Bima, Garda Asakota.-
Ketua
Komisi I DPRD Kabupaten Bima, Baharuddin Ishaka, SH, meminta agar Wakil Bupati Bima, Drs. H.
Syafruddin HM. Nur, M. Pd, dapat mundur dari jabatannya secara legawa.
Menurutnya,
pernyataan Wabup yang ‘mengancam’ akan mengundurkan diri jika Drs.
Zubaer HAR, M.Si, tidak dicopot dari jabatannya oleh Bupati Bima, H. Ferry
Zulkarnain, ST, harus benar-benar direalisasikannya, dan Wakil Bupati
diingatkannya harus konsisten dan professional. Sebab
pernyataan itu, kata dia, dilontarkan bukan oleh H. Syafruddin secara pribadi,
melainkan sebagai Wakil Bupati Bima yang sah. “Dan memang pernyataan itu tidak
terkait hukum me lainkan persoalan etika kepemimpinan yang kita pertanyakan.
Memberikan pernyataan kepada pers untuk diketahui oleh publik itu sudah
dipegang, harus nya secara etika Wabup legawa mundur, dan Wabup harus
konsisten dengan pernyataannya itu karena merupakan sosok yang menjadi contoh
bagi masyarakat di Kabupaten Bima,” ungkap Baharuddin,
kepada wartawan, Kamis
(14/11). Diakuinya, Komisi I DPRD saat ini sedang melakukan upaya
klarifikasi terkait dengan mencuatnya spanduk ‘bermasalah’ saat
kegiatan sosialisasi sertifikasi jajaran Dikpora di aula Paruga Nae
Kecamatan Bolo, Senin lalu (4/11) lalu. Biasanya, pada setiap kegiatan dipampang
foto Bupati dan Wakil Bupati, yang mengapit tema kegiatan dengan pakaian
kebesarannya. Namun pada kegiatan itu, bukannya foto Wakil Bupati (Wabup) yang
dipasang berdampingan dengan Bupati, tetapi pihak penyelenggara memasang foto
Kepala Dinas Dikpora Kabupaten Bima, Drs. H. Zubair HAR, M.Si. Ironisnya, pada foto spanduk itu, Zubair
mengenakan seragam kebesaran Wabup yang biasa dipakai pada kegiatan-kegiatan
resmi pemerintahan, seperti pelantikan dan hari besar Nasional.
Mengetahui
hal itu, Wabup mendesak Bupati Bima segera mencopot Kadis Dikpora yang telah
dianggap melecehkan dirinya. Jika tidak, Wabup siap mundur dari jabatannya.
“Pernyataan Wabup mundur jika Bupati tidak mencopot Kadis Dikpora itu
terang-terangan dimuat media dan disebarluaskan ke publik. Penegasan Wakil
Bupati ini menjadi persoalan moral dan etika sebagai pemimpin,
karena itu saya minta Wakil Bupati lapang dada mengundurkan diri, dan tidak
bersikukuh mempertahankan jabatannya sebagai Wabup, jangan sampai di cap plin
plan atau tidak memiliki nilai tawar di hadapan Bupati,” tegasnya.
Baharuddin
menilai, dengan tidak diindahkannya keinginan Wabup oleh Bupati seakan-akan
posisi Wakil Bupati tidak ada apa-apanya di mata masyarakat.
Di
sisi lain, mantan anggota DPRD Kabupaten Bima, HM. Natsir, SH, justru sangat
menyesalkan dan menilai pernyataan Wakil Bupati terlalu premature untuk
disam paikan ke publik. “Namun karena sudah terlanjur dipublikasi, kembali
kepada Wakil Bupati yang membuat pernyataan,” katanya, Kamis (14/11).
Natsir
mengkhawatirkan pernyataan ini akan menjadi boomerang jika pada
kenyataannya Bupati tidak mengindahkan keinginan Wabup, dan tetap mempertahankan
Zubaer sebagai Kadis Dikpora. “Bisa menjadi boomerang, tidak seharusnya
berstatemen seperti itu, kasihan rakyatnya.
Tapi saya
melihat tipis Bupati untuk mencopot Zubaer, karena pertimbangan kedekatan
emosional antara Ferry dengan Zubaer” katanya seraya mengungkapkan bahwa di
sisi lain, dirinya dapat menangkap adanya semacam kekecewaan dari Wabup apalagi
menyandang sebagai orang nomor-2 di Kabupaten Bima.
Natsir
yang kini telah menjadi seorang Praktisi Hukum menilai pasca konflik ‘Spanduk
Dikpora’ akan memunculkan hubungan disharmoni antara Ferry-Syafruddin.
“Selama ini saya melihat mereka harmonis, tapi begitu kejadian itu bisa jadi
akan terjadi dishamoni. Pernyataan Wabup
yang disampaikan ke media itu kan, bahasa tingkat tinggi seorang Wabup loh.
