Gubernur NTB, Dr H Zulkieflimansyah, saat menyampaikan draf penjelasan enam (6) Raperda Prakarsa Eksekutif kepada Ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie Rupaedah, di Ruang Rapat Utama DPRD NTB, Selasa 14 Mei 2019.
Mataram, Garda Asakota.-
Pemerintah Provinsi NTB pada Rapat
Paripurna DPRD NTB yang digelar Selasa 14 Mei 2019 di Ruang Rapat Utama DPRD
NTB mengajukan enam (6) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Prakarsa Eksekutif
yakni Raperda tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara; Raperda
tentang Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah; Raperda tentang Perubahan
atas Perda Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah
Provinsi NTB; Raperda tentang Perubahan atas Perda Nomor 10 Tahun 2016 tentang
Penggabungan dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Daerah Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) NTB Menjadi Perseroan Terbatas BPR NTB; Raperda tentang Pembubaran
Perusahaan Daerah PT Daerah Maju Bersaing; serta Raperda Tentang Percepatan
Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur Jalan Provinsi Dengan Pola Pembiayaan
Tahun Jamak.
Gubernur NTB, Dr H Zulkieflimansyah.
Saat menyampaikan penjelasannya
dihadapan Rapat Paripurna DPRD NTB yang dipimpin oleh Ketua DPRD NTB, Hj Baiq
Isvie Rupaedah, dan sejumlah pimpinan DPRD NTB lainnya serta anggota DPRD NTB,
Gubernur NTB, Dr H Zulkieflimansyah, memaparkan pengajuan kembali Raperda tentang
Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara dihajatkan untuk mengganti Perda
Nomor 04 Tahun 2012 tentang pengelolaan pertambangan Minerba yang dibatalkan
oleh Pempus karena dinilai bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi
yakni tidak sesuai dengan kewenangan yang ada di dalam UU Nomor 23 Tahun 2014.
“Melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 188.34-3614 tahun 2016, Perda nomor 4 tahun 2012 tersebut
telah dicabut dan hingga saat ini belum ada perda penggantinya. Menteri Dalam Negeri
meminta agar perda pengganti harus terbit selambat-lambatnya 2 (dua) tahun
sejak keputusan tersebut. Dan dalam pasal 7 ayat (1) undang-undang nomor 4
tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, diamanatkan bahwa
pemerintah daerah provinsi berwenang membuat peraturan perundang-undangan
daerah di bidang pertambangan mineral dan
batubara,” jelas pria yang akrab disapa Bang Zul ini.
Sementara itu, pengajuan Raperda tentang Lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang sah menurut Doktor Zul adalah untuk mengganti Perda Nomor 08
Tahun 2009 tentang Lain-lain PAD yang sah, dimana dalam implementasinya belum optimal
menggali sumber-sumber PAD dalam rangka membiayai pembangunan daerah.
“Sehingga, tujuan penyusunan Raperda tentang lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
adalah untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah dan meningkatkan
potensi pendapatan asli daerah selain dari pajak daerah, retribusi daerah, dan
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,”
paparnya.
Menariknya, Gubernur Zul juga mengajukan Raperda tentang Perubahan atas Perda
Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi
NTB. Menurut Doktor Zul, Raperda
ini diusulkan dalam rangka menindaklanjuti serta menyesuaikan peningkatan
status/tipelogi perangkat daerah, yakni BPSDM semula tipe b menjadi tipe a; Badan
Kepegawaian Daerah semula tipe b menjadi tipe a; serta Dinas Perumahan dan Pemukiman
semula tipe b menjadi tipe a.
Selain itu, juga untuk
mengakomodir Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri yang tidak diatur
didalam Perda nomor 11 tahun 2016, serta pembentukan perangkat daerah baru,
yakni Dinas Pendidikan semula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan;
Dinas Kebudayaan semula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan; Dinas Kehutanan semula
Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup; serta Dinas Lingkungan Hidup semula Dinas
Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Sementara
berkaitan dengan Raperda
tentang Perubahan atas Perda Nomor 10 Tahun 2016 tentang Penggabungan dan
Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
NTB Menjadi Perseroan Terbatas BPR NTB, Gubernur Zul mengatakan Perubahan bentuk badan hukum perusahaan merupakan
tuntutan undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,
khususnya pasal 334 ayat (2) yang menyatakan bahwa dalam hal perusahaan umum
daerah akan dimiliki oleh lebih dari satu daerah, perusahaan umum daerah
tersebut harus merubah bentuk hukum menjadi perusahaan perseroan daerah.
“Perubahan bentuk badan hukum BPR dapat
dilakukan sesuai juga dengan peraturan otoritas jasa keuangan nomor
20/pojk.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat,” ujarnya.
Dalam implementasinya, kata Doktor Zul, Peraturan
Daerah Nomor 10 tahun 2016 masih terdapat beberapa permasalahan yang sangat
prinsip sehingga belum dapat dilaksanakan secara optimal, serta terbitnya Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 94 tahun 2017 tentang pengelolaan Bank Perkreditan Rakyat
milik Pemerintah Daerah.
