Wakil Ketua Komisi IV DPRD NTB, Nurdin Ranggabarani, dan Anggota Komisi IV, Drs H Ruslan Turmuzi, di ruang Komisi IV DPRD NTB, Selasa 25 Juni 2019.
Mataram,
Garda Asakota.-
Masa tugas sebagai anggota DPRD NTB Periode
2014-2019 akan segera berakhir. Anggota dan Pimpinan Komisi IV DPRD NTB akan
melakukan upaya mengevaluasi kembali sejumlah kasus atau dugaan permasalahan
yang masih mangkrak diselesaikan dan berpotensi merugikan keuangan daerah.
“Sejumlah permasalahan yang akan dievaluasi
kembali penyelesaiannya itu yakni dugaan kasus pelepasan asset yang ada di
Bandara Internasional Lombok (BIL), penjualan saham daerah yang ada di PT
Newmont, dan dugaan bancakan anggaran pada pekerjaan tahun jamak senilai Rp2,4
triliun,” jelas anggota Komisi IV DPRD NTB, Drs H Ruslan Turmuzi, kepada
wartawan media ini, Selasa 25 Juni 2019 di ruang Komisi IV DPRD NTB.
Politisi senior PDI Perjuangan NTB Daerah
Pemilihan Lombok Tengah (Loteng) ini menjelaskan langkah evaluasi itu dilakukan
pihaknya bersama dengan sejumlah anggota dan Pimpinan Komisi IV DPRD NTB
sebagai wujud akuntabilitas terhadap kinerja Komisi IV selama ini dalam
melaksanakan fungsi pengawasan di Gedung Parlemen.
“Ini nanti akan menjadi pertangunggjawaban
atau akuntabilitas kinerja Komisi IV selama ini dalam mengemban tugas sebagai
anggota Dewan, khususnya Komisi IV sehingga nanti akan menjadi semacam
referensi bagi Komisi IV periode berikutnya untuk melihat kasus-kasus mana yang
menjadi ruang lingkup pengawasan Komisi IV yang belum tuntas diselesaikan,”
cetusnya.
Bersama Wakil Ketua Komisi IV DPRD NTB,
Nurdin Ranggabarani, pria yang juga merupakan Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini
mengungkapkan panjang lebar soal masih mandeknya penuntasan tiga kasus besar
yang selalu menjadi PR bagi pemerintah daerah untuk bisa dituntaskan.
Pertama yang berkaitan dengan soal pelepasan
sejumlah asset di BIL, sampai saat sekarang ini menurut pihaknya, secara
institusi kelembagaan, DPRD selaku institusi yang menjadi mitra eksekutif belum
pernah memberikan persetujuannya terhadap pelepasan asset Pemda yang ada di
BIL. Asset berupa tanah dan asset bergerak lainnya yang nilainya mencapai
milyaran rupiah tersebut hingga saat sekarang ini tidak diketahui kejelasan
status pelepasannya.
“Ada asset bergerak dan ada juga asset tanah
lebih kurang seluas 12 Hektar yang kondisinya masih berstatus tidak jelas.
Tidak jelasnya adalah kalau dikelola oleh PT Angkasa Pura dengan metode
penyewaan, maka mestinya ada kontribusi yang harus diberikan ke daerah. Dan
kalau terjadi proses ruislag, maka harus ada kejelasan diruislag dengan tanah
yang mana?,” sorotnya.
Selain soal pelepasan sejumlah asset Pemda
yang ada di BIL, tunggakan kasus lainnya yang akan menjadi perhatian Komisi IV
adalah menyangkut dugaan penjualan asset dan saham Pemda yang ada di PT NNT. “Sebab
hasil dari penjualan asset dan saham yang ada di PT NNT itu sampai dengan saat
sekarang belum ada kejelasannya sama sekali,” imbuhnya.
Sementara soalan ketiga yang juga menjadi
perhatian Komisi IV adalah menyangkut penganggaran anggaran proyek tahun jamak
senilai Rp2,1 Trilyun yang disinyalirnya menjadi bancakan bagi oknum-oknum
tertentu baik yang ada di eksekutif maupun yang ada di Legislatif.
Menurut kedua politisi senior NTB ini,
kondisi jalan mantap yang ada di Pulau Lombok masih tersisa 0,36% sementara
yang ada di Pulau Sumbawa masih tersisa sekitar 11 % lebih. “Kalau diakumulasi
jumlah total jalan sisa yang belum mantap di NTB ini, maka alokasi anggaran
yang dibutuhkan itu tidak akan sampai sebesar Rp2,1 Trilyun. Kami menduga
anggaran ini akan menjadi bancakan oknum tertentu yang ada di eksekutif maupun
di legislative. Kenapa saya katakan anggaran itu diduga akan menjadi bancakan?,
karena saya khawatir ruas jalan yang akan dikerjakan dengan anggaran itu adalah
ruas jalan yang masih layak, atau dengan kata lain ruas jalan yang sudah mantap
kemudian dimantapkan kembali. Mestinya kalau mau memanfaatkan anggaran itu
adalah membangun jalan yang rusak yang masih belum ada akses, kemudian
dimantapkan,” pungkasnya. (GA. 211*).