![]() |
Salah satu areal tanaman perkebunan, Foto: Ist* |
Mataram, Garda Asakota.-
Rendahnya Nilai Tukar Petani (NTP), khususnya petani
sub sektor tanaman perkebunan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) disebabkan
oleh salah satunya karena beragamnya subsektor tanaman perkebunan di NTB.
“Ada beberapa hal yang menyebabkan hal itu terjadi.
Salah satunya karena beragamnya subsektor tanaman perkebunan rakyat di NTB
seperti kelapa, kopi, cengkeh, tembakau, vanili dan sebagainya. Satu atau dua
subsektor tanaman perkebunan rakyat yang tak berhasil dalam periode tertentu
akan bisa berdampak pada beberapa komoditas yang hasilnya sedang bagus,” terang
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi NTB, H Fathul Gani,
kepada wartawan, 03 April 2023.
Tembakau misalnya bisa di angka 100, lanjutnya,
namun karena beragamnya perkebunan di masyarakat kita sehingga tertutupi
keberhasilan tembakau itu.
“Misalnya vanili belum berproduksi, masih dalam
proses penanaman, satu atau dua tahun baru dinikmati hasilnya. Buah yang lain
juga fluktuatif, kadang berhasil kadang tidak, tergantung kondisi cuaca,” kata
Fathul Gani.
Ia mengatakan, kontinuitas ketersediaan hasil
produksi masih ada sedikit persoalan di subsektor tanaman perkebunan
rakyat ini lantaran sangat tergantung oleh kondisi cuaca.
Selanjutnya, biaya produksi untuk subsektor
perkebunan rakyat dinilai masih tinggi, sehingga mempengaruhi angka NTP yang
dihitung oleh BPS.
Terkait dengan hal ini, Distanbun NTB menyiasatinya
dengan memberikan bantuan bibit tanaman perkebunan. Selanjutnya memberikan
fasilitasi pembinaan kepada para kelompok tani di NTB.
“Kalau perkebunan rakyat di kita itu kan luas dan
tersebar. Komoditi kan punya area masing-masing di wilayah NTB. Kalau tembakau
misalnya sekitar 20 ribuan hektare, komoditas kelapa sekian ribu hektare. Jadi
punya area masing-masing karena beragamnya banyak,” katanya.
Sebagaimana diketahui, Nilai Tukar Petani (NTP) di
Provinsi NTB bulan Maret 2023 sebesar 110,63 atau turun 0,61 persen dibanding
NTP bulan sebelumnya.
Penurunan NTP dikarenakan penurunan Indeks Harga
yang diterima petani sebesar 0,34 persen sedangkan Indeks Harga yang dibayar
petani naik sebesar 0,27 persen.
NTP sendiri adalah perbandingan indeks harga yang
diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib).
NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat
tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. Ini juga menunjukkan daya
tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk
biaya produksi.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB
Wahyudin menyebut sebagian besar NTP di daerah ini bernilai di atas 100,
kecuali untuk subsektor tanaman perkebunan rakyat yaitu sebesar 89,66.
“Adapun nilai NTP sub sektor lainnya masing-masing
yaitu subsektor tanaman pangan sebesar 110,28, subsektor hortikultura sebesar
141,27, subsektor peternakan sebesar 102,54, dan subsektor perikanan sebesar
111,94,” kata Wahyudin saat memberikan keterangan Senin, 3 April 2023 .
Ia menerangkan, pada Maret 2023 terjadi kenaikan
Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) di Provinsi NTB sebesar 0,32 perse.
Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan indeks pada
kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau, pakaian, perumahan, air,
listrik, dan bahan bakar rumah tangga serta kelompok pengeluaran lainnya.
Selain NTP, Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) Provinsi NTB Maret 2023 sebesar 111,41 atau turun 0,51 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya. (GA. Im*)