Mataram, Garda Asakota.-
Jelang empat (4) bulan lagi masa penentuan Siapa Kepala Daerah yang bakal me¬mim pin NTB untuk pe¬riodisasi kepe¬mimpinan 2013-2017, konstalasi politik di Provinsi NTB ini dinilai masih kelihatan adem ayem saja. “Sampai hari ini, kita melihat kons¬talasi politiknya masih adem ayem saja. Bahkan semua bakal Calon Gubernur NTB yang kita ketahui mau mencalonkan diri untuk Pilgub NTB kelihatannya masih saling menunggu. Ini menunjukkan bahwa tidak ada kepercayaan diri dari para figur tersebut untuk mencalonkan diri menjadi Cagub NTB,” demikian pandangan mantan Ketua KNPI Provinsi NTB, Lalu Winengan, terkait dengan konstalasi politik di NTB jelang Pilgub NTB 2013-2017 kepada wartawan media ini beberapa waktu lalu.
Pandangan Winengan ini didasari oleh karena sampai hari ini, semua figur bakal calon Gubernur NTB, belum melakukan gerakan-gerakan politik yang riel untuk mensosialisasikan kesiapan dirinya dan paket pasangannya pada tingkat masyara¬kat. “Figur-figur yang sebelumnya sudah melakukan deklarasi atau yang sudah menya¬takan dirinya siap untuk mencalon¬kan dirinya menjadi bakal Calon Gubernur NTB ini belum melakukan sama sekali gerakan politik dan ini menunjukkan bahwa rakyat kita ini sama sekali tidak perduli lagi terhadap politik di NTB ini,” cetus Winengan. Kondisi ini juga menurutnya juga bukan karena didasari oleh karena factor pengaruh kuatnya figur Tuan Guru Bajang (TGB). Bahkan menurut pandangan Winengan, dalam Pilgub NTB ini tidak ada figur personal Cagub itu yang memiliki pengaruh yang kuat dalam tataran public. “Tidak ada figur Cagub itu yang kuat secara politik. Kalau misalnya figur TGB itu adalah figur yang kuat, kenapa tidak melakukan deklarasi itu dari awal-awal saja. Masih menghargai jabatannya?. Oh tidak, saya kira TGB itu masih ragu. Coba lihat daerah-daerah lain, calon Incumbent itu sudah sejak awal mendeklara¬sikan dirinya menjadi Cagub. Kalau melihat inikan, kelihatannya masih ragu. Mungkin itulah, orang punya keraguan itu macam-macam. Karena incumbent, takut tidak jadi, takut tidak terpilih,” beber Winengan. Konteks banyaknya partai yang merapat dan memberikan dukungannya kepada TGB menurut Winengan bukan merupakan suatu jaminan kuatnya figur Cagub itu. “Itukan partai, belum tentu rakyat. Partai itu belum tentu diikuti oleh rakyat. Beda dengan pemilihan legislative. Kalau Pileg, partai itu diikuti oleh rakyat¬nya. Karena pendukungnya itu ada keluar¬ga¬nya, ada sahabatnya, ada temannya. Nah kalau Pilgub ini misalnya Parpol-parpol itu mengusung figur Cagub, tapi belum tentu akan dipilih oleh konstituen dari partai pengusung figur tersebut,” kritisnya. Menyangkut konsepsi kepemimpinan di NTB. Konsepsi kepemimpinan NTB lima (5) tahun kedepan menurut pandangan Winengan haruslah figur yang memiliki ting¬kat kepedulian yang tinggi terhadap masyarakat NTB yang tersebar dalam dua (2) wilayah kepulauan ini. “Dia haruslah so¬sok yang memiliki komitmen membangun yang kuat dan tidak membeda-bedakan kue pembangunannya. Figur yang tidak meman¬ dang siapapun dan tidak memandang orga¬nisasi manapun. Yang dikedepankan adalah konsep penyamarataan dan tidak hanya berpihak pada elemen-elemen masyarakat tertentu,” tegasnya. (GA. Imam*).
