Kepala Bidang Penjaminan Manfaat Rujukan (PMR) BPJS Bima, Alfin, didampingi Kepala Bidang SDM dan Komunikasi Publik, Khustonil Ansory,
Kota Bima, Garda Asakota.-
Aksi mogok sejumlah pegawai RSUD Kota Bima baik yang ASN maupun Honorer Daerah pada Senin 11 Maret 2019 lalu dipicu oleh karena belum dibayarkannya Jasa Pelayanan (Jaspel) BPJS Kesehatan. Lantas bagaimana penjelasan soal belum dibayarkanya anggaran Jaspel ini oleh BPJS?.
Baca Juga Berita Terkait:
Jaspel BPJS Belum Dicairkan, Pegawai RSUD Kota Bima Mogok Kerjahttp://www.gardaasakota.com/2019/03/jaspel-bpjs-belum-dicairkan-pegawai.html?m=1
Kepada wartawan media ini, Kepala Kantor BPJS Kesehatan Bima melalui Kepala Bidang Penjaminan Manfaat Rujukan (PMR), Alfin, didampingi Kepala Bidang SDM dan Komunikasi Publik, Khustonil Ansory, menjelaskan pihak BPJS sudah membayarkan klaim Jaspel BPJS Kesehatan dari Juli hingga Desember 2018.
"Sementara untuk klaim yang Januari 2019, memang belum di bayarkan karena baru jatuh temponya itu pada 1 Maret 2019. Meski demikian denda akan tetap dibayarkan sebesar 1 persen setiap harinya. Klaim yang kita bayarkan itu mencapai angka ratusan juta rupiah per bulannya," jelas Alfin kepada wartawan media ini, Selasa 12 Maret 2019.
Dikatakannya, keterlambatan pembayaran Jaspel Kesehatan oleh BPJS ini tidak hanya terjadi di Kota Bima, akan tetapi menurutnya terjadi secara Nasional. "Intinya mengenai hal ini begitu ada masuk dana dari Pusat, langsung dibayarkan sesuai dengan urutan klaim yang masuk atau ngantri. Kalau di BPJS Kesehatan dikenal dengan Istilah FIFO (First In First Out) atau Masuk Pertama Keluar Pertama. Mana yang lebih awal ajukan klaim dia yang lebih awal pula untuk di bayarkan klaimnya," ungkapnya lagi.
Menurutnya, setelah pihaknya mengkonfirmasi ke BPJS Pusat, alasan keterlambatan pembayaran klaim Jaspel Medis BPJS RSUD Kota Bima ini dikarenakan klaimnya belum tertuang dalam DPA sebagai dasar pencairan Dana.
"Lalu kenapa DPA tersebut belum di buat?. informasinya karena pihak Pemda belum tahu berapa kira-kira BPJS Kesehatan setuju terhadap klaimnya. Misalnya pihak Pemda melalui Dinas terkait mengajukan nilai Rp100 juta. Inikan tentu harus kita verifikasi hasilnya berapa. Itukan mereka nggak tahu, mereka nggak berani untuk memprediksi berapa angkanya, karena bilamana ada selisih pada proses pembayarannya maka akan mereka pertanggungjawabkan selisih tersebut," tandasnya. (GA. Ton*).