Rapat
Paripurna DPRD Provinsi NTB yang digelar pada Senin 07 Desember 2020 lalu berhasil
membentuk dan menetapkan Tujuh (7) Panitia Khusus (Pansus) yang bertugas untuk
melakukan pembahasan dan pengkajian Tujuh (7) buah Rancangan Peraturan Daerah
(Raperda) baik Raperda atas prakarsa Lembaga Dewan maupun Raperda atas usulan
pihak Eksekutif.
Tujuh
(7) Pansus tersebut yakni Pansus I yang bertugas membahas dan mengkaji Raperda
tentang Pendidikan Pesantren dan Madrasah diketuai oleh DR TGH Hasmi Hamzar,
SH., MH., (Duta PPP), dengan delapan orang anggota. Pansus II bertugas membahas
dan mengkaji Raperda tentang Penggunaan Jalan untuk Kegiatan Kemasyarakatan,
diketuai oleh H Achmad Fu’addi, FT., SE., (Duta Golkar) dengan delapan orang
anggota.
Pansus
III bertugas untuk membahas dan mengkaji Raperda tentang Perubahan Atas Perda
Nomor 04 Tahun 2006 tentang Usaha Budidaya Kemitraan Perkebunan Tembakau
Virginia di NTB, diketuai oleh Lalu Satriawandi, ST., (Duta Golkar) dengan 10
anggota. Pansus IV bertugas membahas dan mengkaji Raperda tentang Pengakuan dan
Perlindungan terhadap Kesatuan-kesatuan Masyarakat Adat, diketuai oleh H Patompo
Adnan, Lc., MH., (Duta PKS) dengan 8 orang anggota.
Pansus
V bertugas membahas dan mengkaji Raperda tentang Perkawinan Anak, diketuai
Akhdiansyah, SHi., (Duta PKB), dengan 6 orang anggota. Pansus VI bertugas
membahas dan mengkaji Raperda tentang Penyelenggaraan Desa Wisata, diketuai
oleh Lalu Hadrian Irfani, ST., (Duta PKB) dengan sebelas anggota lainnya. Dan
Pansus VII bertugas membahas dan mengkaji Raperda tentang Rencana Pembangunan Industri
NTB 2020-2040, diketuai oleh Nauvar F Farinduan, SH.,MBA (Duta Gerindra) dengan
9 anggota.
Rapat
Paripurna DPRD NTB yang dihadiri langsung oleh Ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie
Rupaeda, SH., MH., Wakil Ketua DPRD NTB, H Mori Hanafi, dan Wakil Ketua DPRD
NTB, H Muzihir., sebelumnya juga mengagendakan penyampaian pendapat Gubernur
NTB terhadap enam (6) buah Raperda Prakarsa DPRD NTB serta Pemandangan Umum
(PU) Fraksi-fraksi terhadap satu (1) buah Raperda Prakarsa Gubernur yakni
tentang Rencana Pembangunan Industri Provinsi NTB Tahun 2020-2040.
“Untuk
itu, eksekutif menyambut baik dan memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya
kepada DPRD NTB yang telah memprakarsai pembentukan Enam Raperda ini sebagai
bentuk perhatiannya untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan pembangunan dan
kesejahteraan masyarakat di NTB,” kata Sekda NTB mewakili pendapat Gubernur
NTB, Senin 07 Desember 2020.
Gubernur
NTB sendiri mengemukakan sejumlah pendapatnya berkaitan dengan Raperda yang
diusulkan tersebut. Seperti Raperda tentang Penggunaan Jalan untuk Kegiatan
Kemasyarakatan, menurutnya, penggunaan jalan
provinsi untuk penyelenggaraan kegiatan diluar fungsinya selain untuk lalu
lintas terhadap kegiatan kemasyarakatan, baik kegiatan yang berkaitan dengan
adat istiadat, budaya, kegiatan keagamaan, dan/atau kegiatan yang bersifat
pribadi, harus dilaksanakan secara tertib dan bertanggung jawab untuk menjamin
kepentingan umum dalam rangka terwujudnya keamanan, keselamatan, ketertiban,
dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan.
Begitu
pun yang berkaitan dengan Raperda tentang Penyelenggaraan
Desa Wisata, dalam rangka mengembangkan potensi yang ada di desa, menurut Gubernur
NTB, peran pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam percepatan pembangunan desa
dan peningkatan kesejahteran masyarakat tidak sepenuhnya diserahkan kepada
desa, tetapi peran pemerintah dan pemerintah daerah tetap harus terus dilakukan.
