target penerimaan pemerintah dari PT DMB ini
yakni dari Rp16 Milyar menjadi Rp105,188 Milyar. “Pada perubahan APBD 2017 ini,
pemerintah mengusulkan kenaikan target penerimaan dari PT DMB sebesar 89,188
Milyar, dari 16 Milyar menjadi 105,188 Milyar. Menurut keterangan yang kami
himpun, bukti setor dari PT DMB hanya 89 MIlyar sehingga potensi pendapatan
senilai 105,188 Milyar kami ragukan capaiannya,” kata Ketua Fraksi PDI P, Johan
Rosihan.
Angka
Rp89 M itu pun, menurutnya, diduga berasal dari piutang dividen sebesar Rp89,435
Milyar sebagaimana tercatat dalam Neraca Laporan Keuangan 2016, tidak termasuk
hasil divestasi saham milik pemda. “Yang patut juga dicermati oleh publik,
beberapa tahun terakhir ini, PT DMB gagal memberikan kontribusi bagi penerimaan
daerah, walaupun mulanya, ekspektasi dan harapan kita sempat membumbung tinggi
terkait keberadaannya. Mohon penjelasan lebih lanjut terkait selisih antara
informasi tentang bukti setor dan target penerimaan dalam APBD-P ini,” tegasnya
lagi.
Terkait
dengan hal ini, lanjutnya, F PKS juga juga meminta PT DMB untuk menyerahkan hasil
RUPS berikut laporan keuangan perusahaan sebagaimana amanah dalam audit BPK
pada laporan keuangan 2016 kepada DPRD CQ komisi terkait. “Tolong juga dijelaskan perbedaan antara
angka pada piutang dividen sebesar 89,435 Milyar dengan selisih kenaikan target
sebesar 89,188 Milyar. Apa penyebab selisih tersebut? Mohon tanggapan dan
penjelasannya,” katanya lagi.
Dikatakannya,
dalam ketentuan pasal 342 ayat 2 pada UU 23 Tahun 2014 termuat ketentuan
“Kekayaan Daerah hasil pembubaran perusahaan perseroan daerah yang menjadi hak
Daerah dikembalikan kepada Daerah.” Walaupun sejauh ini PT DMB belum
dibubarkan, namun dengan menilik ketentuan pada Perda No 4 tahun 2010 tentang
PERSEROAN TERBATAS (PT) DAERAH MAJU BERSAING Pasal 5 ayat 2 terkait maksud dan
tujuan dari pendirian perusahaan. Ketentuan tersebut berbunyi “Perseroan
dibentuk dengan maksud untuk melakukan kerjasama dengan pihak ketiga dalam hal
pembelian saham divestasi PT. Newmont Nusa Tenggara, mendayagunakan aset daerah
dalam rangka menciptakan lapangan usaha, lapangan kerja dan peningkatan
pendapatan asli daerah.”
Fraksi
PKS memandang, dengan dijualnya saham milik daerah pada PT NNT, maka bisnis
inti PT DMB berdasarkan ketentuan didalam perdanya telah hilang, dan perlu ada
penyesuaian rencana bisnis lagi. “Maka semestinya, hasil penjualan saham dari
divestasi saham milik daerah tersebut harus masuk dalam penerimaan daerah.
Adapun untuk kelanjutan bisnis investasi PT DMB harus melalui penilaian
kelayakan dari tim investasi daerah. Mohon tanggapannya,” ujarnya.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi
NTB melalui Wakil Gubernur NTB, H. Muhammad Amin, SH., mengatakan terkait
dengan pemandangan umum Fraksi-fraksi tersebut Pemerintah Provinsi akan
memberikan penjelasan berkaitan dengan apa yang persoalkan oleh Fraksi-fraksi
Dewan.
“Nanti akan ada penjelasan eksekutif
terhadap soal-soal itu. Apalagi dulu kita melakukan penjualan saham itu atas
persetujuan bersama dengan DPRD,” kata Wagub Amin usai menghadiri acara
Paripurna DPRD NTB, Senin (31/07).
Menurutnya, nilai penjualan saham pemerintah
sebesar 6 % itu berkisar ke angka Rp500 Milyar. “Saya kira dari modal dulu
hanya Rp500 juta sekarang menjadi Rp500 Milyar,” ujarnya.
Kenapa saham 6 % itu dijual?.
Menurutnya, penjualan saham PT DMB sebesar 6 % itu sudah melewati kajian-kajian
dan sudah tidak perlu lagi dipermasalahkan lagi. “Dan daerah tidak perlu lagi
memiliki saham terhadap eksploitasi tambang emas itu karena disitu juga adalah
wilayah kita dan kita masih memiliki hak-hak terhadap potensi tambang emas itu,”
kata Wagub.
Sementara itu, Direktur PT DMB, Andi
Hadianto mengatakan wacana pembentukan Pansus yang muncul dari Fraksi PDI P itu
adalah merupakan kewenangan pihak DPRD NTB. “Masalah penjualan saham itu
sesungguhnya sudah jelas dan sudah kita laporkan. Semua itu ditetapkan dalam
RUPS. Saya ini adalah eksekutor. Bahwa apa yang saya lakukan itu semuanya telah
ditetapkan dalam RUPS,” tegasnya.
Pihaknya kembali menegaskan bahwa saham
sebesar 6 % itu telah lunas dibayarkan dan telah disetorkan ke kas daerah. “Sudah
lunas koq dan sudah disetorkan ke kas daerah,” kata Andi Hadianto.
Sementara yang berkaitan dengan
pendapatan dari deviden, pihaknya menjelaskan bahwa deviden itu ditetapkan
dalam RUPS. “Jadi tugasnya Direktur itu hanya mentransfer anggarannya ketika
itu sudah diputuskan. Dan sudah saya transfer sebesar Rp89 Milyar. Sudah
disetor dan masuk di kas daerah,” tandasnya. (GA. Imam*).