![]() |
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), H Iswandi. |
Mataram, Garda Asakota.-
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), H Iswandi, menegaskan bahwa Instruksi
Gubernur NTB tentang Stunting itu telah dicabut.
“Instruksi Gubernur tentang stunting itu dicabut. Percepatan
penurunan stunting Provinsi NTB melalui pembentukan orang tua asuh yang
diinisiasi oleh TPPS Provinsi NTB yang akan dilaksanakan dalam bemtuk Gerakan
Masyarakat tidak memerlukan dasar hukum dalam bentuk Instruksi Gubernur.
Melainkan cukup dengan imbauan saja,” kata Iswandi saat menggelar konferensi
pers di kantornya Rabu 28 September 2022.
Oleh karena itu, lanjutnya, mulai Rabu 28 September 2022, Instruksi
Gubernur NTB Nomor 050.13/01/KUM/2022 tentang Optimalisasi Posyandu Keluarga Dalam
Upaya Penurunan Stunting di Provinsi NTB dinyatakan dicabut dan tidak berlaku
lagi.
“Gerakan orang tua asuh itu belum berjalan dan tidak ada
pemotongan gaji maupun TPP PNS,” tegasnya.
Upaya percepatan penurunan stunting, kata Iswandi, akan
terus digalakkan dengan inovasi-inovasi yang tidak memunculkan resistensi dari
kelompok masyarakat manapun.
“Karena ini sudah menjadi komitmen Pemerintah Provinsi NTB
untuk menurunkan angka stunting mencapai angka 14% pada tahun 2024 sesuai
target nasional,” ujarnya.
Saat ditanya wartawan terkait alasan pencabutannya, Iswandi
mengaku gerakan orang tua asuh untuk menurunkan stunting itu dirasa cukup
dengan mengeluarkan imbauan saja.
“Imbauannya tidak hanya pada ASN saja, akan tetapi ditujukan
juga kepada seluruh masyarakat atau kepada siapa saja yang peduli,” ujar
Iswandi.
Pihaknya mengaku pencabutan instruksi tersebut tidak
berkaitan dengan adanya isu penolakan dari kalangan ASN yang merasa akan
terbebani dengan pengenaan pemotongan TPP mereka sebesar Rp500 ribu.
“Saya belum check adanya penolakan karena memang ini baru
tahapan persiapan. Jadi belum ada pelaksanaannya. Dan sebenarnya dalam
Instruksi yang sudah dicabut itu tidak ada klausul yang mewajibkan PNS itu untuk
menyumbang dengan angka sekian. Itu tidak ada,” tegasnya.
Dalam klausul instruksi yang dcabut itu, lanjutnya, diatur bahwa
setiap anak bayi stunting itu diharapkan mendapatkan bantuan senilai Rp500 ribu
per anak dalam satu bulan.
“Jadi tidak ada klausul yang menyebut tentang kewajiban PNS.
Itu tidak ada. Hanya saja hal itu ditafsirkan secara keliru bahwa seakan-akan
PNS itu akan menyumbang sebesar Rp500 ribu,” tepisnya.
Salah penafsiran itu, kata Iswandi, yang menjadi salah satu
alasan kenapa Instruksi itu juga dicabut.
“Daripada berpolemik seperti itu dan tidak produktif serta
banyak masukan dan saran bahwa partisipasi masyarakat itu dapat diperoleh dengan
mengeluarkan imbauan saja,” terangnya.
Ditanya wartawan bahwa wacana terkait sumbangan TPP ASN
sebesar Rp500 ribu itu muncul pada saat pelaksanaan Rakor TPPS di Bappeda pada
tanggal 22 September 2022 sendiri bukan dari pihak lain. Iswandi mengatakan
bahwa dasar wacana itu muncul dari niatan baik pihaknya agar PNS itu dapat menjadi
teladan.
“Dasarnya adalah niatan baik bahwa PNS harus menjadi teladan
dan itu atas dasar inisiatif saya sendiri. Itu pandangan pribadi saya yang
disampaikan pada saat Rakor yang tujuannya untuk didiskusikan bukan untuk
dieksekusikan. Makanya kembali kepada masing-masing SKPD,” jelasnya.
Angka stunting di NTB, menurutnya, berjumlah 84 ribu penderita
stunting.
“Dan kita, NTB, adalah Provinsi kedua di Indonesia. Tahun ini NTB termasuk 12 Provinsi di Indonesia yang harus melakukan percepatan penurunan stunting,” pungkasnya. (GA. Im*)