“Salah satu yang
dapat dikembangkan oleh pemerintah daerah untuk desa adalah pembangunan di
bidang kepariwistaan. Pembangunan kepariwisataan sebagai bagian dari
pembangunan bidang ekonomi, membawa beberapa dampak bagi pemerintah daerah dan masyarakat.
Dukungan terhadap pembangunan desa tidak hanya dilakukan melalui alokasi dana
desa dari anggaran pendapatan belanja negara, tetapi desa juga melalui
perencanaan pembangunan dari berbagai sektor dan bidang sesuai dengan kondisi
dapat menggali sumber dana berdasarkan potensi yang dimiliki dan yang dapat
dikembangkan oleh desa, salah satunya adalah perencanaan pembangunan desa
melalui penetapan desa wisata,” cetusnya.
Menyangkut
Raperda tentang Perkawinan Anak, Gubernur melalui Sekda juga memberikan penekanan
berkaitan dengan pencegahan perkawinan pada usia
anak, hal ini didasari pada ketentuan pasal 1 angka 1 undang-undang
perlindungan anak, bahwa yang dimaksud usia anak dalam ketentuan ini adalah
usia sebelum 18 tahun.
“Selanjutnya,
secara lebih tegas berdasarkan ketentuan pasal 7 ayat (1) undang-undang nomor 1
tahun 1974 tentang perkawinan, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 16 tahun 2019
tentang perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan,
bahwa batas usia minimal perkawinan untuk pria dan wanita adalah berumur 19
tahun. Dengan demikian, ketentuan syarat umur untuk melangsungkan perkawinan adalah apabila pria dan wanita telah
mencapai usia 19 tahun,” tegasnya.
Gubernur juga memberikan pendapatnya berkaitan dengan Raperda tentang Perubahan Atas Perda Nomor 04 Tahun
2006 tentang Usaha Budidaya Kemitraan Perkebunan Tembakau Virginia.
Dikatakannya, sebagaimana diketahui bersama, Provinsi
NTB merupakan salah satu daerah penghasil tembakau virginia yang turut memberikan
kontribusi bagi pabrik rokok di indonesia. Namun Perda NTB Nomor 4 tahun 2006, tentang usaha budidaya dan kemitraan perkebunan tembakau virginia di NTB
belum memberikan rasa keadilan kepada petani tembakau, sehingga harus dilakukan
perubahan.
Demikian halnya dengan bidang pendidikan, lanjutnya, dimana pendidikan pesantren sebagai bagian
dari penyelenggaraan pendidikan nasional ditujukan untuk individu santri
diberbagai bidang yang memahami dan mengamalkan nilai ajaran agamanya dan/atau
menjadi ahli ilmu agama yang beriman, bertaqwa,
berakhlak mulia, berilmu, mandiri, tolong-menolong, seimbang,
dan moderat.
Pendidikan pesantren diselenggarakan pada jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal, meliputi jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi sesuai dengan kekhasan, tradisi, dan kurikulum yang dikembangkan oleh masing-masing pesantren dengan berbasis kitab kuning atau dirasah islamiyah dengan pola pendidikan muallimin.
Provinsi NTB merupakan daerah dengan penduduk mayoritas agama islam yang memiliki cukup banyak pesantren dan madrasah yang menyelenggarakan satuan atau program pendidikan berbasis masyakarat sesuai dengan kekhasan agama islam dan/atau kekhasan pesantren.
Keberadaan pendidikan keagamaan berbasis masyarakat menjadi sangat penting dalam upaya pembangunan masyarakat belajar untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. dalam kenyataan, terdapat kesenjangan sumber daya yang besar antar satuan pendidikan keagamaan.
Sebagai komponen sistem pendidikan nasional, pendidikan pesantren dan madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat perlu diberi kesempatan untuk berkembang, dibina dan ditingkatkan mutunya oleh semua komponen bangsa, termasuk pemerintah dan pemerintah daerah.
Atas dasar tersebut, diperlukan
landasan hukum yang kuat dan menyeluruh dalam penyelenggaraan pendidikan
pesantren dan madrasah. pesantren merupakan pendidikan berbasis
masyarakat yang diselenggarakan oleh masyarakat muslim sebagai perwujudan pendidikan dari,
oleh, dan untuk masyarakat dalam upaya untuk meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia generasi
muslim yang memiliki
kekhasan yang telah mengakar serta hidup dan berkembang di tengah masyarakat.