Soal Transparansi Penanganan Kasus Korupsi di NTB
Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB dinilai masih bersikap tertutup dalam pengungka¬pan data-data menyangkut penanganan kasus-kasus korupsi di NTB. Hal ini ber¬beda dengan Kepolisian Daerah (Polda) NTB yang dinilai memiliki sikap keterbu¬kaan dalam menjelaskan sejumlah kasus korupsi yang selama ini ditanganinya. Hal ini terungkap dari kunjungan Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) DPD RI
yang dipimpin oleh Prof. Dr. Farouk Muhammad, pada institusi Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB pada Kamis (04/10) dan pada Direk¬torat Reskrim Khusus (Dit Reskrimsus) Polda NTB pada Jum’at (05/10) lalu. “Ada perbedaan persepsi antara kami dengan pihak Kejaksaan Tinggi NTB seolah-seolah kami tidak berhak tahu terkait dengan sejauh mana penanganan kasus-kasus korupsi di lingkup Kejaksaan Tinggi NTB. Padahal kami melaksanakan amanat konsitusi terkait dengan akuntabilitas publik dalam penanganan kasus-kasus korupsi di NTB, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran Negara. Seberapa besar anggaran APBN yang digunakan untuk itu kita berwenang untuk mengeta-huinya. Baru setelah diberi pengertian seperti itu, pada akhirnya pihak Kejati dapat memahaminya dan akan menyampaikan data-datanya secara lengkap,” jelas Ketua PAP DPD RI, Farouk Muhammad, kepada sejumlah wartawan di sela-sela pelaksanaan Focus Group Discussion PAP DPD RI di Hotel Grand Legi Mataram, Jum’at lalu. Sikap keterbukaan dalam mengungkap¬kan kemajuan penanganan korupsi di Provinsi NTB ini menurut Farouk Muham¬mad justru terlihat pada sikap jajaran Polda NTB yang secara terbuka memaparkan tentang kemajuan dan hambatan penanga¬nan kasus-kasus korupsi di Lingkup wilayah hukum Polda NTB. “Sementara sikap Kepolisian Daerah (Polda) NTB sangat terbuka memberikan data-data terkait penanganan kasus-kasus korupsi baik yang sudah dituntaskan maupun yang sedang disidik,” cetusnya. Dari hasil klarifikasi yang dilakukan oleh Tim PAP DPD RI di Kejati NTB diungkapkannya bahwa pihak Kejati NTB saat sekarang ini tengah menyidik 13 kasus korupsi di lingkup wilayah hukumnya. Akan tetapi, dari hasil klarifikasi Tim PAP DPD RI itu juga ditemukan ada kasus korupsi yang diduga mangkrak dari tahun 2008 dan belum bisa dituntaskan begitu pun ada kasus yang berkaitan dengan salah satu KUD di Kabupaten Bima yang sejak bebe¬rapa tahun lalu belum bisa dituntaskan oleh pihak Kejati NTB. “Apa kendalanya hingga sejumlah kasus ini belum bisa tersele¬saikan?. Tapi sangat prihatin memang karena kendalanya terungkap diakibatkan oleh karena pejabat structural maupun fungsional yang ditempatkan di Pidana Khusus itu sangat terbatas. Itu juga bahan bagi kami untuk dibahas lebih lanjut dengan Kejaksaan Agung,” cetus pria yang dikenal getol turun ke daerah pemilihannya ini. Sejumlah kasus yang masih mangkrak di institusi Kejati NTB menjadi atensi utamanya. Apalagi ditemukan juga ada kasus yang penyidikannya dilakukan dalam waktu bertahun-tahun namun tidak bisa dituntaskan penyelesaiannya. “Mudah-mudahan Kejatinya yang baru itu dapat men¬dorong penyelesaian kasus-kasus ter¬sebut. Dan kami tentu akan membantunya dengan menyampaikan apa-apa yang menjadi kendala dan hambatan di tingkat Pusatnya,” ujarnya. PAP DPD RI ini selan¬jutnya akan menyampaikan hasil klarifikasi yang dilakukannya pada dua lembaga hukum di NTB yakni Kejati NTB dan Polda NTB ini pada sepuluh (10) Lembaga Tinggi Negara seperti Kejagung RI, Kapolri, KPK, BPK, MA, BPKP. “Sifatnya nanti adalah konsul¬tatif dan kami secara focus berke-wajiban untuk mengamankan pelaksanaan APBN-nya saja. Setelah itu, hasilnya nanti akan kami sampaikan pada lembaga DPR RI untuk dilakukan pengawasan lebih lanjut,” tandasnya. Sementara