Kabupaten Bima, Garda Asakota.-
Keterbukaan informasi di era sekarang bukan lagi sesuatu yang harus ditutupi-tutupi ke publik. Lembaga atau badan publik wajib membuka informasi seluas-luasnya kepada masyarakat. Karena sesuai ketentuan ada hak publik untuk tahu yang harus dipenuhi oleh lembaga penyelenggara negara. Sehingga sesungguhnya lembaga yang tidak informatif itu tidak keren.
Demikian disampaikan Anggota KPU Provinsi NTB, Agus Hilman saat menjadi narasumber dalam kegiatan Webinar PPID yang digelar KPU Kabupaten Bima secara virtual via zoom, Kamis (10/6) pagi.
Agus Hilman memaparkan, jika di flashback ke belakang bahwa keterbukaan informasi publik dulunya bagi sebagian lembaga itu masih tabu. Misalnya pada abad 18 ketika masih menguatnya sistem monarki. Informasi publik adalah sesuatu yang langka. Masih menjadi kepentingan pribadi dan lingkaran kekuasan monarki atau kerajaan pada saat itu.
Rakyat ketika menurutnya, masih sebagai obyek sehingga publik dianggap tidak penting. Bahkan informasi-informasi yang disebarkan lebih mendukung kepentingan kekuasaan. Tetapi kemudian, mulai muncul dan menguat pada Abad 20-an, ditandai dengan terbentuknya Nation State atau Negara Bangsa.
Hal ini kemudian mengubah paradigma rakyat yang semula sebagai obyek menjadi subyek. Karena akhirnya memunculkan gagasan demokrasi dan muncul istilah kepentingan publik. Informasi akhirnya tidak lagi menjadi milik privat tetapi menjadi milik publik.
Namun meski begitu, keterbukaan informasi belum sepenuhnya bisa diakses seperti sekarang ini. Di mana misalnya ketika zaman orde lama dan orde baru akses informasi itu masih sulit sekali dinikmati sekalipun sudah berdiri sebuah bangsa dan demokrasi sudah diterapkan.
Kemudian reformasi bergulir, sebagai awal terbukanya kran dan pandora ketertutupan informasi saat itu. Pasca reformasi pada Tahun 2008 akhirnya lahir undang-undang yang secara khusus mengatur Keterbukaan Informasi Publik yaitu UU 14 Tahun 2008.
“Kemudahan akses informasi memaksa badan publik untuk terbuka dan menjadi kewajiban yang harus disampaikan ke publik. Akses informasi publik harus dipenuhi,” urai Ketua Divisi SDM, Parmas dan Sosdiklih KPU Provinsi NTB ini.
Untuk itu diingatkannya, lebih khusus bagi KPU sebagai lembaga penyelenggara negara yang menganut asas keterbukaan. Dimana nanti, ketika tidak terbuka sebagai badan publik, KPU maupun Bawaslu, tidak hanya dilaporkan ke Komisi Informasi atau dipidanakan, tetapi bisa dikenakan (sanksi) etis menggunakan pendekatan etika.
“Jadi sekarang itu, keterbukaan menjadi sesuatu yang wajib, bukan hanya di Indonesia tetapi di dunia. Ini bisa kita lihat dari spirit mulai munculnya kesadaran tentang pentingnya informasi publik dengan dideklarasikannya Hari Hak Untuk Tahu,” paparnya.
Tangkapan layar saat Ketua Komisi Informasi NTB, Suaeb Qury, SHI memaparkan materi pada Webinar PPID, Kamis (10/6). |
Sementara itu, Ketua Komisi Informasi Provinsi NTB, Suaeb Qury menyebut bahwa Komisi Informasi NTB selama tiga tahun terakhir secara rutin melaksanakan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap lembaga atau badan publik penyelenggara negara.
Hasil dari Monev Tahun 2020 bebernya, diketahui dari 46 OPD maupun instansi di Provinsi NTB ternyata baru 16 instansi yang masuk kategori informatif, 15 OPD menuju informatif, sisanya cukup informatif dan tidak informatif.
“Ini menjadi satu pembelajaran, kok badan publik masih saja belum ada itikad atau good will untuk membenahi diri memberikan layanan informasi ke publik,” ujarnya.
Padahal menurut Suaeb, semua bisa mengakses bagaimana tata cara menyampaikan informasi, baik itu lembaga negara di birokrasi pemerintahan termasuk KPU. Sehingga tidak ada istilah tidak membuka informasi ke publik.
Dirinya juga menyiinggung, Komisi Informasi NTB saat ini juga sedang menggagas program yang akan segera diluncurkan yaitu Gembira Berinformasi. Tujuan program ini, untuk mengajak semua elemen masyarakat, organisasi masyarakat, mahasiswa dan sebagainya agar bersama membangun kesadaran berinformasi.
Informasi yang disajikan prinsipnya kata dia, harus cepat, mudah dan berbiaya murah. Hal itu hanya bisa dilakukan dengan kreatif dan inovatif mengemasnya. Salah satunya melalui media sosial. Hal ini juga nantinya akan menjadi salah satu indikator yang dinilai Komisi Informasi kalau melakukan monev.
“Beberapa kendala saat ini yang dihadapi instansi sehingga kurang informatif yaitu karena pasif dan tidak inovatif dalam menyajikan informasi ke publik,” tuturnya.
Webinar PPID virtual ini dibuka oleh Ketua KPU Kabupaten Bima, Imran dan dipandu Ketua Divisi SDM, Parmas dan Sosdiklih KPU Kabupaten Bima, Ady Supriadin. Sedangkan peserta melibatkan stakeholder lingkup Kota dan Kabupaten Bima. Diantaranya, Bawaslu, Dinas Dukcapil, Polres Bima Kota, KPU Kota Bima.
Webinar yang mengangkat tema Literasi Digital Kepemiluan dan Implementasi Keterbukaan Informasi Publik ini disiarkan juga melalui live streaming Youtube dan Facebook KPU Kabupaten Bima sehingga bisa diikuti oleh masyarakat umum. (GA. 212*)