Suasana sidang kasus tracking mangrove di PN Raba Bima, Rabu (27/10). |
Kota Bima, Garda Asakota.-
Sidang kasus tracking mangrove di PN Raba Bima, Rabu (26/10) memasuki tahapan pembacaan pledoi alias nota pembelaan dari pemrakarsa, Feri Sofian oleh Tim Penasehat Hukum (PH). Sidang berlangsung di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Bima.
Pantauan langsung sejumlah wartawan, sidang yang dipimpin Majelis Hakim (MH) Y Erstannto W, Frans Kornelisen dan Horas El Cairo Purba, memulai sidang sekitar pukul 10.00 wita di ruang sidang utama Pengadilan Negeri setempat.
Di hadapan Majelis Hakim (MH) dan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin Kasi Pidum Ibrahim, Tim PH Feri Sofian, SH, membacakan nota pledoi atau pembelaan atas sejumlah poin tuntutan JPU sebagaimana dibacakan dihadapan MH pada Kamis pekan kemarin.
Nota pembelaan yang dibacakan silih berganti Tim PH Feri Sofian, Al Imran, SH, dan kawan-kawan, diantaranya berisikan, bahwa tuntutan JPU pada terdakwa atau pemrakarsa pembangunan tracking mangrove di Bonto, dengan tuntutan 1 tahun penjara dengan masa percobaan 1 tahun, subsider 3 bulan, dengan denda Rp 1 milyar, adalah berlebihan dan tidak berdasar dengan menyebutkan fakta persidangan.
JPU dengan mendasari tuntutan pada Pasal 109 UU 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup sudah dihapus dan tidak bisa digunakan lagi adalah sangat keliru dan tidak berdasar pula.
Tuntutan JPU tersebut nilai Tim PH, keliru dan tidak cermat serta bertentangan dengan asas hukum yang berlaku seperti asas lex posterior derogat legi priori," atau Asas Hukum Positif.
Pihaknya melihat, tuntutan yang diajukan jaksa ini terlalu dipaksakan mengingat pasal yang digunakan untuk menuntut terdakwa adalah pasal yang sudah tidak berlaku lagi, atau dinyatakan telah dihapus.
"Pasal 109 Jo 36 UU 32/2009 untuk menjerat klien kami ini sudah dihapus dan dinyatakan tidak berlaku semestinya Jaksa tidak boleh memaksakan kehendaknya karena ini bertentangan dengan asas hukum positif, karena pada dasarnya untuk melakukan penuntutan harus menggunakan norma yang masih berlaku," baca Tim PH.
Sangkaan pada diri terdakwa, oleh JPU berlebihan. JPU harus membuktikannya, apalagi tidak ada satu pasal-pun pada undang-undang Lingkungan Hidup, pun tidak ada satupun saksi yang diajukan JPU yang bisa membuktikan, bahwa terdakwa melakukan usaha apalagi yang berdampak pada lingkungan hidup.
Malah terdakwa telah secara ikhlas dan mulia membangun Tracking Mangrove untuk wisata keluarga dan masyarakat umum dengan maksud dan tujuan agara tumbuh ekonomi baru serta tumbuh pula spot pariwisata disepanjang Bonto Kolo, lebih-lebih kawasan wisata teluk Bima.
Terpantau pula, Tim PH mengurai nota pembelaan dari berbagai sisi dan latar belakang, baik isi tuntutan JPU yang tidak berdasar hingga isi kesaksian baik ahli maupun saksi fakta dan lain sebagainya.
Setelah membacakan seluruh isi nota pembelaan setebal 126 halaman itu, Tim PH Feri Sofian berkesimpulan dan memohon pada MH agar menerapkan ketentuan dan aturan yang menguntungkan terdakwa.
Diujung nota pembelaannya, Tim PH Feri Sofian memohon pula pula MH agar surat tuntutan JPU dikesampingkan, terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum serta mengembalikan harkat, martabat serta harga diri pribadi dan kehormatan keluarganya yang selama kasus ini berjalan didzolimi. (GA. 212*)