Bolo, Garda Asakota.-
Kepala Desa (Kades) Rada Keca¬matan Bolo Kabupaten Bima, Yunus H. Ismail, mengungkapkan kerisauan hati¬nya terkait munculnya permasalahan dalam pengajuan Lembaga Kemasyara¬katan Desa (LKD) dalam proyek kegiatan PNPM PISEW tahun 2011.
Kepada wartawan, Jumat (18/3), Kades mengaku, berdasarkan konfir¬ma¬sinya
kepada pihak PJOK serta pe¬merintahan kecamatan Bolo menyam¬paikan bahwa LKD yang diajukan oleh kecamatan untuk desa Rada ada tujuh (7), padahal sepengetahuannya yang direkomendasikan hanya lima (5) LKD. “Jadi dua LKD yang muncul belakangan itu LKD di luar pengetahuan pemerinta¬han desa,” ucapnya.
Menurutnya, setiap LKD yang baru terbentuk dan yang diajukan untuk mengikuti kegiatan PNPM PISEW, berdasarkan surat yang turun kepada pihaknya selaku pemerintahan desa dan harus mendapat rekomendasi dari peme¬ rintahan desa. “Setelah adanya reko¬mendasi tersebut baru bisa diusulkan ke tingkat yang lebih atas,” tegasnya.
Berdasarkan informasi yang disam¬paikan oleh PJOK PNPM PISEW kecamatan Bolo desa Rada mendapat empat paket proyek yakni dua paket program lanjutan akses jalan ekonomi mulai dari dusun Bontoranu hingga ke Bontokape dan dua paket lainnya yakni pembuatan saluran irigasi, sehingga dari lima LKD yang diusulkan, satu LKD nantinya akan gugur.
Setiap LKD yang mengikuti pengajuan untuk mendapatkan proyek kegiatan harus memenuhi duapuluh persyaratan yang harus ditentukan dan dua diantaranya harus ada surat rekomendasi dari pemerintah desa dan pada surat SK pembentukan LKD harus ditanda-tangani oleh kepala desa. Lima LKD yang mengantongi surat rekomendasi dan SK-nya yang ditan¬datangani oleh kepala desa itu adalah Gapoktan Menara, PKK Rada, Kelompok Tani Sumber Rezeki dan kelompok pengusaha batu bata serta Forum Pemuda Desa Rada.
“Kelima LKD tersebut tersebut telah memiliki legalitas hukum yang jelas sesuai dengan ketentuan. Namun anehnya, selain lima LKD yang diusul¬kan dan telah mendapat rekomendasi dari saya sebagai kepala desa, bela¬kangan ini setelah ke tingkat kecamatan justru membengkak menjadi tujuh LKD,” kesalnya.
Disinyalir telah terbentuk dua LKD baru yang sama sekali tidak diketahui asal usulnya, padahal dirinya selaku aparat desa sama sekali tidak merasa memberikan rekomendasi terhadap terbentuknya dua LKD tersebut. “Ini menimbulkan tanda tanya besar buat saya, mengapa harus muncul LKD itu sedangkan saya tidak pernah menge¬luarkan rekomendasi terberbentuknya LKD baru. Padahal pak camat sudah wanti-wanti kepada kami selaku kepala
desa bahwa terbentuknya LKD harus memiliki legalitas hukum yang jelas termasuk di dalamnya harus ada rekomendasi kepala desa,” tukasnya.
Namun setelah diteliti pihaknya, kedua LKD tanpa rekomendasi itu disinyalir andil dari Muslimin, S. Sos, selaku Sekcam Bolo. “Untuk mendapat kejelasan, saya sempat SMS Sekcam menanyakan apa bisa LKD tanpa adanya rekomendasi pemerintahan desa bisa lolos untuk diajukan ke tingkat kabupaten. Jawaban Sekcam (sembari memperlihatkan pesan singkat tersebut kepada wartawan) menjawab bahwa, tanpa rekomendasi desa itu bisa, karena reomendasi itu tidak wajib. Hal ini saya sudah konsultasi dengan PU dan Bap¬peda,” katanya mengutip SMS Sekcam.
