Kepala PT Pelindo III Bima, Wahyu Wirawan |
Kota Bima, Garda Asakota.-
Saat reses anggota DPRD Kota Bima Dapil Asakota beberapa waktu lalu, seorang warga Kelurahan Melayu sempat mempertanyakan komitmen Pemerintah Kota (Pemkot) Bima untuk memperjelas status lahan yang telah didiami ratusan warga sejak tahun 1970-an yang saat ini diklaim sebagai milik PT. Pelindo III Bima, padahal perusahaan Negara tersebut baru masuk sekitar tahun 1990 apalagi sekarang telah berdiri beberapa gedung Sarang Burung Walet (SBW).
"Apakah Pelindo atau warga masyarakat yang benar-benar berhak atas tanah di lokasi kami diami saat ini yang dihuni oleh sembilan Rt?," demikian antara lain lontaran pertanyaan yang disampaikan oleh perwakilan warga, saat reses dewan Dapil Asakota di wilayah Kelurahan Melayu beberapa hari lalu.
Menangapi hal tersebut Kepala PT Pelindo III Bima, Wahyu Wirawan yang dikonfirmasi wartawan di ruangannya, Senin (2/3) menegaskan bahwa pada prinsipnya tidak ingin merespon pertanyaan warga melalui reses dewan karena dianggapnya keluhan warga tersebut merupakan kewenangan pemerintah daerah yang menjawabnya, karena itu menyangkut komitmen politik.
Tetapi, kata dia, kalau untuk Pelindo sendiri sepanjang yang dirinya ketahui bahwa lahan Pelindo itu ada di atas lahan pemukiman mayoritas warga di wilayah Kelurahan Tanjung saat ini.
"Jadi, terkait dengan apa yang di sampaikan warga pada saat reses, itu ke Pemkot Bima urusannya. Kita di sini hanya memandatori pemerintah pusat untuk mengelola lahan. Sekali lagi lahan Pelindo itu mayoritas wilayah Tanjung, sebagian kecilnya saja lahan milik warga," tegas Wahyu.
Ketika disinggung dugaan adanya sebagian lahan Pelindo yang sudah disertifikat oleh pihak lain? Kepala Pelindo justru memastikan bahwa Pelindo juga memiliki sertifikat bahkan diakuinya sertifikatnya ada tiga. Tetapi menurutnya, harus di perjelas dulu apakah lahan yang di sertifikat pihak lain itu masuk lahanya Pelindo atau tidak?, itu diakuinya akan ditelusuri dulu termasuk pihak yang menerbitkan sertifikatnya.
"Untuk mengetahui tata letak batas lahan itu kita akan survei lapangan termasuk sebagian bangunan yang telah di bangun Sarang Burung Walet apakah masuk sertifikat HPL (Hak Pengguna Lahan) Pelindo III Bima atau tidak. Kalau tidak, berarti itu lahan warga tetapi yang jelas tanah Negara 1 meterpun kita tidak boleh mengambilnya, ketika Pelindo atau Negara membutuhkan kapanpun maka warga harus siap siap.
Kalau masuk lahan Pelindo harusnya ijin dulu ke Pelindo tapi sampai sekarang tidak ada sama sekali koordinasi dengan kami,sewaktu waktu Pelindo atau Negara membutuhkan maka warga harus siap siap," tegasnya lagi.
Kata Wahyu, kondisi ini sudah lama terjadi jauh sebelum dirinya bertugas kembali di PT Pelindo dan itu tidak akan pernah selesai tetapi yang pasti tidak mungkin ada sertifikat di atas sertifikat. "Karena Pelindo saat ini telah memiliki tiga sertifikat asli sesuai HPL yang dipercaya oleh Negara untuk mengelolanya," pungkas Wahyu. (GA. 003*)