Oleh: Rafika, S. Pd
Intuisi hati ini ku paket lagi dalam sekeranjang cita-cita yang komplit untuk menggapai keluhuran dan kebenaran yang hakiki. Tak ada secuil rasa sentil, tak ada rasa apatis, tak ada rasa degresi, tak ada rasa ‘mbangkang’, tak ada rasa binasa, tetapi yang ada adalah totalitas hati yang patriotik. Kepada hati yang senantiasa menyimak, ingin ku tuturkan segala kisah dan intuitif, yang terlampau lirih, yang tak mampu ditanggap oleh indera. Reseptif menjadi pengharapan yang luar biasa, sehingga menjadi pembelajaran berkarakter yang harus disikapi dengan bijak agar tidak terinfeksi dan mewabah. Karena hati ibarat kerajaan dalam tubuh, jikalau dia rusak maka rubuhlah semua anggota tubuh,
Gurindamnya Raja Ali Haji.
Segalanya telah terinventaris rapi dalam gatra-gatra hati yang tak pernah dibuka, pun tak berani heroik karena akan mempengaruhi cita rasa dan ‘paralitis’. Telah terkadokan beberapa seri tetapi belum dibuka dan dibaca sebaris pun, sehingga kemoceng yang ku pegang berdebu dan bulukan karena senantiasa berinteraksi . Tragis atau pelitkah ‘membaca dan menyimak hati’ ?
Sedangkan manfaat membaca dan menyimak itu banyak, karena dalam setiap kata-kata terdapat pesan yang tersurat dan tersirat.Membaca suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis, Henry Guntur Tarigan.Is bringing meaning from printed or written material [memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung dalam bahasa tertulis] , Finochiaro and Banomo. Dengan membaca dan menyimak membuat kita lebih kompeten dan unggul dari orang lain, Saidin, S.Pd M,Pd [Kasek SMA Negeri I Bolo]
Pura-pura Sumringah-kah ? Sering dan pernahkah kita menemukan komunitas yang cerdas membaca dan menyimak hati ? Dimana ? Kapan ? Dalam moment apa ? Dalam misi apa ? Atau kita tidak pernah sama sekali melakoninya ? Tidak kompetitif, tidak palsu, tidak ikut menikmatinya, dan tidak menjadi ujung tombaknya ? Mudah-mudahan kita tidak dihadapkan dan berinteraksi dengan backroud model seperti itu. Dalam insting dan persepsi kita sangatlah dagel, tidak koheren dengan sentilan hati , benar-benar membuat kita kesal dan gemas. ketika lingkungan berkolaborasi dengan komunitas demikian, apresiasi kita lumrah saja. Pura-pura bodohkah ataukah pura-pura cerdas? pura-pura sumringah? pura-pura baik? Pura-pura nunut ? pura-pura ok-kah? Tetapi jangan pura-pura loyal ! Tetapi harus benar-benar loyal. Sikap yang berlabel pura-pura, sangatlah gampang terdeteksi, dan mudah di titah ! Yang serba pura-pura, tentu bukan aktraktif yang terbaik, karena pura-pura artinya yang tidak sesungguhnya, tampak berbuat tetapi sebenarnya tidak berbuat atau tidak berniat berbuat, dan berbuat seolah-olah atau berlagak.Yang serba pura-pura itu sangatlah capek karena tiap moment harus mengikuti naskah yang sutradarai oleh kita sendiri.
ketika keseharian harus disikapi dengan serba pura-pura bagaimana… keterlaluan juga dalam perspektif kita. Tetapi lumrah saja ketika kita tidak kuasa menyamakan persepsi. Semasih pandangan itu dalam koridor yang benar dan akurat, kita harus aplaus dan mendukung. Kita semua hidup di bawah langit yang sama, tetapi kita tidak memiliki horizon yang sama, Konrad Adenauer (1876-1967), konselir pertama Republik Federal Jerman Barat. Setiap individu memiliki pendekatan dan teknik yang berbeda dalam memandang setiap wacana, dan setiap itemnya harus ekstra hati-hati agar tidak menimbulkan dualisme yang berkepanjangan.
