Jakarta, Garda Asakota.-
Penetapan tersangka Ketua DPD Partai Amanat Nasional
(PAN) Kota Bima yang juga merupakan Wakil Walikota Bima, Fery Sofian (FS), oleh
penyidik Kepolisian Resort Kota (Polresta) Bima dengan sangkaan pasal 109 UU 32
Tahun 2009 tentang PPLH pada tanggal 10 November 2020 lalu menuai reaksi dan
tanggapan dari berbagai elemen masyarakat.
Salah satu elemen masyarakat seperti Forum Kota Bima atau Forkobi yang bermarkas di Jakarta menilai penetapan FS sebagai tersangka tersebut diduga cacat prosedural.
“Kami mendesak Polres Kota Bima segera
hentikan kasus Wawali Kota Bima karena cacat procedural. Dan kami juga mendesak
Mabes Polri untuk segera panggil dan periksa Kapolres Kota Bima beserta jajaran
penyidik karena diduga telah menyalahgunakan wewenang menetapkan FS sebagai
tersangka tanpa berpedoman pada norma-norma hukum yang berlaku,” tegas Ketua
Forkobi, M Fiqriawansyah, melalui siaran persnya yang diterima redaksi media
ini, Jum’at 27 November 2020.
Saat diwawancarai wartawan media ini, Fiqri yang turut
didampingi salah satu Dewan Pendiri Forkobi, Mubaddin, mengatakan pada Jum’at
27 November 2020, puluhan aktivis Forkobi Jakarta menggelar orasi di depan
Mabes Polri berkaitan dengan isu penetapan Wakil Walikota Bima yang dinilai
mereka cacat prosedural.
“Senin, Insha Alloh, kami juga akan mendatangi Komisi
III DPR RI dan isntitusi lainnya seperti Kompolnas, Komnas HAM dan Kejagung RI untuk
mengadukan persoalan ini,” cetus Mubaddin, Sabtu 28 November 2020.
Menurut Forkobi
Jakarta, menyangkut penetapan Pak Feri Sofiyan/Wawali Kota Bima karena diduga
melanggar Pasal 109 UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH merupakan tindakan yang
cacat secara hukum bila di jerat dengan UU PPLH.
Diungkapkannya, mengikuti
informasi yang berkembang bahwa FS
diduga
belum mengantongi izin usaha atas pembangunan jetty atau apapun namanya diluar
kawasan miliknya pribadi.
Sehingga dianggap melanggar Pasal 109, UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH
yang menyatakan "setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud pasal 36 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda
paling sedikit 1 Milyar dan paling banyak 3 Milyar.
Forkobi menyatakan
bahwa Dermaga yang
dibangun oleh Wawali itu bukan merupakan tempat usaha yang memerlukan adanya
izin usaha. Tetapi jika betul bahwa yang dibangun itu merupakan tempat usaha, maka memang kewajiban
lain yang mesti dipenuhi dan harus ada yaitu izin lingkungan yang diterbitkan
boleh pejabat berwenang. Izin lingkungan sendiri adalah izin yang diberikan
kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal
atau UPL/UKL dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk
memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
Pejabat
pemberi izin usaha dan atau kegiatan yang menerbitkan usaha dan/atau kegiatan
tanpa dilengkapi izin lingkungan. Juga dapat kenai sanksi berdasarkan Pasal 111 ayat (1) UU PPLH
dengan ancaman pidana dan denda yang sama dengan setiap orang yang tidak mengantongi
izin usaha/atau kegiatan.
Jadi,
pemenuhan atas izin-izin itu, menurut
Forkobi, merupakan hal yang mesti ada, manakala
seseorang hendak melakukan kegiatan khususnya membuka usaha berkaitan dengan
lingkungan hidup. Pentingnya izin-izin itu tentu dimaksudkan dalam kerangka
dapat diawasinya potensi terganggunya baku mutu gangguan dan baku mutu
lingkungan, sebagai akibat dari usaha/kegiatan yang dilakukan.
“Pertanyaan kami bersama
adalah Apakah
telah ada baku mutu gangguan dan baku mutu lingkungan sebagai akibat dari usaha
yang dibangun oleh Wawali Bima?. Sejauh
ini bahwa belum ada akibat yang ditimbulkan oleh adanya usaha itu, kami berpendapat bahwa FS belum dapat di
tersangka-kan dengan delik materiil dari UU PPLH,” tegas Fiqri.
Lalu
pengenaan Pasal 109 sebagai delik formiil yang kepada yang bersangkutan?. Forkobi pun berpandangan pengenaan Psl 109 UU No. 32 Tahun 2009 tentang
PPLH kepada FS dinilainya masih
terlalu prematur mengingat dokumen perizinannya yang terkait dengan usaha/kegiatannya
itu masih on process dan belum ada jawaban resmi akan kepastian bahwa pengajuan
izin dimaksud diterima atau ditolak, sehingga Wawali Bima dalam konteks itu
tidak dapat dikatakan telah melanggar Psl 109 UU PPLH.
“Patut disayangkan kasus
ini kemudian naik hingga penetapan tersangka sementara antara Kepolisian dalam
hal ini Kapolres Bima dengan Fery Sofyan (Wawali Bima) sama-sama merupakan
unsur pimpinan Muspida yang seyogyanya mampu berkomunikasi baik terhadap
kendala administrasi terkait usaha dan/atau kegiatannya Wawali Bima yg diduga
belum mengantongi izin usaha,”
cetusnya.
Wawali
Bima menurut Forkobi hanya dapat di
kenai sanksi administratif sesuai dengan UU mengenai diperolehnya izin
mendirikan bangunan gedung sesuai dengan (Pasal 115 ayat [1] PP 36/2005).
Selain
sanksi administratif, pemilik bangunan juga dapat dikenakan sanksi berupa denda
paling banyak 10% dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun (Pasal 45
ayat [2] UUBG).
“Mengingat UU omnibus
law telah disahkan, dalam UU ciptaker dipermudahkan juga Masalah perijinan, dan
sudah berlaku Secara otomatis menggantikan UU yang lama, maka dalam pasal 1
ayat 2 KUHP merumuskan, Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah
perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling
menguntungkannya,” pungkasnya. (red*)