Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Golkar, Ir Hj Sari Yuliati, MT. |
Jakarta, Garda Asakota.-
Berkaca dari kasus sumbangan Akidi Tio, ke depan pejabat yang akan menerima bantuan hendaknya lebih bersikap hati-hati. Kalau ada pihak yang mau menyumbang, harus jelas, sumbernya dari mana dan bagaimana sumbangan tersebut akan disampaikan.
Hal itu disampaikan Sari Yuliati, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Golkar menanggapi heboh sumbangan Rp 2 triliun dari keluarga almarhum pengusaha Akidi Tio yang diserahkan kepada Kapolda Sumatera Selatan Irjen Eko Indra Heri.
“Untuk sumbangan dengan nilai yang amat fantastis seperti itu, Kapolda juga bisa meminta bantuan PPATK untuk melacak dana tersebut sebelum mengumumkannya ke publik,” jelasnya.
Bantuan tersebut diserahkan langsung oleh Prof dr Hardi Darmawan yang merupakan dokter keluarga almarhum Akidi di Mapolda Sumatera Selatan, Senin (26/7/2021).
Menurut Hardi, bantuan dimaksudkan untuk membantu penanganan Covid-19 di Sumsel. Saat menerima bantuan secara simbolis, Kapolda Sumsel didamping Gubernur Sumsel Herman Deru dan Dandrem Garuda Dempo (Gapo) Brigjen TNI Jauhari Agus beserta sejumah tokoh agama.
Saat itu Kapolda juga mengungkapkan, dia mengenal almarhum saat bertugas di Aceh. Almarhum Akidi saat itu memang merupakan pengusaha Langsa Aceh Timur, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Sari menyayangkan, Polda Sumsel yang langsung mengumumkan rencana sumbangan itu tanpa mengecek kebenarannya. Sebab, katanya, “Sikap kehati-hatian seperti itu seharusnya melekat pada institusi Polri yang terbiasa melakukan cek dan ricek, konfirmasi serta verifikasi dalam menangani suatu perkara.” Ujar Sari.
Belakangan ternyata uang tersebut tak juga cair. Setelah didesak, putri almarhum Akidi mengungkapkan, uang tersebut ada di sebuah bank di Singapura. Hingga saat ini Polda Sumsel masih menyelidiki misteri keberadaan uang tersebut.
Karena itu, Sari mengingatkan, kehati-hatian sangat diperlukan agar tidak muncul kegaduhan yang tidak perlu. Akibat kehati-hatian tersebut, kini Kapolda malah yang menjad sorotan berbagai pihak.
“Apalagi, pihak penyumbang sudah meninggal tahun 2009. Dari fakta itu mestinya polisi bertanya, mengapa sumbangan baru disampaikan 11 tahun setelah pemilik uang meninggal?” tutup Sari. (**)