Jelang empat (4) bulan lagi masa penentuan Siapa Kepala Daerah yang bakal me¬mim pin NTB untuk pe¬riodisasi kepe¬mimpinan 2013-2017, konstalasi politik di Provinsi NTB ini dinilai masih kelihatan adem ayem saja. “Sampai hari ini, kita melihat kons¬talasi politiknya masih adem ayem saja. Bahkan semua bakal Calon Gubernur NTB yang kita ketahui mau mencalonkan diri untuk Pilgub NTB kelihatannya masih saling menunggu. Ini menunjukkan bahwa tidak ada kepercayaan diri dari para figur tersebut untuk mencalonkan diri menjadi Cagub NTB,” demikian pandangan mantan Ketua KNPI Provinsi NTB, Lalu Winengan, terkait dengan konstalasi politik di NTB jelang Pilgub NTB 2013-2017 kepada wartawan media ini beberapa waktu lalu.
Pandangan Winengan ini didasari oleh karena sampai hari ini, semua figur bakal calon Gubernur NTB, belum melakukan gerakan-gerakan politik yang riel untuk mensosialisasikan kesiapan dirinya dan paket pasangannya pada tingkat masyara¬kat. “Figur-figur yang sebelumnya sudah melakukan deklarasi atau yang sudah menya¬takan dirinya siap untuk mencalon¬kan dirinya menjadi bakal Calon Gubernur NTB ini belum melakukan sama sekali gerakan politik dan ini menunjukkan bahwa rakyat kita ini sama sekali tidak perduli lagi terhadap politik di NTB ini,” cetus Winengan. Kondisi ini juga menurutnya juga bukan karena didasari oleh karena factor pengaruh kuatnya figur Tuan Guru Bajang (TGB). Bahkan menurut pandangan Winengan, dalam Pilgub NTB ini tidak ada figur personal Cagub itu yang memiliki pengaruh yang kuat dalam tataran public. “Tidak ada figur Cagub itu yang kuat secara politik. Kalau misalnya figur TGB itu adalah figur yang kuat, kenapa tidak melakukan deklarasi itu dari awal-awal saja. Masih menghargai jabatannya?. Oh tidak, saya kira TGB itu masih ragu. Coba lihat daerah-daerah lain, calon Incumbent itu sudah sejak awal mendeklara¬sikan dirinya menjadi Cagub. Kalau melihat inikan, kelihatannya masih ragu. Mungkin itulah, orang punya keraguan itu macam-macam. Karena incumbent, takut tidak jadi, takut tidak terpilih,” beber Winengan. Konteks banyaknya partai yang merapat dan memberikan dukungannya kepada TGB menurut Winengan bukan merupakan suatu jaminan kuatnya figur Cagub itu. “Itukan partai, belum tentu rakyat. Partai itu belum tentu diikuti oleh rakyat. Beda dengan pemilihan legislative. Kalau Pileg, partai itu diikuti oleh rakyat¬nya. Karena pendukungnya itu ada keluar¬ga¬nya, ada sahabatnya, ada temannya. Nah kalau Pilgub ini misalnya Parpol-parpol itu mengusung figur Cagub, tapi belum tentu akan dipilih oleh konstituen dari partai pengusung figur tersebut,” kritisnya. Menyangkut konsepsi kepemimpinan di NTB. Konsepsi kepemimpinan NTB lima (5) tahun kedepan menurut pandangan Winengan haruslah figur yang memiliki ting¬kat kepedulian yang tinggi terhadap masyarakat NTB yang tersebar dalam dua (2) wilayah kepulauan ini. “Dia haruslah so¬sok yang memiliki komitmen membangun yang kuat dan tidak membeda-bedakan kue pembangunannya. Figur yang tidak meman¬ dang siapapun dan tidak memandang orga¬nisasi manapun. Yang dikedepankan adalah konsep penyamarataan dan tidak hanya berpihak pada elemen-elemen masyarakat tertentu,” tegasnya. (GA. Imam*).