Mendapat jawaban Sekcam seperti itu Kades balik mempertanyakan guna¬nya syarat harus adanya rekomendasi dari pemerintah desa. “Kalau memang demikian, pemerintah desa dibubarkan saja, ngapain ada pemerintah desa kalau tidak dihargai,” cetusnya.
Yunus H. Ismail, selaku pemerintah desa yang merupakan ujung tombak dari birokrasi pemerintah berharap, se¬harusnya antara pemerintah desa den¬gan kecamatan terjalin kerjasama yang baik, garis kebijakan juga harus sama berdasarkan aturan main yang berlaku. “Kalau sudah terjadi hal seperti ini bisa menimbulkan instabilitas di tingkat bawah. Ujung-ujungnya, nanti kami sebagai aparat pemerintah yang paling bawah yang akan kena imbas¬nya dan yang akan diserang oleh masya¬rakat, saya lebih baik ngamuk di kantor Camat daripada menjadi bahan sorotan dari masyarakat. Ini bukan ancaman tetapi sebagai bentuk protes bawahan terha¬dap atasan yang tidak memperhitungkan akibat yang akan timbul akibat kebijakan yang salah,” tegasnya.
Sementara itu, Muslimin, S.Sos, Sekcam Bolo yang diminta tanggapan¬nya terkait dengan munculnya polemik keberadaan dua LKD yang tiba-tiba muncul di tingkat kecamatan menjelas¬kan bahwa apa yang disampaikan oleh Kades Rada tersebut tidak benar. Dari data yang didapatkan pihaknya, jumlah LKD yang terdaftar itu ada enam bukan tujuh yaitu Menara, Tim Penggerak PKK, Temba Nggeru, PPDR, LKD Usaha Batu-Bata dan Poktan Sumber Rejeki. “Dan keenam LKD tersebut semuanya memiliki ijin yang jelas bahkan telah lama keberadaannya (sambil diperlihatkan data serta tanggal berdirinya) contohnya Poktan Temba Nggeru yang katanya kepala desa tidak tahu mereka ini keberadaannya dari tahun 1982. Jadi dari kami pihak keca¬matan tidak pernah diskriminasi terha¬dap LKD yang ada di tingkat desa, mala¬¬ han yang menjadi pertanyaan kami ke¬na¬pa hanya sedikit LKD yang diajukan oleh pemerintahan desa, seharusnya semua lembaga yang keberadaannya eksis termasuk lembaga-lembaga mitra desa juga harusnya diajukan saja, toh nanti ditingkat lebih atas akan dilakukan seleksi oleh panitia,” katanya.
Sekcam mempertegas bahwa, tidak ada LKD yang dianggap khusus dan spesial, selama keberadaan mereka ada secara sah dan terdaftar akan menda¬patkan kesempatan yang sama.
“Bahkan sepengetahuan kami khusus di desa Rada banyak LKD yang mendaftarkan diri untuk ikut seleksi, tetapi yang diajukan oleh kepala desa kok hanya lima LKD. LKD yang lainnya kenapa tidak direkomendasi oleh kepala desa, bahkan keberadaan mereka ada yang puluhan tahun?. Jadi Kades jangan melakukan pemilahan berdasarkan kemauan sendiri, mereka harus membuka kesempatan yang sama kepada seluruh kelompok masyarakat yang ada,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama M. Antonius, S.STP, Camat Bolo mem¬pertegas penjelasan Sekcamnya. Dia mengaku, tidak mungkin pihak keca¬matan memasukan LKD yang tidak jelas dasar hukumnya. Harusnya, kata dia, kepala desa harus lebih banyak merekomendasikan LKD yang ada di desanya, sehingga mereka memiliki kesempatan yang sama.
“Kalau memang pernyataan Kades seperti itu maka pihak kecematan akan mengambil kebijakan untuk mengemba¬likan kembali seluruh berkas yang ada dan memerintahkan seluruh LKD yang memenuhi syarat yang ada untuk didaf¬tarkan sehingga mereka memiliki ke¬sempatan yang sama. Jangan hanya LKD yang disenangi oleh kepala desa saja diajukan dan kepala desa jangan memberikan informasi yang tidak jelas dasarnya,” tandasnya. (GA.321*)
Kepala Desa (Kades) Rada Keca¬matan Bolo Kabupaten Bima, Yunus H. Ismail, mengungkapkan kerisauan hati¬nya terkait munculnya permasalahan dalam pengajuan Lembaga Kemasyara¬katan Desa (LKD) dalam proyek kegiatan PNPM PISEW tahun 2011.
