Anggota VI BPK RI, Prof H Harry Azhar Azis, MA.,Ph.D., saat menjadi keynote speaker di acara Sosialisasi Dana Desa kepada para Kades se-Lobar di Hotel Lombok Raya Kota Mataram, Kamis 12 April 2019.
Mataram, Garda Asakota.-
Anggota VI BPK RI, Prof H Harry Azhar
Azis, MA.,Ph.D., menegaskan sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UUD 1945 bahwa
APBN, APBD, termasuk Dana Desa merupakan wujud pengelolaan keuangan Negara yang
harus bersifat terbuka (transparan) dan bertanggungjawab (Akuntabel). Dua aspek
ini kemudian masuk kedalam kewenangan BPK sehingga nanti lahir suatu opini
terhadap pengelolaan keuangan Negara.
Namun menurutnya, ada poin yang lebih
penting lagi, yakni setiap rupiah dari anggaran Negara itu, harus mampu mewujudkan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyatnya.
“APBN kita di tahun 1999 adalah sebesar Rp245 Trilyun. Dan pada tahun 2018, APBN kita naik menjadi Rp2.200 Trilyun. Naiknya berapa?, yakni sebesar 880 % selama 19 tahun. Di tahun 2019 ini, APBN kita adalah sebesar Rp2.461 Trilyun. Kita ukur berapa jarak benefitnya dari APBN yang terus meningkat dengan tingkat kesejahteraan masyarakat?. Angka kemiskinan dari 19 tahun yang lalu adalah dari 50 juta turun menjadi 25 juta. Berapa penurunannya?, Cuman 45 %. Jadi antara Cost dengan benefitnya tidak seimbang. Sehingga Negara seperti Singapura dan Malaysia mengalahkan kita,” papar Prof Harry Azhar Azis saat menjadi keynote speaker di acara Sosialisasi Dana Desa kepada para Kades se-Lobar di Hotel Lombok Raya Kota Mataram, Kamis 12 April 2019.
“APBN kita di tahun 1999 adalah sebesar Rp245 Trilyun. Dan pada tahun 2018, APBN kita naik menjadi Rp2.200 Trilyun. Naiknya berapa?, yakni sebesar 880 % selama 19 tahun. Di tahun 2019 ini, APBN kita adalah sebesar Rp2.461 Trilyun. Kita ukur berapa jarak benefitnya dari APBN yang terus meningkat dengan tingkat kesejahteraan masyarakat?. Angka kemiskinan dari 19 tahun yang lalu adalah dari 50 juta turun menjadi 25 juta. Berapa penurunannya?, Cuman 45 %. Jadi antara Cost dengan benefitnya tidak seimbang. Sehingga Negara seperti Singapura dan Malaysia mengalahkan kita,” papar Prof Harry Azhar Azis saat menjadi keynote speaker di acara Sosialisasi Dana Desa kepada para Kades se-Lobar di Hotel Lombok Raya Kota Mataram, Kamis 12 April 2019.
Indonesia yang merdeka tahun 1945 dan
Singapura dan Malaysia meraih kemerdekaan di tahun 1965, namun pada tahun 1965,
angka pendapatan kita dengan Singapura sama sehingga saat itu antara Indonesia
dengan Singapura itu berlaku prinsip ‘duduk sama rendah, berdiri sama tinggi’.
“Sekarang berapa income per kapita
Negara Malaysia?, yakni sebesar US15.000. Singapura berapa?, US60.000.-,
Indonesia berapa?, hanya sebesar US4.000. Padahal kita merdeka lebih dahulu
dari mereka. Ada yang beralasan ke saya katanya Indonesia ini Negara yang
sangat besar sekali, tidak sama seperti Singapura dan Malaysia. Saya jawab,
lihat Negara China yang memiliki jumlah penduduk yang paling besar. Tapi lihat
keadaan China sekarang, mampu membuat Negara seperti Amerika itu gemetaran.
Jadi masalahnya disini adalah soal governancy dan soal bagaimana mengalokasikan
anggaran itu untuk mewujudkan kemakmuran masyarakatnya,” cetusnya.
Menurutnya, masih terbelakangnya
keadaan Indonesia bukan merupakan kesalahan Presiden, Gubernur, Bupati atau
Kepala Desanya. “Namun, ini adalah kesalahan rakyat Indonesia sendiri. Kenapa
pilih Kepala Desa, Bupati, Gubernur dan Presiden yang seperti itu,” sindirnya.
Dikatakannya, pengangguran di era
Presiden Suharto berkisar pada 4 %. “Sementara pengangguran pada masa Presiden
Jokowi ini adalah sebesar 5,13%. Di Zaman Pak Harto, Kemiskinan sebesar 11 %,
sekarang di jaman pak Jokowi sudah berkisar pada 9,6 %. Jadi pak Jokowi sudah
mengalahkan pak Harto dalam soal kemiskinan, tapi pak Harto masih tidak bisa
dikalahkan pada soal pengangguran,” tandasnya. (GA. 211*).