itu, Direktur Reskrim Khusus Polda NTB, Kombes Pol. Drs. Triyono BP, M. Si., mengungkapkan beberapa aspek yang diungkapkan pihaknya kepada Tim PAP DPD RI adalah menyangkut beberapa aspek seperti pelaksanaan Criminal Justice System (CJS) yang terlaksana secara baik antar kelembagaan hukum. Menyangkut lambatnya penanganan kasus-kasus korupsi, Triyono BP, menjelas¬kan bahwa hal tersebut terkendala akibat dari kurangnya jumlah penyidik criminal khusus di lingkup Polda NTB. Minimal itu 1 berbanding 10. Solusinya tentu adalah dengan melakukan rekruitmen. Sementara kendala lainnya adalah menyangkut saksi ahli dari lembaga BPK dan BPKP memiliki agenda kerja tersendiri yang terjadwal sehingga tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh penyidik criminal khusus. “Jadi tidak bisa semau kitalah karena mereka punya jadwal sendiri,” cetus Triyono BP, kepada sejumlah wartawan di ruang kerjanya, Jum’at lalu. Untuk tahun 2012 ini, penanganan kasus korupsi di lingkup Polda NTB telah menca¬pai kemajuan sekitar 34 sekian persen dari target kasus korupsi sebanyak 26 kasus yang ditargetkan oleh Mabes Polri. “Sampai saat sekarang kita sudah menyelesaikan 12 perkara atau sekitar 34 sekian persen. Masih ada sekitar 46,15 persen. Tapi saya masih punya tabungan kasus, tabungan saya itu yang sudah disidik ada 6 perkara. Yang tahap satu (1) ada 5 perkara. Terus ada yang P-19 ada sekitar enam (6) perkara. Kita harapkan dalam waktu Oktober, Nopember dan Desember ini sudah ada hasil yang signifikan. Berarti saya masih punya tabungan yang harus saya selesaikan itu ada sekitar 14 perkara. Target yang 26 perkara itu, bukan hanya Polda NTB saja. Di Dit Reskrimsus sendiri targetnya ada sekitar 7 perkara. Saya sudah bisa tuntaskan 6 perkara. Nah sisa satu (1) ini saya masih punya tabungan. Saya IAIN masih ada dua (2) perkara yang belum selesai. Nah kalau ini tuntas, maka saya over satu perkara,” terangnya lugas. Dalam tingkatan penangan kasus korupsi di lingkup Polres di NTB, menurut¬nya, Polres yang sudah memenuhi target dan mendapatkan penghargaan adalah Pol¬res KSB. Polres KSB memiliki dua (2) tar¬get kasus korupsi dan suda tuntas ditangani. Begitu pun Polres Bima Kota memiliki target dua (2) kasus dan sudah dituntaskan. “Tapi bukan berarti setelah memenuhi target dia nggak kerja, dia tetap kerja. Bima Kota masih tetap sidik satu (1) perkara korupsi. Jadi itukan target, melam¬paui target malah lebih bagus,” ungkap Triyono BP. Sementara Polres-polres lain seperti Polres Kota Mataram memiliki target dua (2) perkara, namun belum dapat dituntaskan. Begitu pun dengan Polres Lobar, Lotim, dan Loteng. Masing-masing memiliki target dua (2) perkara namun belum berhasil dituntas¬kan. “Polres Dompu memiliki target tiga (3) perkara korupsi juga belum dapat dituntas¬kan. Sementara untuk Polres Bima Kabupaten ada satu (1) perkara korupsi dan belum dapat dituntaskan,” ujarnya. Belum selesainya penanganan kasus korupsi di tingkat Polres tersebut menurut¬nya disebabkan karena pada tingkat Polres belum ada Satuan Reskrim Khusus yang secara focus menangani penuntasan perkara korupsi. Kalau di tingkatan Polda ada Reskri¬mum, ada Reskrim Narkoba, dan ada Reskrimsus. Di tingkatan Polres ini tidak ada, yang ada itu hanya Sat Reskrim dan Sat Reskrim Narkoba. “Sementara Sat Reskrimsusnya tidak ada. Sehingga anggota yang di Sat Reskrim itu kebanyakan menangani tindak pidana umum karena memang seperti kasus-kasus curanmor dan lain sebagainya itu merupa¬kan atensi masyarakat di daerah. Sehingga penyidik-penyidik tindak pidana khusus ini diperbantukan untuk membantu tindak pidana umum. Kami usulkan agar Krimsus itu sampai ke tingkat Polres. Jadi harus ada reorganisasi dibidang reserse criminal khusus,” tandasnya. (GA. 211*).
