Mataram, Garda Asakota.-
Anggota DPRD NTB dari Fraksi Partai Gerindra, Sudirsah Sujanto,
mengaku kecewa atas sikap Pemerintah dan Jaksa Pengacara Negara (JPN) yang disinyalir tidak melaksanakan rekomendasi Lembaga DPRD
NTB untuk melakukan pemutusan kontrak dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI).
“Rekomendasi DPRD NTB untuk meminta pemutusan kontrak pemerintah
dengan PT GTI itu sudah final. Dan kami juga atas aspirasi sejumlah tokoh
masyarakat Gili Trawangan meminta agar Lembaga Dewan dapat melakukan hearing
kembali dengan pihak Pemerintah dan JPN terkait dengan sikap pemerintah
terhadap PT GTI ini,” tegas Sudirsah kepada sejumlah wartawan pada Kamis, 11
Februari 2021, diruangan Komisi IV DPRD NTB.
Politisi Gerindra yang berasal dari Dapil Lombok Utara dan Lombok
Barat ini mengaku heran dengan sikap atau rekomendasi dari JPN yang menghendaki
adanya addendum atas kontrak pemerintah dengan pihak PT GTI.
“Padahal rekomendasi Lembaga Dewan itu final yakni cabut Kontrak Pemerintah
dengan PT GTI. Memperpanjang izin PT GTI sama halnya dengan kita ingin
menelantarkan kembali tanah tersebut,” cetus Sudirsah.
Pihaknya menduga ada dugaan pengalihan isu dalam rekomendasi JPN
yang ingin melakukan addendum kontrak Pemerintah dengan PT GTI. Apalagi dengan
dimunculkannya isu lain yang berkaitan dengan penarikan pajak hotel dan
restoran serta pajak hiburan dilahan PT GTI yang diduga dilakukan oleh 89
pengusaha ke Pemda KLU.
“Tidak ada yang membantah Pemda KLU menarik pajak dilahan PT GTI.
Banyak yang sudah mengingatkan soal itu, namun Pemda KLU punya legal standing
soal penarikan pajak itu yakni didasari pada UU 28 Tahun 2009 bahwa pajak
hotel, restoran, pajak hiburan itu merupakan ranah Kabupaten dan atau Kota.
Soal masuk atau tidak masuknya PAD dari pajak tersebut ke Kas Daerah, perlu
memang ditelusuri karena bisa jadi ada oknum yang bermain,” tegas pria yang
merupakan anggota Komisi IV DPRD NTB ini.
Pihaknya menyesalkan adanya framing yang seolah-olah menuding
Pemda KLU diduga menarik pajak dilahan PT GTI secara illegal. “Jangan sampai
diframing untuk mengaburkan akar persoalan dengan mengganti isu Pemda KLU menarik
pajak secara ilegal disana. Itu tidak benar, karena kalau ada aktivitas
komersil meski itu lahan PT GTI akan tetapi berada pada wilayah Kabupaten dan
atau Kota, tetap pajak hotel dan restauran atau pajak hiburannya ditarik oleh
Pemda Kabupaten atau Kota sesuai amanat UU,” tegasnya lagi.
Akar pokok dari persoalan yang terjadi di areal Pemerintah seluas
65 Hektar itu, lanjut Sudirsah, adalah adanya dugaan pelanggaran pasal-pasal
kontrak antara PT GTI dengan Pemerintah yang berlangsung selama bertahun-tahun.
“Itu yang menjadi akar permasalahannya. Pemerintah semestinya
harus bersikap tegas dan berani mencabut
izin PT GTI sebagaimana rekomendasi Lembaga DPRD NTB. Bukan malah
membuat alibi-alibi yang aneh yang kemudian mengecoh pandangan presisi publik.
Soal adanya dugaan pungli, dugaan penyelewengan wewenang dan dugaan lainnya
tetap harus menjadi perhatian tapi setelah pemerintah berani bersikap tegas
mencabut izin PT GTI,” pungkas Sudirsah.
Sebagaimana diberitakan antaranews.com pada Kamis 04 Februari 2021
lalu, pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB melalui JPN merekomendasikan
perubahan kontrak kerja produksi kerjasama pengelolaan asset oleh PT GTI
terkait pemanfaatan lahan seluas 65 hektar di Gili Trawangan.
Selain merekomendasikan perubahan kontrak kerjasama produksi,
pihak Kejati NTB juga menyoal soal adanya setoran pajak dari 89 pengusaha yang
ada dilahan PT GTI ke Pemda KLU dimana per tahunnya mencapai angka sebesar Rp54
Milyar.
Setoran pajak tersebut menurut JPN tidak didasari dengan itikad
yang baik karena usaha yang dijalankan oleh para pengusaha tersebut diduga
illegal karena tidak mengantongi prasyarat izin berusaha seperti izin
mendirikan bangunan (IMB).
Konsekuensinya, menurut JPN, kegiatan usaha yang saat ini berdiri
dikawasan PT GTI harus dikeluarkan. Para pengusaha ini harus siap-siap angkat
kaki apabila nanti kontrak kerjasama produksi dilakukan addendum.
Sementara pada tataran penegakan hukumnya, pihak JPN masih melakukan perumusan apakah akan dilakukan langkah administratif atau langkah pemidanaan. (GA. Im*)