Kepada wartawan, Jumat (18/3), Kades mengaku, berdasarkan konfir¬ma¬sinya
kepada pihak PJOK serta pe¬merintahan kecamatan Bolo menyam¬paikan bahwa LKD yang diajukan oleh kecamatan untuk desa Rada ada tujuh (7), padahal sepengetahuannya yang direkomendasikan hanya lima (5) LKD. “Jadi dua LKD yang muncul belakangan itu LKD di luar pengetahuan pemerinta¬han desa,” ucapnya.
Menurutnya, setiap LKD yang baru terbentuk dan yang diajukan untuk mengikuti kegiatan PNPM PISEW, berdasarkan surat yang turun kepada pihaknya selaku pemerintahan desa dan harus mendapat rekomendasi dari peme¬ rintahan desa. “Setelah adanya reko¬mendasi tersebut baru bisa diusulkan ke tingkat yang lebih atas,” tegasnya.
Berdasarkan informasi yang disam¬paikan oleh PJOK PNPM PISEW kecamatan Bolo desa Rada mendapat empat paket proyek yakni dua paket program lanjutan akses jalan ekonomi mulai dari dusun Bontoranu hingga ke Bontokape dan dua paket lainnya yakni pembuatan saluran irigasi, sehingga dari lima LKD yang diusulkan, satu LKD nantinya akan gugur.
Setiap LKD yang mengikuti pengajuan untuk mendapatkan proyek kegiatan harus memenuhi duapuluh persyaratan yang harus ditentukan dan dua diantaranya harus ada surat rekomendasi dari pemerintah desa dan pada surat SK pembentukan LKD harus ditanda-tangani oleh kepala desa. Lima LKD yang mengantongi surat rekomendasi dan SK-nya yang ditan¬datangani oleh kepala desa itu adalah Gapoktan Menara, PKK Rada, Kelompok Tani Sumber Rezeki dan kelompok pengusaha batu bata serta Forum Pemuda Desa Rada.
“Kelima LKD tersebut tersebut telah memiliki legalitas hukum yang jelas sesuai dengan ketentuan. Namun anehnya, selain lima LKD yang diusul¬kan dan telah mendapat rekomendasi dari saya sebagai kepala desa, bela¬kangan ini setelah ke tingkat kecamatan justru membengkak menjadi tujuh LKD,” kesalnya.
Disinyalir telah terbentuk dua LKD baru yang sama sekali tidak diketahui asal usulnya, padahal dirinya selaku aparat desa sama sekali tidak merasa memberikan rekomendasi terhadap terbentuknya dua LKD tersebut. “Ini menimbulkan tanda tanya besar buat saya, mengapa harus muncul LKD itu sedangkan saya tidak pernah menge¬luarkan rekomendasi terberbentuknya LKD baru. Padahal pak camat sudah wanti-wanti kepada kami selaku kepala
desa bahwa terbentuknya LKD harus memiliki legalitas hukum yang jelas termasuk di dalamnya harus ada rekomendasi kepala desa,” tukasnya.
Namun setelah diteliti pihaknya, kedua LKD tanpa rekomendasi itu disinyalir andil dari Muslimin, S. Sos, selaku Sekcam Bolo. “Untuk mendapat kejelasan, saya sempat SMS Sekcam menanyakan apa bisa LKD tanpa adanya rekomendasi pemerintahan desa bisa lolos untuk diajukan ke tingkat kabupaten. Jawaban Sekcam (sembari memperlihatkan pesan singkat tersebut kepada wartawan) menjawab bahwa, tanpa rekomendasi desa itu bisa, karena reomendasi itu tidak wajib. Hal ini saya sudah konsultasi dengan PU dan Bap¬peda,” katanya mengutip SMS Sekcam.
