Ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie Rupaedah didampingi Wakil Ketua DPRD NTB, H Abdul Hadi dan Lalu Wirajaya, saat menerima hearing Aliansi Masyarakat Lombok, Rabu 12/09/2018 di Kantor Sementara DPRD NTB Jalan Langko Kota Mataram.
Mataram, Garda Asakota.-
Keluarnya Surat Keputusan (SK)
Menteri Perhubungan RI Nomor KP 1421 Tahun 2018 tentang Penetapan Nama Bandar
Udara Internasional Zainuddin Abdul Majid (ZAM) menuai penolakan sejumlah pihak
termasuk puluhan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Lombok (AML).
Ketua AML, Lalu Hizy, menegaskan nama
Bandara Internasional Lombok atau yang disingkat BIL secara historis memiliki
aspek sejarah yang tidak bisa dilupakan bagi masyarakat Lombok Tengah. “Saat
itu nyawa masyarakat pemilik lahan dipertaruhkan untuk pembangunan BIL ini.
Bahkan dari aspek pembangunan runaway pertama BIL. Meski anggarannya bersumber
dari APBN, namun Lombok Tengah mengalokasikan anggaran sebesar Rp40 Milyar
sebagai dana awal pembangunan runaway nya sementara PAD Kabupaten Loteng saat
itu hanya sebesar Rp4,7 Milyar. Dari aspek ini maka bisa dibenarkan Kabupaten
Loteng itu sangat keberatan dengan keluarnya SK Menhub terkait penetapan nama
Bandar Udara Internasional ini menjadi ZAM,” ujar Lalu Hizy mengawali
aspirasinya dihadapan Ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie Rupaedah, Wakil Ketua DPRD
NTB, H Abdul Hadi dan Wakil Ketua DPRD NTB, Lalu Wirajaya, serta turut dihadiri
oleh Kepala Dinas Perhubungan Provinsi NTB, Lalu Bayu Windia dan Ketua
Masyarakat Adat Sasak (MAS), HL Azhar, Rabu 12 September 2018, di Kantor
Sementara DPRD NTB Rumah Dinas Ketua DPRD NTB, Jalan Langko Kota Mataram.
Suasana hearing Pimpinan DPRD NTB dengan puluhan aktivis AML
Pihaknya mengaku kecewa dengan sikap
lembaga DPRD NTB yang begitu mudah memberikan dukungan terhadap nama bandar
udara internasional tersebut dengan nama ZAM tanpa dilakukannya dengan gelaran
sidang Paripurna. “Padahal persoalan pemberian nama ini sangat sensitif bagi
kami masyarakat Loteng. Jadi kalau dalam SK itu dikatakan harus didukung dengan
Keputusan DPRD NTB, maka semestinya harus dilakukan Sidang Paripurna. Dan kalau
memang ada Sidang Paripurna terhadap penamaan bandara udara internasional ini
maka hari ini kami meminta risalah sidang terkait dengan hal ini untuk kami
tunjukan kepada masyarakat kami,” imbuhnya.
Pihaknya menuding ada praktik-praktik
hegemonik kekuasaan hari ini yang dipertontonkan di NTB seperti penamaan
bandara udara internasional, soal Poltekpar, dan Mandalika. “Wajar dong kami
emosi dan marah melihat hal ini dan mengadukan kepada wakil rakyat yang ada di
lembaga Dewan ini,” ucapnya.
Lalu Hizy berharap Lembaga MAS juga
bersikap terhadap persoalan ini, apalagi menurut dirinya yang juga merupakan
bagian dari MAS Praya Tengah, secara kelembagaan MAS tidak pernah menggelar
rapat terkait pemberian dukungan penamaan bandara.
Hal senada juga diungkapkan oleh Yuli
Harhari, Sekretaris AML. Paska dibangunnya bandar udara internasional di Loteng
yang memakan waktu selama kurang lebih 20 tahun sejak tahun 1991 dan menghabiskan
tetesan keringat, darah dan air mata masyarakat Loteng. “Akhirnya semua masa
kelam itu dilewati oleh masyarakat Loteng. Jelang operasional bandara, semua
masyarakat Loteng melakukan ritual penamaan bandara yang digelar di Kantor DPRD
Loteng yang dihadiri oleh semua tokoh-tokoh masyarakat Loteng. Dan pada saat
itu muncul usulan penamaan dari para tokoh-tokoh yang ada dan yang muncul saat
itu adalah sederetan nama tuan guru termasuk nama ZAM dan nama tokoh dalam legenda
lombok yakni Mandalika dan Dewi Anjani. Namun ketika dilakukan pembahasan
satu-satu sederetan usulan nama tersebut tidak mendapatkan suatu dukungan yang
signifikan. Dan pada saat diusulkan nama Bandara Internasional Lombok, tidak
ada satu pun dari para tokoh yang berada di Majelis Pra Api ini yang melakukan
penolakan. Dan proses ini benar-benar dilakukan secara konstitusional,” tutur
Yuli Harhari.
