Jajaran Pengurus DPP APPMI |
Mataram, Garda Asakota.-
Para pengusaha Kelapa Sawit Malaysia, mendesak para pengusaha pekerja migran Indonesia agar segera mengirim ribuan pekerja migran yang berasal dari Indonesia untuk bekerja di areal kelapa sawit milik mereka.
Desakan para pengusaha kelapa sawit Malaysia ini disampaikan oleh Ketua Umum (Ketum) DPP Asosiasi Pengusaha Pekerja Migran Indonesia (APPMI), H Muazzim Akbar, kepada wartawan, Jum'at 06 Agustus 2021, di Sekretariat DPP APPMI, Kota Mataram.
"Desakan agar Pemerintah Indonesia agar dapat segera membuka kembali pengiriman PMI ke Malaysia ini, disampaikan oleh para pengusaha Malaysia ini, kemarin, saat rapat via daring bersama Pengurus DPP APPMI. Saat sekarang ini, para pengusaha kelapa sawit Malaysia sangat membutuhkan PMI asal Indonesia untuk bekerja diareal ladang kelapa sawit mereka," kata pria yang juga merupakan Ketua DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Provinsi NTB ini.
Menindaklanjuti desakan dari para pengusaha Malaysia ini, Ketum DPP APPMI ini mengatakan telah menindaklanjuti desakan para pengusaha Malaysia ini dengan mengajukan Surat Kepada Kementerian Tenaga Kerja melalui Dinas Tenaga Kerja Provinsi NTB, yang menyampaikan bahwa ada sekitar 4000 PMI yang berasal dari Lombok, (PMI yang akan bekerja di areal ladang Kelapa Sawit, red.), yang sudah mendapatkan visa kerja dari Pemerintah Malaysia dan kini tidak bisa diberangkatkan ke Malaysia.
"Dan list atau daftar nama PMI ini sudah kami sampaikan juga kepada Kementerian Tenaga Kerja melalui Disnaker Provinsi NTB. 4000 PMI yang sudah mengantongi visa pekerja dari Pemerintah Malaysia ini sudah didesak oleh para pengusaha kelapa sawit Malaysia ini agar dapat segera dikirim ke Malaysia," terang Muazzim Akbar.
Atas desakan dari para user yang berada di Malaysia ini, DPP APPMI, secara tegas meminta kepada Pemerintah Indonesia dapat segera membuka ruang pengiriman ribuan PMI pekerja ladang kelapa sawit Malaysia ini agar dapat segera diberangkatkan.
"Tentu kami, DPP APPMI, siap memberangkatkan PMI ini dengan mengikuti mekanisme protokol kesehatan (Prokes) baik yang diatur oleh Pemerintah Indonesia maupun mekanisme Prokes penerimaan PMI yang diatur oleh Pemerintah Malaysia," tegas Muazzim yang turut didampingi oleh sejumlah pengurus DPP APPMI.
Ditengah kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia saat sekarang ini akibat wabah pandemi Covid19, menurutnya, pengiriman PMI menjadi salah satu solusi dalam mengatasi munculnya ribuan pengangguran di daerah.
"Ketika pengiriman PMI ini dihentikan sejak Maret 2020. Maka telah terjadi penumpukan pengangguran didaerah yang tentu akan menyulitkan daerah itu sendiri," cetusnya.
Sekjen DPP APPMI, Tamam, mengungkapkan sektor usaha yang paling berdampak terhadap munculnya wabah Covid-19 di Malaysia adalah pada sektor non formal seperti pembantu rumah tangga dan pada sektor industri dimana banyak pabrik yang tidak lagi beroperasi.
"Sementara pada sektor formal yang membutuhkan tenaga kerja seperti pekerja ladang kelapa sawit ini tetap beroperasi dan sangat membutuhkan PMI. Hal inilah yang membuat para pengusaha Kelapa Sawit di Malaysia itu berteriak dan mendesak Pengusaha Pekerja Migran ini agar dapat segera mengirimkan pekerja migran untuk dapat bekerja pada sektor ini," kata Tamam.
Akibat dari kurangnya tenaga kerja di sektor formal atau sektor pekerja ladang kelapa sawit ini, pengusaha Malaysia, menurut Tamam, mengalami kerugian yang cukup besar yakni sekitar 4 juta ringgit per hari (Sekitar Rp12 Milyar per hari, red.). Hal inilah yang menyebabkan para pengusaha kelapa sawit yang ada di Malaysia mendesak para pengusaha pekerja migran yang ada di Indonesia ini untuk segera mengirimkan pekerja migran ini.
"Para pengusaha Malaysia ini juga sudah mempersiapkan mekanisme dan rancangan penyambutan PMI yang mengikuti Prokes ketat. Begitu pun prokes ketat pada saat pengirimannya. Sehingga inilah yang menyebabkan kami dari APPMI ini mendesak Pemerintah Indonesia melalui Disnaker Provinsi NTB agar kembali membuka diskusi dengan Pemerintah Malaysia terkait pengiriman 4000 PMI asal Lombok ini yang akan bekerja pada sektor ladang kelapa sawit di Malaysia agar dapat segera diberangkatkan," ujar Tamam.
Berdasarkan informasi, para pekerja migran yang bekerja di sektor ladang ini mendapatkan gaji pokok per bulannya sekitar Rp4 juta dan bisa meraup penghasilan per bulannya sekitar Rp10 juta. Semenjak dihentikannya pengiriman PMI ke Malaysia ini, dampak ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat yang bekerja di sektor ini sangat dirasakan. Inilah yang menyebabkan DPP APPMI ini bersuara lantang agar Pemerintah Indonesia dapat mencabut kembali Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 151 Tahun 2020 tentang penghentian pengiriman PMI pada sektor formal ke Malaysia.
"Disatu sisi para pengusaha Malaysia sangat membutuhkan PMI ini bahkan siap nenerapkan prokes Covid-19 secara ketat pada saat penyambutan PMI di Malaysia. Begitu pun pada saat pengirimannya, pengusaha pekerja migran yang bertugas mengirim PMI ini juga siap mengikuti mekanisme prokes Covid-19 yang ditetapkan oleh Pemerintah. Oleh karenanya sebagai salah satu upaya mengatasi kesulitan ekonomi masyarakat kita, maka alangkah baiknya Pemerintah membuka kembali ruang pengiriman ini dan segera mencabut Kepmen 151 Tahun 2020 ini," pungkas Tamam. (GA. Im*)