Berhati-hati dalam bertutur,dan bertata, agar tidak menimbulkan perpecahan dan keresahan, menghargai audien, akan senantiasa mendapat apresiasi yang lebih positif dari pada melemparkan fenomena yang serba kabur.
Keakuan yang berlebihan, tanpa mau dan tidak mau tahu kekurangan diri dan orang lain, aktif menumbuhkan kontroversi, menimbulkan kecemburuan, akan memupuk egoistis yang mayor. Klimaksnya sikap tersebut menjadi keapatisan yang abadi. Tilas untuk menuju kearah kepura-puraan menjadi lebih menyakinkan. Imbasnya akan menyemai bibit-bibit yang hibrida. Pura-pura jenius, pura-pura bodoh, atau pura-pura palsu. Tetapi ketika semuanya dilewati oleh dasawarsa, kepura-puraan itu akan sirna oleh waktu dan kenyataan yang ada. Karena kita semua yakin dan tahu, semua yang serba kamuflase tidak akan pernah abadi dan jaya di jagad ini. Karena jagad ini bukanlah warisan yang berlisensi, tetapi kita adalah penumpang yang mengontraknya dalam beberapa saat. Apapun yang kita sikapi dan geluti jangan sampai ditunggangi, sehingga semuanya serakah dan membabat sekelilingnya.
Hari ini kita bisa berpura-pura dan santai melenggang seenaknya, tetapi belum tentu besok kita bisa berlindung dibalik “punggung” kebodohan dan kejayaan hati orang lain .
Hari ini kita dengan congkak membuat keonaran, membual, menendang, memaki , tetapi besok atau lusa kita akan menunggu antrian panjang yang lebih heboh hasil dari kepura-puraan kita sendiri.Oke-lah kita bisa berpura-pura untuk kepentingan pribadi , tetapi ketika kepentingan itu dinikmati oleh orang lain dengan feodal bagaimana ? Ujung-ujungya malah kita akan menjadi juru kunci untuk kesewenangan orang lain.
Apakah setelah semuaya kandas, barulah kita terbangun dari cita-cita yang sesaat oleh kesewenangan sementara. Jangan sampai kita murka , memelintir dilema, mencerca, egois, membual diantara kelemahan-kelemahan yang dipolitisir. Kepura-puraan itu bukanlah hak paten yang menjadi seremoni kita di setiap sudut. Kita punya motivasi, tetapi layaknya adalah menghargai dan memandang sekeliling dengan naluri dan objektif.
Wajar-wajar saja kita menomorsatukan kewajaran, tetapi pun harus memantau , memenej, dan menghargai sudut-sudut kelemahan yang tidak ditunggangi. Kita tidak boleh sewenang, arogan, dan mengunggulkan kepentingan pribadi di atas sagala-galanya. Ada pihak-pihak yang harus kita selamatkan dan perhatikan dengan saksama.Pribadi yang serakah akan mempercepat runtuhnya keinginan yang tidak terkontrol.
Akankah kita hanya terus enteng-entengan saja, harus cermat dalam menindaklanjuti semuanya dengan tepat sasaran. Harus menghargai kebenaran dan menjunjung tinggi persatuan agar tidak terkecoh oleh segelintir yang tidak bertanggungjawab. Kita hidup dalam masa sekarang, kita bermimpi untuk masa depan, dan kita belajar kebenaran abadi dari masa lalu. Soong May-ling atau Madam Chiang Kai-Shek, mantan ibu negara Republik Nasional Tiongkok/Taiwan (1897-2003).
Jangan sampai kita terlena dengan kesementaraan, terlena dengan kecongkakan, terlena dengan kepura-puraan, terbius dengan angan dan terlena dengan kesewenangan.