Nama BIL menurut aktivis senior NTB
ini membawa berkah tersendiri bagi tumbuh dan berkembangnya perekonomian di
NTB, khususnya Pulau Lombok. Dari aspek kunjungan wisatawan, kata Yuli, terjadi
peningkatan yang sangat signifikan terhadap aspek kunjungan wisatawan
mancanegera dari angka sekitar 241 ribu wisman melonjak hingga ke angka 2,5
juta wisman. “Begitu pun dengan tingkat PDRB Kabupaten Lombok Tengah yang
dulunya berkisar di angka Rp3 Trilyun atas dasar harga konstan atau atas dasar
harga berlaku, naik hingga ke angka 350 persen atau sekitar Rp10 Trilyun.
Begitu pun dengan tingkat PDRB per kapita juga mengalami kenaikan sehingga
sumbangan dari aspek pertanian hanya berkisar pada angka 26 persen. Artinya
harapan pra api itu terwujud sehingga diyakini nama BIL ini sudah pas, membawa barokah
dan tidak perlu lagi diganti dengan nama yang lain,” ungkapnya.
Anehnya informasi yang mengatakan
bahwa ada dukungan dari MAS terhadap penamaan bandara ZAM ini dibantah langsung
oleh Ketua MAS NTB, Ketua Majelis Adat Sasak (MAS), HL Azhar, dihadapan forum hearing
Aliansi Masyarakat Lombok dengan Lembaga DPRD NTB mengaku tidak mengetahui
adanya dukungan MAS terhadap penamaan bandar udara internasional ZAM. “Ndeq Man.
Laon ta boyak. Kita sepakat namanya tetap BIL, baru nanti kita musyawarahkan soal
teknisnya,” ujar Mamiq Azhar dihadapan forum hearing.
Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub)
Provinsi NTB, Lalu Bayu Windia, dalam kesempatan itu mengungkapkan dari tiga
sebutan untuk bandara udara internasional yang ada di Lombok Tengah ini seperti
Praya, BIL dan LIA, dirinya mengaku tidak pernah melihat adanya SK penamaan
terhadap tiga nama tersebut. “Kalau SK penamaan ZAM ini sudah saya lihat. Siapa
yang berwenang menetapkan nama bandara? Yaitu Menhub RI. Syarat ketentuannya
adalah adanya Surat Gubernur, ada surat Pimpinan DPRD NTB, ada juga surat
dukungan dari FKUB, termasuk MAS, sehingga SK itu diterbitkan oleh Menhub,”
kata Bayu Windia.
Berdasarkan arahan dari Sekda, lanjut
Bayu Windia, diberikan kesempatan untuk melakukan dialog, namun harus tetap
menjaga tensi masing-masing. Sementara menurutnya berkaitan dengan aspek teknis
paska terbitnya SK Menhub tersebut akan dibicarakan lebih lanjut.
Ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie
Rupaedah, menegaskan pihaknya selaku Pimpinan DPRD NTB tidak menghendaki adanya
keributan hanya karena persoalan penamaan bandar udara internasional ini. “Kita
sama-sama menginginkan daerah kita tentram apalagi dalam kondisi kita sedang
menhadapi bencana,” sambut srikandi DPRD NTB dari Partai Golkar ini.
Pihaknya pun mengatakan akan menemui
Menteri Perhubungan di Jakarta guna membicarakan terkait dengan adanya konflik
horisontal soal penamaan bandar udara internasional di Loteng ini. “Kalau boleh
kami usulkan, kami Pimpinan DPRD akan menemui Menhub RI untuk membicarakan soal
ini. Jadi Pimpinan DPRD NTB akan mengkomunikasikan soal adanya konflik
horisontal menyangkut pergantian nama bandara,” ujar Baiq Isvie.
Pihaknya dalam kesempatan itu juga
meluruskan adanya informasi yang mengatakan bahwa Lembaga DPRD NTB telah
memberikan persetujuan terhadap pergantian nama bandara tersebut. “Pimpinan
DPRD diminta untuk menandatangani dukungan perubahan nama. Jadi bukan
persetujuan DPRD NTB. Dalam SK tersebut tertulis adanya surat persetujuan, hal
itu kami protes karena tidak ada surat persetujuan dari lembaga DPRD. Surat
Persetujuan itu lahir dari Paripurna DPRD NTB, sementara Paripurna terkait
dengan hal itu tidak pernah dilakukan, yang ada itu adalah surat dukungan empat
pimpinan DPRD dalam konteks menghormati keinginan pihak eksekutif,” ujarnya
meluruskan. (GA. 211/215*).