Mataram, Garda Asakota.-
Selama tiga (3) tahun terakhir ini, PGRI NTB melihat adanya peningkatan aspek pendidikan di NTB yang cukup signifikan menuju pada kebaikan baik pada aspek pola, sistem kegiatan belajar mengajar mau¬pun dukungan yang tersedia menyangkut sarana dan prasarana bai yang menyangkut perangkat lunak maupun perangkat keras yang sudah lebih memadai.
“Artinya sudah 80 persen lebih kebutuhan menyangkut aspek pendidikan itu sudah tercapai. Hal ini juga dilihat dari antusiasnya teman-teman guru di NTB mengikuti pendidikan atau da¬lam istilah UU Nomor 14 tahun 2005 yang bekaitan dengan kewenangan mengajar bahwa guru itu harus minimal S1. Ini juga sudah sangat signifikan terpenuhi,” papar Ketua PGRI NTB, Drs. H. M. Ali H. A. Rahim, kepada wartawan belum lama ini. Peningkatan ini, menurutnya, tidak terle¬pas dari peran guru dalam peningkatan kema¬juan pendidikan dan IPM di NTB. Baik yang mereka lakukan secara formal maupun secara non formal. Peningkatan yang sangat signifikan juga terjadi dalam hal sertifikasi guru di NTB. Dikatakannya, dari 42 ribu guru Negeri yang ada di NTB, sekitar 18.551 orang guru sudah lulus sertifikasi. Untuk tahun 2012 ini, sekitar 5.401 orang guru yang mengikuti uji serti¬fikasi. Dan jika 5.401 orang guru Negeri ini lulus sertifikasi, maka jumlah guru Ne¬geri yang lulus sertifikasi itu sudah menca¬pai angka 23 ribu orang guru Negeri. “Sehingga harapan kita di tahun 2015 nanti. Jumlah 42 ribu orang guru ini sudah semua¬nya mendapatkan tunjangan sertifikasi. Sehingga di tahun 2016 itu tidak ada lagi guru yang tidak tersertifikasi,” jelasnya. Sertifikasi menurutnya, adalah penga¬kuan sebagai seorang guru yang professional. Jadi ini adalah peningkatan pemaha¬man diri guru itu sendiri. Mau tidak mau hal itu akan mempengaruhi mutu pendidi¬kan. Melahirkan out put pendidikan yang berkualitas yang bersumber dari guru yang berkualitas. Ada semacam konsekuensi dari pemberian tunjangan sertifikasi ini yaitu guru yang bersertifikasi harus melakukan perubahan-perubahan yang signifikan tentang keprofesionalismean guru berda¬sarkan enam (6) criteria profesesionalisme-an seorang guru. Guru yang sudah menda-patkan sertifikasi bisa diberikan sanksi atau dicabut sertifikasinya apabila dia selesai masa usia pensiun, meninggal dunia, ber¬pindah ke structural, kurang jam menga¬jarnya 24 jam, mendapat tugas belajar (kalau ada tugas belajar, maka pada bulan ketujuh diberhentikan sementara). Pokoknya guru yang tidak mengajar 24 jam itu tidak mendapatkan tunjangan sertifikasi. Sementara ini di NTB, saya melihat, kekurangan-kekurangan seperti itu diperbolehkan dengan mengajar di sekolah-sekolah lain sehingga mencukupi 24 jam. Jadi ada upaya-upaya lain yang dilakukan oleh para guru atas ijin Kepala Sekolah, itu bisa dilakukan,” katanya. (GA. 211/Joni*).
Selama tiga (3) tahun terakhir ini, PGRI NTB melihat adanya peningkatan aspek pendidikan di NTB yang cukup signifikan menuju pada kebaikan baik pada aspek pola, sistem kegiatan belajar mengajar mau¬pun dukungan yang tersedia menyangkut sarana dan prasarana bai yang menyangkut perangkat lunak maupun perangkat keras yang sudah lebih memadai.
“Artinya sudah 80 persen lebih kebutuhan menyangkut aspek pendidikan itu sudah tercapai. Hal ini juga dilihat dari antusiasnya teman-teman guru di NTB mengikuti pendidikan atau da¬lam istilah UU Nomor 14 tahun 2005 yang bekaitan dengan kewenangan mengajar bahwa guru itu harus minimal S1. Ini juga sudah sangat signifikan terpenuhi,” papar Ketua PGRI NTB, Drs. H. M. Ali H. A. Rahim, kepada wartawan belum lama ini. Peningkatan ini, menurutnya, tidak terle¬pas dari peran guru dalam peningkatan kema¬juan pendidikan dan IPM di NTB. Baik yang mereka lakukan secara formal maupun secara non formal. Peningkatan yang sangat signifikan juga terjadi dalam hal sertifikasi guru di NTB. Dikatakannya, dari 42 ribu guru Negeri yang ada di NTB, sekitar 18.551 orang guru sudah lulus sertifikasi. Untuk tahun 2012 ini, sekitar 5.401 orang guru yang mengikuti uji serti¬fikasi. Dan jika 5.401 orang guru Negeri ini lulus sertifikasi, maka jumlah guru Ne¬geri yang lulus sertifikasi itu sudah menca¬pai angka 23 ribu orang guru Negeri. “Sehingga harapan kita di tahun 2015 nanti. Jumlah 42 ribu orang guru ini sudah semua¬nya mendapatkan tunjangan sertifikasi. Sehingga di tahun 2016 itu tidak ada lagi guru yang tidak tersertifikasi,” jelasnya. Sertifikasi menurutnya, adalah penga¬kuan sebagai seorang guru yang professional. Jadi ini adalah peningkatan pemaha¬man diri guru itu sendiri. Mau tidak mau hal itu akan mempengaruhi mutu pendidi¬kan. Melahirkan out put pendidikan yang berkualitas yang bersumber dari guru yang berkualitas. Ada semacam konsekuensi dari pemberian tunjangan sertifikasi ini yaitu guru yang bersertifikasi harus melakukan perubahan-perubahan yang signifikan tentang keprofesionalismean guru berda¬sarkan enam (6) criteria profesesionalisme-an seorang guru. Guru yang sudah menda-patkan sertifikasi bisa diberikan sanksi atau dicabut sertifikasinya apabila dia selesai masa usia pensiun, meninggal dunia, ber¬pindah ke structural, kurang jam menga¬jarnya 24 jam, mendapat tugas belajar (kalau ada tugas belajar, maka pada bulan ketujuh diberhentikan sementara). Pokoknya guru yang tidak mengajar 24 jam itu tidak mendapatkan tunjangan sertifikasi. Sementara ini di NTB, saya melihat, kekurangan-kekurangan seperti itu diperbolehkan dengan mengajar di sekolah-sekolah lain sehingga mencukupi 24 jam. Jadi ada upaya-upaya lain yang dilakukan oleh para guru atas ijin Kepala Sekolah, itu bisa dilakukan,” katanya. (GA. 211/Joni*).