Provinsi NTB berhasil menurunkan angka stunting hingga 8,1 persen. Penurunan yang cukup drastis tersebut menjadikan NTB sebagai Provinsin dengan progres tertinggi di Indonesia.
Jakarta, Garda Asakota.-
Provinsi NTB berhasil menurunkan angka stunting hingga 8,1 persen.
Penurunan yang cukup drastis tersebut menjadikan NTB sebagai Provinsin dengan
progres tertinggi di Indonesia.
Capaian membanggakan tersebut berdasarkan Survei Kesehatan
Indonesia (SKI) yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan RI bersama BKPK (Badan
Kebijakan Pembangunan Kesehatan) tahun 2023. Hasil survey tersebut menunjukkan
angka stunting NTB sebesar 24,6 persen, menurun 8,1 persen dibanding data
Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022.
NTB menempati urutan ke-16 dari 38 provinsi dengan progres
penurunan tertinggi se-Indonesia.
Hasil survey tersebut disampaikan langsung Wakil Presiden Ma’ruf
Amin saat rapat evaluasi pencapaian target prevalensi stunting/tengkes, Selasa
(19/3/2024) di Istana Wapres.
Menanggapi hal tersebut, Penjabat Gubernur NTB, Drs. H. Lalu Gita
Ariadi, M.Si, saat menyebutlan capaian ini akan menjadi penyemangat Pemprov NTB
dalam menurunkan angka stunting kedepannya.
"Hasil ini cukup menggembirakan dan menjadi penyemangat untuk
penanganan stunting secara lebih masif," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan NTB Dr. dr. H. Lalu Hamzi
Fikri, MM, MARS. menjelaskan, penurunan
stunting di NTB sejalan dengan intervensi sensitif dan spesifik yang dilakukan
Pemprov NTB.
Salah satunya melalui dukungan bagi seluruh Kabupaten/Kota
sehingga mampu mencapai 5 Pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
Pemerintah provinsi terus mendorong pencapaian STBM sebagai salah satu
determinan stunting.
NTB kini menjadi provinsi pertama di Indonesia yang berhasil
mencapai 5 Pilar STBM.
Intervensi spesifik dalam penanganan stunting yang dilakukan
Pemprov membawa NTB menjadi provinsi dengan pencapaian terbaik untuk pemantauan
pertumbuhan anak (91,40%), ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK) berhasil
mendapat asupan gizi (89,8%), provinsi dengan pencapaian Imunisasi Dasar
Lengkap (100%), adanya Posyandu Keluarga sebanyak 7.744 (100%).
"Posyandu Aktif lebih dari 99 persen juga menjadikan NTB
provinsi dengan cakupan Posyandu aktif tertinggi di Indonesia," jelas
Kadis.
Lalu Hamzi Fikri juga menjelaskan, Surveilans Gizi di 176
Puskesmas (100%), Desa bebas dari Buang Air Besar Sembarangan (100%), dan
tercapainya 5 Pilar STBM di seluruh Kabupaten/Kota juga menjadi intervensi
spesifik dalam penanganan stunting yang dilakukan Pemprov.
Intervensi Sensitif juga dilakukan dalam upaya penanganan stunting
yaitu melalui Gerakan Bakti Stunting terintegrasi pada program “Jumat Salam” di
seluruh Kabupaten/Kota.
Gerakan ini mengutamakan pemberian protein hewani berupa telur
untuk keluarga yang memiliki anak balita stunting, wasting, dan ibu hamil KEK,
serta ibu hamil Anemia dengan melibatkan seluruh OPD di lingkup Pemerintah
Provinsi, Kabupaten/Kota dan mitra potensial.
Ada pula Gerakan Orang Tua Asuh, Gerakan Dapur Dahsyat bersama
Kabupaten/Kota, dan pendampingan Keluarga Berisiko Stunting. Inovasi penanganan
stunting juga dilakukan melalui integrasi dan kolaborasi di Kabupaten/Kota,
pemanfaatan data by name by address pada e-PPGBM sebagai acuan pengawasan dan
intervensi stunting, pemenuhan standar alat ukur/Antropometri di Posyandu
Keluarga, dukungan dana desa untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT) balita dan
ibu hamil, serta insentif Kader Posyandu.
Selain itu dilakukan edukasi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
di Posyandu Keluarga melalui gerakan zero waste, bank sampah, pencegahan
pernikahan dini, screening penyakit menular/tidak menular, dan pemberdayaan
UMKM.
Adapun presentase stunting NTB berdasarkan hasil survei dari tahun
ke tahun yakni 33,49 persen pada tahun 2018 berdasarkan hasil survei Riskesdas,
31,4 persen pada tahun 2021 berdasarkan survei SSGI, 32,7 persen pada tahun
2022 berdasarkan survei SSGI, dan 24,6 persen pada tahun 2023 berdasarkan SKI.
"Pemerintah terus mengupayakan pencegahan dan penangan
stunting melalui intervensi spesifik dan sensitif. Stunting menjadi tugas
bersama dengan melibatkan peran multi-sektor, mengedepankan kolaborasi dan
sinergi seluruh stakeholder dari tingkat nasional hingga desa/kelurahan untuk
mewujudkan cita-cita Indonesia bebas stunting," jelas Kadis.
Hasil SKI 2023 berdasarkan laporan Menteri Kesehatan menunjukkan
prevalensi stunting Indonesia sebesar 21,5 persen. Apabila dibandingkan dengan
angka stunting Indonesia tahun 2022 yakni 21,6 persen, maka terjadi penurunan
sebesar 0,1 persen. Masih ada 5 provinsi yang memiliki prevalensi stunting di
atas 30% pada tahun 2023 (NTT, Papua Pegunungan, Papua Barat Daya, Sulawesi
Barat dan Papua Tengah).
Pada tahun 2022, stunting di NTB berada pada angka 32,7 persen,
menjadikan NTB salah satu dari 12 Provinsi prioritas pemerintah untuk penguatan
intervensi stunting di Indonesia, karena prevalensi stunting tinggi di atas
jumlah agregat nasional.
Adapun 12 provinsi prioritas pada tahun 2022 adalah Nusa Tenggara
Timur sebesar 35,3%, Sulawesi Barat 35 %, Nusa Tenggara Barat 32,7%, Aceh
31,2%, Kalimantan Barat 27,8% Sulawesi Utara 27,7%, Kalimantan Selatan 24,6%,
Jawa Barat 20,2%, Jawa Timur 19,2%, Jawa Tengah 20,8%, Sumatera Utara 21,1%,
dan Banten 20%.
Pemerintah menargetkan angka prevalensi stunting Indonesia tahun 2024 mencapai 14 persen dengan berbagai strategi. Strategi tersebut diantaranya mulai dari pemetaan intervensi, pendampingan keluarga prioritas melalui tim pendamping keluarga untuk memastikan ibu-ibu hamil dan balita memiliki asupan nutrisi yang baik, penguatan intervensi spesifik seperti pemberian makanan tambahan, asupan vitamin, imunisasi dan pemberian ASI eksklusif, penguatan data rutin untuk memenuhi alat ukur terstandar, pelatihan Kader Posyandu di seluruh Indonesia, hingga penguatan konvergensi pembiayaan dengan menguatkan sinergi sampai ke tingkat desa untuk menurunkan stunting secara efektif dan efisien. (**)