Menteri PPN/Kepala Bappenas RI, Bambang Brodjonegoro, saat menyampaikan sambutan pada Pembukaan Musrenbang Provinsi NTB, di Kota Mataram, Kamis 04 April 2019.
Mataram, Garda Asakota.-
Dalam tiga
tahun terakhir ini, Menteri PPN/Kepala Bappenas RI, Bambang Brodjonegoro,
mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi NTB mengalami penurunan, bahkan terkontraksi
minus 4,56 persen di 2018. Apabila tanpa tambang, menurutnya, PDRB NTB tumbuh sebesar
3,08 persen.
“Perlambatan
ekonomi non tambang disebabkan bencana alam yang menimpa NTB di triwulan III
2018. Sementara tambang dan penggalian mengalami penurunan di 2015-2018. Nilai
ekspor NTB juga mengalami fluktuasi di 2012-2018, dengan komoditas utama bijih
tembaga. Sebagai penyumbang perekonomian terbesar NTB, sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan meningkat dalam tiga tahun terakhir. Begitu pula
sektor perdagangan besar dan eceran meningkat dalam empat tahun terakhir.
Meskipun, pertumbuhan PDRB ketiga sektor menurun di 2018,” ungkap Menteri
Bambang saat menyampaikan sambutannya pada acara Pembukaan Musrenbang Provinsi
NTB di salah satu Hotel di Kota Mataram, Kamis 04 April 2019.
Menurut
Menteri Bambang, permasalahan NTB adalah pertumbuhan ekonomi mengalami
penurunan dan berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional, tingkat kemiskinan
masih cukup tinggi, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) cukup rendah di bawah
nasional, meskipun terus meningkat dari tahun ke tahun. “Kabupaten Sumbawa
Barat berkontribusi paling tinggi terhadap PDRB NTB dengan sumbangan 18,61
persen. Berbanding terbalik dengan Kota Bima yang berkontribusi 2,95 persen
terhadap PDRB provinsi. Rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi juga berasal
dari Kabupaten Sumbawa Barat 23,48 persen, disusul Kota Mataram 5,67 persen,”
jelas beliau.
Tingkat
kemiskinan NTB di atas rata-rata nasional dan cenderung menurun di 2014-2018. Per
September 2018, jumlah penduduk miskin NTB sebanyak 735,6 ribu atau 14,63
persen, turun dari September 2017 atau 15,05 persen. Tingkat kemiskinan
sebagian besar kabupaten/kota berada di atas rata-rata nasional, kecuali Kota Bima
dan Kota Mataram. IPM NTB per periode 2014-2017 relatif lebih rendah
dibandingkan nasional, tetapi terus mengalami peningkatan dalam periode yang
sama. Pertumbuhan IPM berada di atas nasional dan mengalami peningkatan di
tahun terakhir. Kota Mataram menduduki IPM tertinggi, disusul Kota Bima,
sedangkan IPM terendah adalah Kabupaten Lombok Utara.
Tingkat
pengangguran NTB berada di bawah nasional, namun sedikit meningkat di tahun
terakhir. Secara spasial, seluruh kabupaten/kota di NTB sudah berada di bawah
angka rata-rata nasional dengan tingkat pengangguran terendah di Kabupaten Bima,
sedangkan tertinggi di Kota Mataram dan disusul Kabupaten Sumbawa Barat. Sebaliknya,
rasio gini berada di bawah angka rasio gini nasional dan mengalami penurunan
pada tahun terakhir. Namun, per periode 2015 hingga 2018, rasio gini NTB meningkat
sebesar 0,391 pada 2018. Berdasarkan PDRB per kapita, masih terdapat
kesenjangan wilayah yang cukup jauh antara Kabupaten Sumbawa Barat dengan
kabupaten/kota lainnya.
“Untuk
mencapai target nasional, NTB harus memiliki pertumbuhan ekonomi minimal 1,55
persen, tingkat kemiskinan maksimal 13,52 persen, Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) maksimal 3,49, dan IPM sebesar 68,87,” jelas Menteri Bambang. Untuk itu,
kebijakan pembangunan NTB di 2020 perlu diarahkan untuk mempercepat pembangunan
infrastruktur wilayah seperti jalan, listrik dan bendungan, meningkatkan
investasi dengan NTB yang ramah investasi, meningkatkan produksi dan nilai
tambah ekonomi pada sektor pertanian dan pariwisata, mendorong sinergi program
kemiskinan antar pemerintah pusat dan provinsi/kabupaten melawan kemiskinan
dari desa, serta mengakomodasi program yang berhubungan dengan komponen IPM,
terutama kesejahteraan, kesehatan dan pendidikan. (GA. 211*)