Saya melihat setelah statemen itu, akan terjadi disharmoni. Akan terjadi
resistensi birokrat, terjadi pengkotak-kotakkan birorasi. Dan ini sudah
kelihatan, rakyat sudah tahu,” tandasnya.
Zubaer:
Daripada Wabup Mundur, Saya saja yang Dipecat
Kasus
foto spanduk yang diduga melecehkan Wakil Bupati Bima, Drs. H. Syafruddin H.
M. Nur, MM ditanggapi Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora)
Kabupaten Bima, Drs. Zubaer HAR M.Si. Saat menggelar konfrensi pers di Bandara
Sabtu lalu (9/11) Zubaer tak ingin berpolemik dan siap dipecat dari pada Wakil
Bupati mengundurkan diri. Menurutnya, foto dia dan Bupati Bima yang ada di spanduk
saat acara sosialisasi di Paruga Nae Kecamatan Bolo beberapa waktu lalu tak
diketahui persis.
Dirinya
pun tak ingin berpolemik dalam kasus ini, apalagi perang opini di media. Tapi,
sisi positifnya, lewat media juga bisa diklarifikasi persoalan ini. “Saya rasa
hanya orang yang gila dan bodoh saja yang mau merusak citra dirinya. Dan tidak
mungkin Saya melakukan itu,” jelasnya.
Menurut
Zubaer, wajar saja kalau Wakil Bupati marah dan emosi terkait foto tersebut.
Tapi, jangan di lihat dari satu sisi itu saja. “Tidak mungkin saya secara
pribadi mencederai citra pemerintah. Kalau pun ini ada peranan pihak ketiga,
Saya tak ingin su’udjon ke arah itu,” ketusnya. Pada intinya, jajaran Dinas
Dikpora tak mengetahui tentang hal tersebut. “Memang, saat kegiatan saya ada di
situ. Dan saya tak melihat ada spanduk yang menjadi biang kesalahpahaman
ini,” ujarnya. Dia tahu adanya spanduk itu, ketika H. Ali, Kabid KPMP yang
akhirnya di mutasi datang ke rumahnya. “Dari cerita H. Ali memang benar ada
spanduk itu. Saya bilang, kalau spanduk benar ada, itu adalah kesalahan,”
ceritanya.
Saat
itu, dirinya langsung menghubungi Wakil Bupati untuk meluruskan persoalan dan
memohon maaf atas kejadian tersebut. Dia pun menghubungi Pak Bupati lewat
Ajudannya, Armin. Sedangkan H. Ali selaku penanggungjawab kegiatan langsung
diarahkan bertemu Wakil Bupati untuk mengklarifikasi dan meminta maaf.
“Saat
1 Muharram, Saya dan H. Ali sudah menghadap Wakil Bupati dan meminta maaf
secara langsung. Langkah saya ini patut diapresiasi,” tukas Zubaer. Adanya
tanggapan Wakil Bupati yang menginginkan dia dicopot, bagi Zubaer, lebih baik
dirinya yang dipecat dari pada Wakil Bupati mengundurkan diri. “Saya tidak
ingin dalam masalah ini terjadi disharmonisasi antara Bupati dan Wakil Bupati,”
terangnya.
Sementara
itu, ia pun berhak untuk menjaga citra pribadi. Dan ketika pihaknya
dianggap melakukan pelanggaran, sebagai PNS tentu ada tahapan sanksi yang diberikan.
“Saya kira kedua pimpinan di Pemkab Bima itu adalah orang yang bijak. Dan bila
harus dipecat sebagai kepala Dinas, no problem bagi saya. Dan saya tidak akan
melakukan apa-apa. Sebab ini bukan jabatan keluarga atau warisan,” katanya.
Saat
bertemu Wakil Bupati, kata dia, sebenarnya tak ada masalah. “Komunikasi kami
baik-baik saja. Tapi, di media statemen beliau seolah emosional. Sebenarnya,
saya yang harus marah. Karena seragam di foto itu adalah seragam Kepala Desa.
Masa Kepala Dinas dibandingkan dengan Kepala Desa. Dan sebenarnya itu pelecehan
bagi saya,” tuturnya lagi.
Pria
berbadan tinggi itu melanjutkan, sebenarnya pemasangan spanduk selama ini tidak
pernah ada masalah. “Karena staf yang tak tahu aturan yang mengerjakan,
sehingga terlihat fatal seperti ini. Atau mungkin ada pihak ketiga yang sengaja
menciptakan kondisi ini. Yang jelas, Saya tidak gila dan bodoh dan tak mungkin
anak buah saya juga melakukan hal ini,” sorotnya.
Kata
dia, jika anak buah berbuat kesalahan, semestinya harus dilakukan pembinaan
terlebih dahulu. Dan terkait mutasi tiga pegawai Dinas Dikpora imbas masalah
ini, Zubaer mengaku bukan ranahnya menanggapi hal tersebut. “Agar jelas,
silahkan ke Pak Bupati kaitan masalah mutasi,” pungkasnya. (GA. 335*)