Diskusi pendidikan di Kampus Politeknik Medika Husada Mataram, Sabtu 11 Mei 2024. |
Mataram, Garda Asakota.-
Salah satu problem pendidikan yang
saat ini dihadapi oleh bangsa kita adalah dimana pendidikan itu selalu terjebak
dalam arus globalisasi nilai yang begitu massif.
“Sampai-sampai pendidikan kita
ini hilang identitas nilainya. Sampai sekarang kita tidak bisa menemukan lagi
keaslian kurikulum yang kita miliki. Semua kurikulum itu asalnya dari barat,” ujar
Prof Dr Abdul Malik, M.Ag.,M.Pd., diacara diskusi pendidikan yang digelar oleh
BEM Politeknik Medika Farma Husada Mataram, Sabtu 11 Mei 2024.
Menurutnya, Indonesia memiliki
stok teori atau konsep tersendiri yang bisa dikembangkan menjadi kurikulum yang
asli seperti dari Ki Hajar Dewantara dan bahkan sampai Pancasila.
“Tapi anehnya konsep-konsep
yang kita miliki tidak dihiraukan oleh bangsa kita sendiri. Kita sendiri
melupakan nilai-nilai Pancasila dalam kerangka membangun pendidikan kita,”
ujarnya.
Anomali juga terjadi dalam dunia
pendidikan Islam dimana masih banyak literatur barat yang dipergunakan dalam
pembahasannya.
“Padahal ketika bicara Islam,
ia sudah berjaya sejak 14 abad yang lalu. Kita berbicara pendidikan Islam tapi
ruhnya dari barat dan eropa,” ujarnya.
Problem yang lain adalah
ketika terjadi masalah didunia pendidikan semestinya yang berbicara itu adalah
orang pendidikan.
“Tapi kebanyakan yang terjadi,
ketika ada masalah pendidikan justru yang lebih banyak bicara itu adalah politisi.
Ini janggal, mestinya yang dipanggil itu adalah orang-orang pendidikan. Inilah
yang membuat pendidikan kita selalu berada dinomor bontot,” timpalnya.
Dan problem terakhir adalah soal
penempatan the right man on the right place dalam pengelolaan lembaga kampus.
“Harus dibiasakan untuk
memberi apresiasi terhadap keilmuan seseorang,” tandasnya.
Akademisi Universitas
Muhammadiyah Mataram, Isnaini, S.Pd.,MH.,M.Pd., mengatakan kurikulum pendidikan
masih terus mencari jati diri yang sesungguhnya.
“Dan bisa jadi terpilihnya Presiden baru, akan mengganti kurikulum yang diterapkan saat ini. Potensi perubahan kurikulum itu begitu besar dengan keadaan dan budget pendidikan yang begitu besar,” kata pria yang juga Ketua Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Ummat ini.
Alokasi anggaran 20% dari
APBN/APBD untuk pendidikan menurutnya terlalu kecil untuk membangun dunia
pendidikan.
“Sebab cara untuk merubah
kondisi bangsa adalah dengan membangun dunia pendidikan sehingga budget
pendidikan harus lebih besar dari sektor lainnya,” kata Isnaini.
Anggota DPRD NTB terpilih
Periode 2024-2029, Marga Harun, SH., mengatakan pentingnya menyeimbangkan
antara pendidikan formal dan pendidikan informal bagi generasi muda dengan
disertai pemanfaatan waktu dan kesempatan sangat perlu dimaksimalkan.
“Apalagi dengan perkembangan
teknologi informasi yang begitu pesat seperti saat sekarang ini harus bisa
dimanfaatkan secara positif,” kata politisi muda Partai Persatuan Pembangunan
dapil Bima-Dompu.
Sementara pegiat jurnalistik
NTB, Imam Ahmad, mendorong para praktisi pendidikan untuk lebih getol lagi
dalam membangun diskursus pendidikan dengan para anggota parlemen agar dapat
merumuskan regulasi pendidikan yang tepat dan ideal bagi kemajuan pendidikan.
“Sebab pertarungan ide dan gagasan pendidikan yang ideal itu ada pada tingkat program legislasi nasional. Ide dan gagasan untuk pendidikan yang ideal itu akan bisa diterapkan ketika ia sudah menjadi norma hukum yang bisa diterapkan secara efektif,” pungkasnya.
Acara diskusi tersebut dibuka langsung oleh Ketua Politeknik Medika Farma Husada Mataram, Dr Syamsuriansyah, MM.M.Kes., dan dipandu langsung oleh Dr Alvin Sahrin.
Kegiatan tersebut diawali dengan pelantikan BEM Politeknik Medika Farma Husada 2024-2025. (GA. Im*)