Wakil Gubernur NTB, Dr Hj Sitti Rohmi Djalillah.
Mataram, Garda Asakota.-
Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB kembali
mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan Peraturan Daerah
(Perda) Nomor 03 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi NTB
(RTRW) Tahun 2009-2029.
Pengajuan Raperda Perubahan Perda RTRW Provinsi NTB
disampaikan oleh Wakil Gubernur NTB, Dr Hj Sitti Rohmi Djalillah, pada Rapat
Paripurna DPRD NTB yang digelar pada Selasa malam 08 September 2020 di Ruang
Rapat Utama DPRD NTB, Jalan Udayana Mataram.
Dihadapan Rapat Paripurna DPRD NTB yang
dipimpin oleh Ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie Rupaeda, SH MH., Umi Rohmi sapaan
akrab Wagub NTB menjelaskan latar belakang dilakukannya perubahan Perda RTRW
NTB ini didasari oleh adanya perubahan peraturan perundang-undangan, adanya kebijakan pembangunan nasional dan regional,
terjadinya dinamika pembangunan ekonomi dan tuntutan kebutuhan masyarakat.
“Faktor-faktor tersebut menjadi
dasar pertimbangan perlunya dilakukan perubahan Perda RTRW NTB,” kata Wagub
menjelaskan.
Rangkaian perubahan Perda RTRW
NTB, menurut Wagub, telah berlangsung dalam proses dan waktu yang cukup panjang
yakni bulan februari 2017 sampai dengan
juli 2017, dilakukan peninjuan
kembali (review) terhadap pelaksanaan
RTRW NTB, hasilnya kata Wagub berupa RTRW NTB perlu “direvisi”. Bulan agustus
2017 sampai dengan juli 2020, lanjutnya, dilakukan penyusunan materi teknis,
naskah akademis dan rancangan perda perubahan RTRW, serta konsultasi substansi RTRW.
“Hasil penilaian oleh kementerian
ATR BPN dengan berdasarkan Permen ATR BPN nomor 6 tahun 2017 tentang tata cara
peninjauan kembali RTRW, dinyatakan bahwa Perda nomor 3 tahun 2010 tentang RTRW
NTB tahun 2009-2029, perlu “dicabut”, karena perubahan substansi materi lebih
dari 20%.,” jelasnya.
Bulan agustus 2020 sampai dengan
oktober 2020, dikatakannya telah berlangsung proses legeslasi rancangan
peraturan daerah RTRW NTB tahun 2020-2040.
“Tujuan penataan ruang wilayah Provinsi
NTB dalam Perubahan RTRW Provinsi NTB tahun 2020-2040 adalah “mewujudkan
ruang wilayah provinsi yang
maju dan lestari melalui pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam yang
berbasis daya dukung lingkungan dan mitigasi bencana guna pengembangan kawasan
unggulan agribisnis, pariwisata dan industri yang berdaya saing”, katanya lagi.
Perubahan RTRW NTB tahun 2020-2040 secara
substantif terjadi pada tiga komponen utama tata ruang yaitu: struktur ruang,
pola ruang, dan kawasan startegis provinsi (KSP).
Perubahan
penting yang terjadi pada struktur ruang meliputi; sistem perkotaan tidak ada lagi yang masuk ketegori
dipromosikan (pkwp/pusat kegiatan wilayah-provinsi, berubah
menjadi PKL/Pusat Kegiatan
Lokal) dan PKL diarahkan paling sedikit mencakup 3 kecamatan; sistem jaringan utama, terutama transportasi
mengakomodir kebijakan dan proyek nasional; sistem jaringan prasarana lainnya, berupa energi
ketenagalistrikan dan sumber daya air (bendungan) mengakomodir kebijakan dan
proyek nasional.
Sementara perubahan penting yang terjadi pada pola ruang, meliputi; pada kawasan lindung antara lain: perubahan fungsi dan
status sebagian kecil kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi, pelepasan
sebagian kecil kawasan hutan produksi menjadi kawasan peruntukan industri,
serta kawasan rawan bencana dipertimbangkan dalam setiap aspek perencanaan; pada kawasan budidaya antara lain:
penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan (kp2b), ploting kawasan
peruntukan pertambangan berdasarkan wilayah usaha pertambangan (wup), wilayah usaha pertambangan khusus
(wupk) dan wilayah pertambangan rakyat (wpr), serta pengembangan kawasan peruntukan industri dan
kawasan peruntukan permukiman.
Perubahan penting yang terjadi pada kawasan strategis
provinsi (KSP) meliputi: pada KSP
ekonomi antara lain: penggabungan KSP Mataram Raya
dan Senggigi Tiga Gili,
KSP Poto Tano dan alas utan, penghapusan KSP agropolitan sakra, sikur masbagik (RASIMAS), KSP agropolitan manggalewa, perluasan KSP samota, teluk cempi, serta industri terpadu maluk
sumbawa barat untuk mendorong pengembangan ekonomi wilayah; serta KSP lingkungan antara lain: penghapusan KSP Pulau Sangiang karena merupakan kawasan hutan kewenangan
nasional.
Sementara itu, melalui Juru Bicara
Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) DPRD NTB, Akhdiansyah, S.HI., Bapemperda
menyampaikan sejumlah saran seperti penyajian data pendukung dapat terpisah
dari RTRW mengingat situasi Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa adalah berbeda dari
sisi populasi penduduk dan karakteristik ekosistem sumberdaya alam.
“Selain itu kondisi ideal baik
pola dan struktur ruang pada akhir periode rencana perlu dilengkapi dengan
indikator yang terukur dan realistis. Begitu pun pada aspek prasarana yang
direncanakan untuk dibangun perlu diserta dengan analisa kebutuhan yang
mendukung dengan mempertimbangkan proyeksi populasi penduduk, peningkatan
aktivitas sosial ekonomi dan standar pelayanan minimum (SPM),” pungkasnya. (GA.
Im*).