Mudah-mudahan kita dijauhkan dan diselamatkan dari sikap-sikap demikian, dan kita menjadi insan-insan yang amanah, loyal, dan patriot bangsa, amin. Di dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakit tersebut, dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih akibat apa yang mereka dustakan, [ Al-Bakarah ;10]
Pemerhati budaya dan sosial
Mengajar di SMA Negeri I Bolo
Intuisi hati ini ku paket lagi dalam sekeranjang cita-cita yang komplit untuk menggapai keluhuran dan kebenaran yang hakiki. Tak ada secuil rasa sentil, tak ada rasa apatis, tak ada rasa degresi, tak ada rasa ‘mbangkang’, tak ada rasa binasa, tetapi yang ada adalah totalitas hati yang patriotik. Kepada hati yang senantiasa menyimak, ingin ku tuturkan segala kisah dan intuitif, yang terlampau lirih, yang tak mampu ditanggap oleh indera. Reseptif menjadi pengharapan yang luar biasa, sehingga menjadi pembelajaran berkarakter yang harus disikapi dengan bijak agar tidak terinfeksi dan mewabah. Karena hati ibarat kerajaan dalam tubuh, jikalau dia rusak maka rubuhlah semua anggota tubuh,
Gurindamnya Raja Ali Haji.
Segalanya telah terinventaris rapi dalam gatra-gatra hati yang tak pernah dibuka, pun tak berani heroik karena akan mempengaruhi cita rasa dan ‘paralitis’. Telah terkadokan beberapa seri tetapi belum dibuka dan dibaca sebaris pun, sehingga kemoceng yang ku pegang berdebu dan bulukan karena senantiasa berinteraksi . Tragis atau pelitkah ‘membaca dan menyimak hati’ ?
Sedangkan manfaat membaca dan menyimak itu banyak, karena dalam setiap kata-kata terdapat pesan yang tersurat dan tersirat.Membaca suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis, Henry Guntur Tarigan.Is bringing meaning from printed or written material [memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung dalam bahasa tertulis] , Finochiaro and Banomo. Dengan membaca dan menyimak membuat kita lebih kompeten dan unggul dari orang lain, Saidin, S.Pd M,Pd [Kasek SMA Negeri I Bolo]
Pura-pura Sumringah-kah ? Sering dan pernahkah kita menemukan komunitas yang cerdas membaca dan menyimak hati ? Dimana ? Kapan ? Dalam moment apa ? Dalam misi apa ? Atau kita tidak pernah sama sekali melakoninya ? Tidak kompetitif, tidak palsu, tidak ikut menikmatinya, dan tidak menjadi ujung tombaknya ? Mudah-mudahan kita tidak dihadapkan dan berinteraksi dengan backroud model seperti itu. Dalam insting dan persepsi kita sangatlah dagel, tidak koheren dengan sentilan hati , benar-benar membuat kita kesal dan gemas. ketika lingkungan berkolaborasi dengan komunitas demikian, apresiasi kita lumrah saja. Pura-pura bodohkah ataukah pura-pura cerdas? pura-pura sumringah? pura-pura baik? Pura-pura nunut ? pura-pura ok-kah? Tetapi jangan pura-pura loyal ! Tetapi harus benar-benar loyal. Sikap yang berlabel pura-pura, sangatlah gampang terdeteksi, dan mudah di titah ! Yang serba pura-pura, tentu bukan aktraktif yang terbaik, karena pura-pura artinya yang tidak sesungguhnya, tampak berbuat tetapi sebenarnya tidak berbuat atau tidak berniat berbuat, dan berbuat seolah-olah atau berlagak.Yang serba pura-pura itu sangatlah capek karena tiap moment harus mengikuti naskah yang sutradarai oleh kita sendiri.
ketika keseharian harus disikapi dengan serba pura-pura bagaimana… keterlaluan juga dalam perspektif kita. Tetapi lumrah saja ketika kita tidak kuasa menyamakan persepsi. Semasih pandangan itu dalam koridor yang benar dan akurat, kita harus aplaus dan mendukung. Kita semua hidup di bawah langit yang sama, tetapi kita tidak memiliki horizon yang sama, Konrad Adenauer (1876-1967), konselir pertama Republik Federal Jerman Barat. Setiap individu memiliki pendekatan dan teknik yang berbeda dalam memandang setiap wacana, dan setiap itemnya harus ekstra hati-hati agar tidak menimbulkan dualisme yang berkepanjangan.
