Akses jalan masuk SMK 01 Woha yang diblokir oknum warga dengan tanah urukan. |
Mataram,
Garda Asakota.-
Akses
jalan masuk ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 01 Woha Kabupaten Bima ditutup secara
paksa oleh oknum warga yang diduga mengklaim hak atas tanah yang berada didepan
sekolah tersebut.
Beberapa
truck tanah urukan ditempatkan diarea akses jalan masuk SMK 01 Woha sehingga
para guru dan siswa tidak bisa masuk ke area sekolah.
Mereka
hanya bisa memarkir kendaraannya di depan area akses jalan masuk dan berjalan
kaki menuju kedalam sekolah yang berjarak sekitar 100 meter.
Akibatnya
aktivitas sekolah yang berada di Desa Donggobolo tersebut terganggu selama
hampir sebulan semenjak kasus klaim atas kepemilikan lahan tersebut dimunculkan.
“Pemblokiran
akses jalan ini sudah hampir sebulan ini, tapi penutupan totalnya sudah
berjalan selama satu minggu terakhir,” kata Wahyudin. Ketua Jurusan Teknik
Otomotif SMK 01 Woha kepada wartawan, Sabtu 19 Agustus 2023.
Para
guru dan siswa sekolah tersebut mengaku risih atas adanya pemblokiran akses
jalan tersebut.
Mereka
berharap persoalan klaim atas tanah oleh oknum warga seluas 15 are yang ada
didepan sekolah tersebut dapat diselesaikan secepatnya.
Pemerintah
Desa setempat diharapkan dapat turun tangan secepatnya untuk menyelesaikan
persoalan ini dan menegur oknum warga yang menutup akses jalan ke sekolah
tersebut.
“Pemerintah
Desa semestinya harus menegur warganya yang memblokir akses jalan masuk ke
sekolah. Tapi pihak Desa sepertinya tidak mau turun tangan menyelesaikannya
padahal sekolah sudah melapor ke pihak Desa sejak sebulan yang lalu,” kata
Wahyudin.
Menurutnya,
tanah yang berada di depan sekolah tersebut merupakan tanah wakaf dari warga
yang bernama Ko’o.
“Sertifikatnya
juga ada dipegang oleh pihak sekolah. Pengelolaan tanah wakaf kewenangannya ada
di Kemenag dan pihak Kemenag menyerahkan kuasa penggunaannya kepada pihak
sekolah untuk akses jalannya sejak tahun 2004 lalu,” terangnya.
Pihak
Kemenag juga berjanji akan turun ke lokasi tanah tersebut bersama dengan BPN
guna mengetahui batas-batas tanah yang sudah diwakafkan dengan tanah yang
diklaim warga.
“Namun
pihak BPN gak jadi turun. Padahal kondisi di lapangan ini sangat mendesak untuk
segera diselesaikan,” sambungnya.
Kepala
Desa Donggobolo Kecamatan Woha, Abdul Azis, yang coba dihubungi wartawan
melalui handphonenya mengaku sudah mengupayakan adanya pertemuan antara oknum
warganya dengan pihak sekolah. Hanya saja menurutnya belum ada titik temu yang
jelas antara keduanya.
Oknum
warganya tersebut menurutnya memiliki dasar kepemilikan dengan bukti SPPT atas
nama orang tuanya sejak tahun 2021.
“Tahun
2020 pendataannya, 2021 keluar SPPT nya atas nama orang tua oknum warganya.
Namun saya tidak tau apakah dia memperolehnya dari pembelian ataukah dari
warisan, saya tidak tau,” kata Abdul Azis.
Pihaknya
mengaku tidak mengetahui persis apakah SPPT atas nama orang tua oknum warganya
tersebut sama persis areal tanahnya dengan tanah yang diwakafkan oleh Ko’o
kepada pihak Kemenag tahun 2004.
“Saya
kurang tau juga soal itu,” kelitnya. “Tanahnya Ko’o kalau sertifikatnya masih
ada dan diwakafkan ke Menteri Agama untuk kuburan. Begitupun dibuku tanah biasa
Desa, nama Ko’o itu sudah tidak ada. SPPT-nya sudah gak ada,” timpalnya.
Kades
ini mengaku tidak melihat adanya inisiatif yang baik dari pihak sekolah untuk
menyelesaikan masalah tanah itu dengan pihak oknum warga ini.
“Solusinya
hanya satu aja. Pihak sekolah mau berembuk dengan oknum warga itu. Itu aja
solusinya,” timpal Abdul Azis.
Sementara
anggota Komisi V DPRD NTB Bidang Pendidikan, Sukrin HT., mendorong agar
Pemerintah Desa dapat bersikap proaktif untuk menjadi mediator yang baik dalam
menuntaskan permasalahan tersebut.
“Pemerintahan
Desa harus menjadi mediator dalam masalah ini. Musyawarahkan dengan baik dan
hadirkan pihak KUPT Dinas Pendidikan, pihak sekolah serta pihak pengklaim atas
tanah tersebut serta pihak terkait lainnya. Bisa jadi ada komunikasi yang buntu
yang belum terselesaikan dengan baik,” saran Anggota Dewan dari Fraksi PAN ini.
Pihaknya
berjanji akan membahas masalah ini dengan pihak Dinas Pendidikan serta dengan
Komisi V Dewan.
“Karena
ini sudah masuk dalam masalah urgen di bidang pendidikan yang mengganggu
kestabilan belajar siswa,” pungkasnya. (GA. Im*)