Mendapat jawaban Sekcam seperti itu Kades balik mempertanyakan guna¬nya syarat harus adanya rekomendasi dari pemerintah desa. “Kalau memang demikian, pemerintah desa dibubarkan saja, ngapain ada pemerintah desa kalau tidak dihargai,” cetusnya.
Yunus H. Ismail, selaku pemerintah desa yang merupakan ujung tombak dari birokrasi pemerintah berharap, se¬harusnya antara pemerintah desa den¬gan kecamatan terjalin kerjasama yang baik, garis kebijakan juga harus sama berdasarkan aturan main yang berlaku. “Kalau sudah terjadi hal seperti ini bisa menimbulkan instabilitas di tingkat bawah. Ujung-ujungnya, nanti kami sebagai aparat pemerintah yang paling bawah yang akan kena imbas¬nya dan yang akan diserang oleh masya¬rakat, saya lebih baik ngamuk di kantor Camat daripada menjadi bahan sorotan dari masyarakat. Ini bukan ancaman tetapi sebagai bentuk protes bawahan terha¬dap atasan yang tidak memperhitungkan akibat yang akan timbul akibat kebijakan yang salah,” tegasnya.
Sementara itu, Muslimin, S.Sos, Sekcam Bolo yang diminta tanggapan¬nya terkait dengan munculnya polemik keberadaan dua LKD yang tiba-tiba muncul di tingkat kecamatan menjelas¬kan bahwa apa yang disampaikan oleh Kades Rada tersebut tidak benar. Dari data yang didapatkan pihaknya, jumlah LKD yang terdaftar itu ada enam bukan tujuh yaitu Menara, Tim Penggerak PKK, Temba Nggeru, PPDR, LKD Usaha Batu-Bata dan Poktan Sumber Rejeki. “Dan keenam LKD tersebut semuanya memiliki ijin yang jelas bahkan telah lama keberadaannya (sambil diperlihatkan data serta tanggal berdirinya) contohnya Poktan Temba Nggeru yang katanya kepala desa tidak tahu mereka ini keberadaannya dari tahun 1982. Jadi dari kami pihak keca¬matan tidak pernah diskriminasi terha¬dap LKD yang ada di tingkat desa, mala¬¬ han yang menjadi pertanyaan kami ke¬na¬pa hanya sedikit LKD yang diajukan oleh pemerintahan desa, seharusnya semua lembaga yang keberadaannya eksis termasuk lembaga-lembaga mitra desa juga harusnya diajukan saja, toh nanti ditingkat lebih atas akan dilakukan seleksi oleh panitia,” katanya.
Sekcam mempertegas bahwa, tidak ada LKD yang dianggap khusus dan spesial, selama keberadaan mereka ada secara sah dan terdaftar akan menda¬patkan kesempatan yang sama.
“Bahkan sepengetahuan kami khusus di desa Rada banyak LKD yang mendaftarkan diri untuk ikut seleksi, tetapi yang diajukan oleh kepala desa kok hanya lima LKD. LKD yang lainnya kenapa tidak direkomendasi oleh kepala desa, bahkan keberadaan mereka ada yang puluhan tahun?. Jadi Kades jangan melakukan pemilahan berdasarkan kemauan sendiri, mereka harus membuka kesempatan yang sama kepada seluruh kelompok masyarakat yang ada,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama M. Antonius, S.STP, Camat Bolo mem¬pertegas penjelasan Sekcamnya. Dia mengaku, tidak mungkin pihak keca¬matan memasukan LKD yang tidak jelas dasar hukumnya. Harusnya, kata dia, kepala desa harus lebih banyak merekomendasikan LKD yang ada di desanya, sehingga mereka memiliki kesempatan yang sama.
“Kalau memang pernyataan Kades seperti itu maka pihak kecematan akan mengambil kebijakan untuk mengemba¬likan kembali seluruh berkas yang ada dan memerintahkan seluruh LKD yang memenuhi syarat yang ada untuk didaf¬tarkan sehingga mereka memiliki ke¬sempatan yang sama. Jangan hanya LKD yang disenangi oleh kepala desa saja diajukan dan kepala desa jangan memberikan informasi yang tidak jelas dasarnya,” tandasnya. (GA.321*)