Berhati-hati dalam bertutur,dan bertata, agar tidak menimbulkan perpecahan dan keresahan, menghargai audien, akan senantiasa mendapat apresiasi yang lebih positif dari pada melemparkan fenomena yang serba kabur.
Keakuan yang berlebihan, tanpa mau dan tidak mau tahu kekurangan diri dan orang lain, aktif menumbuhkan kontroversi, menimbulkan kecemburuan, akan memupuk egoistis yang mayor. Klimaksnya sikap tersebut menjadi keapatisan yang abadi. Tilas untuk menuju kearah kepura-puraan menjadi lebih menyakinkan. Imbasnya akan menyemai bibit-bibit yang hibrida. Pura-pura jenius, pura-pura bodoh, atau pura-pura palsu. Tetapi ketika semuanya dilewati oleh dasawarsa, kepura-puraan itu akan sirna oleh waktu dan kenyataan yang ada. Karena kita semua yakin dan tahu, semua yang serba kamuflase tidak akan pernah abadi dan jaya di jagad ini. Karena jagad ini bukanlah warisan yang berlisensi, tetapi kita adalah penumpang yang mengontraknya dalam beberapa saat. Apapun yang kita sikapi dan geluti jangan sampai ditunggangi, sehingga semuanya serakah dan membabat sekelilingnya.
Hari ini kita bisa berpura-pura dan santai melenggang seenaknya, tetapi belum tentu besok kita bisa berlindung dibalik “punggung” kebodohan dan kejayaan hati orang lain .
Hari ini kita dengan congkak membuat keonaran, membual, menendang, memaki , tetapi besok atau lusa kita akan menunggu antrian panjang yang lebih heboh hasil dari kepura-puraan kita sendiri.Oke-lah kita bisa berpura-pura untuk kepentingan pribadi , tetapi ketika kepentingan itu dinikmati oleh orang lain dengan feodal bagaimana ? Ujung-ujungya malah kita akan menjadi juru kunci untuk kesewenangan orang lain.
Apakah setelah semuaya kandas, barulah kita terbangun dari cita-cita yang sesaat oleh kesewenangan sementara. Jangan sampai kita murka , memelintir dilema, mencerca, egois, membual diantara kelemahan-kelemahan yang dipolitisir. Kepura-puraan itu bukanlah hak paten yang menjadi seremoni kita di setiap sudut. Kita punya motivasi, tetapi layaknya adalah menghargai dan memandang sekeliling dengan naluri dan objektif.
Wajar-wajar saja kita menomorsatukan kewajaran, tetapi pun harus memantau , memenej, dan menghargai sudut-sudut kelemahan yang tidak ditunggangi. Kita tidak boleh sewenang, arogan, dan mengunggulkan kepentingan pribadi di atas sagala-galanya. Ada pihak-pihak yang harus kita selamatkan dan perhatikan dengan saksama.Pribadi yang serakah akan mempercepat runtuhnya keinginan yang tidak terkontrol.
Akankah kita hanya terus enteng-entengan saja, harus cermat dalam menindaklanjuti semuanya dengan tepat sasaran. Harus menghargai kebenaran dan menjunjung tinggi persatuan agar tidak terkecoh oleh segelintir yang tidak bertanggungjawab. Kita hidup dalam masa sekarang, kita bermimpi untuk masa depan, dan kita belajar kebenaran abadi dari masa lalu. Soong May-ling atau Madam Chiang Kai-Shek, mantan ibu negara Republik Nasional Tiongkok/Taiwan (1897-2003).
Jangan sampai kita terlena dengan kesementaraan, terlena dengan kecongkakan, terlena dengan kepura-puraan, terbius dengan angan dan terlena dengan kesewenangan.
Mudah-mudahan kita dijauhkan dan diselamatkan dari sikap-sikap demikian, dan kita menjadi insan-insan yang amanah, loyal, dan patriot bangsa, amin. Di dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakit tersebut, dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih akibat apa yang mereka dustakan, [ Al-Bakarah ;10]
Pemerhati budaya dan sosial
Mengajar di SMA Negeri I Bolo