Wakil Ketua DPRD NTB, H Muzihir. |
Mataram, Garda Asakota.-
Wakil Ketua DPRD NTB, H Muzihir, mengungkapkan belum ada
kesepakatan yang fiks antara pihak eksekutif dan legislatif terkait dengan
rencana pembayaran sejumlah paket pekerjaan dalam program APBD Murni Tahun
Anggaran (TA) 2022 dengan nilai total anggarannya mencapai Rp500 Milyar.
“Program murni 2022 Pemprov NTB mencakup reguler dan
Pokok Pikiran (Pokir) DRPD NTB sudah selesai pengerjaan fisiknya masih belum
bisa terbayarkan. Angkanya tidak main-main. Mencapai Rp 500 Milyar. Proyek
program 2022 murni yang belum terbayarkan sampai sekarang," ungkap H
Muzihir kepada wartawan di Mataram baru-baru ini.
Diakui Muzihir total nilai program tersebut sebesar Rp 500
M. Rp 350 M didalamnya merupakan Pokir 65 anggota DPRD NTB.
"Pekerjaan sudah (selesai )100 persen," katanya.
Mulanya eksekutif sudah bisa mulai membayarkan dengan
mencicil di pekan ini. Namun masih ada dinamika yang terjadi antara eksekutif
dan legislatif berapa nominal yang harus dibayarkan. Sebab untuk membayar
keseluruhan proyek murni 2022 hal yang sangat mustahil.
"Ada yang minta harus dibayar 30 persen, ada yang 40
persen, itulah sedang dikaji," katanya.
Jika telah menemukan kesepakatan 30 persen atau sebesar Rp
150 M maka Pemprov sudah bisa membayar menyesuaikan dengan kas di daerah.
Pria yang juga ketua DPW PPP NTB itu menjelaskan skema
pembayaran itu dihajatkan agar di 2023 Pemprov tidak lagi memiliki hutang.
Sehingga sisa hutang yang akan dibayarkan 70 persen itu bisa terbayarkan antara
Januari atau Februari 2023.
"Makanya di KUA PPAS itu. Kalau pun ada pengakuan
hutang nanti, besok pengakuan hutang itu tapi mulai dihitung/dibayar dari
sekarang," terang Muzihir.
"Kalau 30 persen itu Rp 150 Miliar. Sisanya Rp 350
Miliar akan dibayarkan Januari atau Februari tapi ndak perlu Perkada. Nanti di
RAPBD 2023 masuk pengakuan hutang," sambungnya.
Pihaknya menghindari pengalaman 2021 dimana semua hutang
yang diselesaikan di 2022 itu tidak masuk dalam pengakuan hutang. Imbasnya
pembayaran dilakukan menggunakan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) Satu. Hutang
tahun 2021 yang dibayarkan tahun ini sebesar Rp 165 M. Beruntung semua itu bisa
diselesaikan.
Dengan adanya skema pembayaran itu, Muzihir berharap semua
pihak baik eksekutif maupun anggota DPRD NTB sendiri bisa rem diri. Mengurangi
program masing-masing. Sebaliknya jika Pemprov masih saja bermegah megahan
dengan program sementara kondisi APBD minim tentu hal tersebut berpotensi
memunculkan hutang kembali.
"Termasuk jatah Pokir 2023. Dewan harus legowo menerima
kurang dari biasanya. Untuk semua kita (berkurang)," ungkapnya.
Terpisah Ketua Komisi III DPRD NTB Bidang Keuangan dan
Perbank kan, TGH Mahalli Fikri mengaku skema pembayaran 30 persen ditahun ini
dan 70 persen di 2023 sudah selesai disepakati eksekutif dan legislatif.
"Dari hasil komunikasi dengan TAPD termasuk BPKAD,
semua bisa diselesaikan 2023 (70 persen). Pasca 2023 kita tidak lagi punya
hutang," terang Mahalli.
Apa yang menjadi kesepakatan kedua belah pihak itu dilihat
Mahalli optimis bisa berjalan. Asalkan Pemprov konsisten tidak lagi main ubah
di tengah jalan yang mungkin disebabkan karena situasi dan kondisi. Politisi
Demokrat itu mencontohkan ada perintah refokusing dari pusat ditengah jalan
namun karena mereka tidak berkewajiban meminta pendapat dewan, perubahan itu
dilakukan langsung.
"Itu yang menyebabkan kondisi keungan berubah-ubah.
Kalau itu tidak terjadi lagi dan esksekutif konsisten dengan hasil kesepakatan
bersama DPRD. Insya allah Zul-Rohmi tidak akan meninggalkan hutang,"
terangnya.
Adapun pembayaran yang 70 persen itu dilakukan dengan di
addendumkan (diubah kembaki) kontrak kerjasama dengan pihak ketiga di sejumlah
program kegiatan.
"Pasca di (APBD) Perubahan ini minimal dibayarkan 30
persen. Sisanya di adendendum dan dibebankan di APBD berikutnya,"
terangnya.
Disamping itu, pihaknya berharap baik Pemprov maupun
legislatif bisa lebih cerdas. Eksekutif bisa lebih inovatif mencari
sumber-sumber PAD tambahan. Hal ini untuk mengantisipasi kejadin-kejadian
bencana alam yang tidak diinginkan.
Mahalli malah yakin jika urusan aset Pemprov NTB di Gili
Trawangan bisa segera rampung maka aset tersebut bisa cepat menghasilkan PAD
mencapai Rp 150 Miliar. Saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan
sejumlah aparat lainnya sedang membantu penyelesaian kerjasama. Potensi
pendapatan itu jika kerjasama dilakukan bersama masyarakat setempat tidak lagi
dengan pihak ketiga.
"Kalau itu bsia disetujui, disepakti tidak melanggar
hukum, justru tidak akan ada masalah malah cepat kita hasilnya Rp 150 M,"
terang mantan pimpinan DPRD NTB itu.
Berikutnya di internal dewan sendiri, Mahalli berharap
khususnya kepada Bapemperda tidak lagi membuat Perda yang membutuhkan anggaran.
Sebaliknya harus dibuat Perda yang bisa mendatangkan uang.
"Saya akan selalu katakan kepada Bapemperda jangan
terlalu banyak Perda dibuat butuh uang tapi buat Perda yang menghasilkan
uang," pungkasnya. (**)