Mataram, Garda Asakota.-
Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB dinilai masih bersikap tertutup dalam pengungka¬pan data-data menyangkut penanganan kasus-kasus korupsi di NTB. Hal ini ber¬beda dengan Kepolisian Daerah (Polda) NTB yang dinilai memiliki sikap keterbu¬kaan dalam menjelaskan sejumlah kasus korupsi yang selama ini ditanganinya. Hal ini terungkap dari kunjungan Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) DPD RI
yang dipimpin oleh Prof. Dr. Farouk Muhammad, pada institusi Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB pada Kamis (04/10) dan pada Direk¬torat Reskrim Khusus (Dit Reskrimsus) Polda NTB pada Jum’at (05/10) lalu. “Ada perbedaan persepsi antara kami dengan pihak Kejaksaan Tinggi NTB seolah-seolah kami tidak berhak tahu terkait dengan sejauh mana penanganan kasus-kasus korupsi di lingkup Kejaksaan Tinggi NTB. Padahal kami melaksanakan amanat konsitusi terkait dengan akuntabilitas publik dalam penanganan kasus-kasus korupsi di NTB, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran Negara. Seberapa besar anggaran APBN yang digunakan untuk itu kita berwenang untuk mengeta-huinya. Baru setelah diberi pengertian seperti itu, pada akhirnya pihak Kejati dapat memahaminya dan akan menyampaikan data-datanya secara lengkap,” jelas Ketua PAP DPD RI, Farouk Muhammad, kepada sejumlah wartawan di sela-sela pelaksanaan Focus Group Discussion PAP DPD RI di Hotel Grand Legi Mataram, Jum’at lalu. Sikap keterbukaan dalam mengungkap¬kan kemajuan penanganan korupsi di Provinsi NTB ini menurut Farouk Muham¬mad justru terlihat pada sikap jajaran Polda NTB yang secara terbuka memaparkan tentang kemajuan dan hambatan penanga¬nan kasus-kasus korupsi di Lingkup wilayah hukum Polda NTB. “Sementara sikap Kepolisian Daerah (Polda) NTB sangat terbuka memberikan data-data terkait penanganan kasus-kasus korupsi baik yang sudah dituntaskan maupun yang sedang disidik,” cetusnya. Dari hasil klarifikasi yang dilakukan oleh Tim PAP DPD RI di Kejati NTB diungkapkannya bahwa pihak Kejati NTB saat sekarang ini tengah menyidik 13 kasus korupsi di lingkup wilayah hukumnya. Akan tetapi, dari hasil klarifikasi Tim PAP DPD RI itu juga ditemukan ada kasus korupsi yang diduga mangkrak dari tahun 2008 dan belum bisa dituntaskan begitu pun ada kasus yang berkaitan dengan salah satu KUD di Kabupaten Bima yang sejak bebe¬rapa tahun lalu belum bisa dituntaskan oleh pihak Kejati NTB. “Apa kendalanya hingga sejumlah kasus ini belum bisa tersele¬saikan?. Tapi sangat prihatin memang karena kendalanya terungkap diakibatkan oleh karena pejabat structural maupun fungsional yang ditempatkan di Pidana Khusus itu sangat terbatas. Itu juga bahan bagi kami untuk dibahas lebih lanjut dengan Kejaksaan Agung,” cetus pria yang dikenal getol turun ke daerah pemilihannya ini. Sejumlah kasus yang masih mangkrak di institusi Kejati NTB menjadi atensi utamanya. Apalagi ditemukan juga ada kasus yang penyidikannya dilakukan dalam waktu bertahun-tahun namun tidak bisa dituntaskan penyelesaiannya. “Mudah-mudahan Kejatinya yang baru itu dapat men¬dorong penyelesaian kasus-kasus ter¬sebut. Dan kami tentu akan membantunya dengan menyampaikan apa-apa yang menjadi kendala dan hambatan di tingkat Pusatnya,” ujarnya. PAP DPD RI ini selan¬jutnya akan menyampaikan hasil klarifikasi yang dilakukannya pada dua lembaga hukum di NTB yakni Kejati NTB dan Polda NTB ini pada sepuluh (10) Lembaga Tinggi Negara seperti Kejagung RI, Kapolri, KPK, BPK, MA, BPKP. “Sifatnya nanti adalah konsul¬tatif dan kami secara focus berke-wajiban untuk mengamankan pelaksanaan APBN-nya saja. Setelah itu, hasilnya nanti akan kami sampaikan pada lembaga DPR RI untuk dilakukan pengawasan lebih lanjut,” tandasnya. Sementara itu, Direktur Reskrim Khusus Polda NTB, Kombes Pol. Drs. Triyono BP, M. Si., mengungkapkan beberapa aspek yang diungkapkan pihaknya kepada Tim PAP DPD RI adalah menyangkut beberapa aspek seperti pelaksanaan Criminal Justice System (CJS) yang terlaksana secara baik antar kelembagaan hukum. Menyangkut lambatnya penanganan kasus-kasus korupsi, Triyono BP, menjelas¬kan bahwa hal tersebut terkendala akibat dari kurangnya jumlah penyidik criminal khusus di lingkup Polda NTB. Minimal itu 1 berbanding 10. Solusinya tentu adalah dengan melakukan rekruitmen. Sementara kendala lainnya adalah menyangkut saksi ahli dari lembaga BPK dan BPKP memiliki agenda kerja tersendiri yang terjadwal sehingga tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh penyidik criminal khusus. “Jadi tidak bisa semau kitalah karena mereka punya jadwal sendiri,” cetus Triyono BP, kepada sejumlah wartawan di ruang kerjanya, Jum’at lalu. Untuk tahun 2012 ini, penanganan kasus korupsi di lingkup Polda NTB telah menca¬pai kemajuan sekitar 34 sekian persen dari target kasus korupsi sebanyak 26 kasus yang ditargetkan oleh Mabes Polri. “Sampai saat sekarang kita sudah menyelesaikan 12 perkara atau sekitar 34 sekian persen. Masih ada sekitar 46,15 persen. Tapi saya masih punya tabungan kasus, tabungan saya itu yang sudah disidik ada 6 perkara. Yang tahap satu (1) ada 5 perkara. Terus ada yang P-19 ada sekitar enam (6) perkara. Kita harapkan dalam waktu Oktober, Nopember dan Desember ini sudah ada hasil yang signifikan. Berarti saya masih punya tabungan yang harus saya selesaikan itu ada sekitar 14 perkara. Target yang 26 perkara itu, bukan hanya Polda NTB saja. Di Dit Reskrimsus sendiri targetnya ada sekitar 7 perkara. Saya sudah bisa tuntaskan 6 perkara. Nah sisa satu (1) ini saya masih punya tabungan. Saya IAIN masih ada dua (2) perkara yang belum selesai. Nah kalau ini tuntas, maka saya over satu perkara,” terangnya lugas. Dalam tingkatan penangan kasus korupsi di lingkup Polres di NTB, menurut¬nya, Polres yang sudah memenuhi target dan mendapatkan penghargaan adalah Pol¬res KSB. Polres KSB memiliki dua (2) tar¬get kasus korupsi dan suda tuntas ditangani. Begitu pun Polres Bima Kota memiliki target dua (2) kasus dan sudah dituntaskan. “Tapi bukan berarti setelah memenuhi target dia nggak kerja, dia tetap kerja. Bima Kota masih tetap sidik satu (1) perkara korupsi. Jadi itukan target, melam¬paui target malah lebih bagus,” ungkap Triyono BP. Sementara Polres-polres lain seperti Polres Kota Mataram memiliki target dua (2) perkara, namun belum dapat dituntaskan. Begitu pun dengan Polres Lobar, Lotim, dan Loteng. Masing-masing memiliki target dua (2) perkara namun belum berhasil dituntas¬kan. “Polres Dompu memiliki target tiga (3) perkara korupsi juga belum dapat dituntas¬kan. Sementara untuk Polres Bima Kabupaten ada satu (1) perkara korupsi dan belum dapat dituntaskan,” ujarnya. Belum selesainya penanganan kasus korupsi di tingkat Polres tersebut menurut¬nya disebabkan karena pada tingkat Polres belum ada Satuan Reskrim Khusus yang secara focus menangani penuntasan perkara korupsi. Kalau di tingkatan Polda ada Reskri¬mum, ada Reskrim Narkoba, dan ada Reskrimsus. Di tingkatan Polres ini tidak ada, yang ada itu hanya Sat Reskrim dan Sat Reskrim Narkoba. “Sementara Sat Reskrimsusnya tidak ada. Sehingga anggota yang di Sat Reskrim itu kebanyakan menangani tindak pidana umum karena memang seperti kasus-kasus curanmor dan lain sebagainya itu merupa¬kan atensi masyarakat di daerah. Sehingga penyidik-penyidik tindak pidana khusus ini diperbantukan untuk membantu tindak pidana umum. Kami usulkan agar Krimsus itu sampai ke tingkat Polres. Jadi harus ada reorganisasi dibidang reserse criminal khusus,” tandasnya. (GA. 211*).