Menurutnya, terdapat
perubahan sebanyak tujuh pasal dari perda nomor 10 tahun 2016 tersebut, yang
mengatur mengenai: pelaksanaan penggabungan PD BPR
NTB; kegiatan usaha PT BPR NTB; batas usia dewan komisaris; batas usia direksi;
pembagian laba perusahaan; ketentuan peralihan; dan pemberlakuan perda 10 tahun
2006 bagi PD BPR yang belum bergabung,” jelas Gubernur Zul.
Sementara
alasan diajukannya kembali Raperda tentang Pembubaran PT DMB, kata Doktor Zul, salah satu alasannya adalah karena PT DMB
tidak dapat memberikan kontribusi kepada daerah secara signifikan. “Jika terus
ada, maka kegiatan yang dilakukan oleh PT DMB akan cenderung merugi dan perlu
melakukan penyesuaian manajemen, mengingat kepemilikan saham tidak terdapat
kepemilikan saham mayoritas. Hal ini menyebabkan mekanisme pengambilan
keputusan yang strategis menjadi sulit, sehingga pembubaran terhadap PT DMB
dilakukan dalam RUPS,” terangnya.
Perseroan telah selesai melaksanakan tugas
khususnya, lanjutnya, yaitu menjadi perusahaan yang menjadi wadah bersama
antara Provinsi NTB, KSB dan Kabupaten Sumbawa dalam pembelian saham divestasi PT.
Newmont Nusa Tenggara.
“Pembubaran perseroan akan memberikan keleluasaan
bagi perseroan untuk dapat membagi dana tunai yang dimilikinya kepada para
pemegang saham secara proporsional. Kapasitas perseroan adalah perusahaan
investasi, sehingga perlu penyesuaian besar dalam manajemen dan karyawan
perseroan,” imbuhnya.
Dalam hal ini, lanjutnya lagi, PT MDB telah
menjual saham, yang artinya bahwa saham PT DMB ikut terjual sehingga bisnis
utama PT DMB sudah tidak ada lagi. “Pemerintah Provinsi NTB, Kabupaten Sumbawa Barat
dan Kabupaten Sumbawa sebagai pemegang saham mengharapkan agar dana penganti
investasi (deviden) dapat dimanfaatkan seefektif dan semaksimal mungkin untuk
pengembangan investasi di masing-masing daerah. Karena alasan efektivitas dana
deviden sebagai penganti investasi pasca
penjualan saham PT DMB pada PT MDB maka pembubaran PT DMB adalah pilihan yang
rasional. oleh karenanya, sesuai ketentuan pasal 342 ayat (2) undang-undang
nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, dalam rangka menjamin
kepastian hukum terhadap pembubaran suatu perusahaan daerah, diperlukan
pengaturan mengenai pembubaran perusahaan daerah” timpalnya.
Dan berkaitan dengan Raperda Tentang Percepatan
Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur Jalan Provinsi Dengan Pola Pembiayaan
Tahun Jamak. Dijelaskannya, Provinsi NTB, dengan luas wilayah 20.153,15 km2, memiliki
jalan provinsi sepanjang 1.484,43 km, yang terdiri atas jalan provinsi di Pulau
Lombok sepanjang 528,26 km dan di Pulau Sumbawa sepanjang 956,27 km.
Tingkat kemantapan jalan
provinsi pada akhir tahun 2018, menurut Gubernur, sebesar 83,65 %. masih
terdapat 242,71 km jalan yang berada dalam kondisi tidak mantap, yang terdiri
atas jalan aspal rusak berat sepanjang 53 km, jalan kerikil sepanjang 28,76 km,
jalan tanah sepanjang 35,92 km serta jalan yang belum bisa dilalui (belum
terhubung) sepanjang 125,03 km. selain itu juga, masih terdapat 138 unit
jembatan dengan total panjang 4.371 m yang berada dalam kondisi kritis dan
belum terbangun.
Selain kondisi rusak dan
belum terbangun, lanjutnya, permasalahan pengelolaan infrastruktur jalan
provinsi di NTB adalah masih cukup tingginya laju penurunan kondisi jalan,
dimana pada akhir tahun 2018, laju penurunan kondisi jalan masih berada
dikisaran 5-6 % per tahun. hal ini berarti bahwa setiap tahun
62-75 km jalan yang berada dalam kondisi mantap akan mengalami penurunan
kondisi menjadi jalan rusak (tidak mantap).
“Pemerintah Provinsi NTB
berencana akan melanjutkan program percepatan pembangunan dan pemeliharaan
infrastruktur jalan provinsi dengan pola pembiayaan tahun jamak, yang sebelumnya
telah dilakukan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu tahap pertama dilakukan pada tahun
2011-2013, tahap kedua pada tahun 2013-2015 dan tahap ketiga tahun 2017-2018. Program
percepatan tahap berikutnya akan metitikberatkan pada terwujudnya konektivitas
antar wilayah, khususnya di pulau sumbawa serta mengurangi disparitas tingkat
layanan jalan antara pulau sumbawa dan pulau lombok. Sistem konektivitas ini
diharapkan akan mendukung seluruh kegiatan ekonomi utama yaitu pariwisata,
pertanian, peternakan, dan perikanan serta kegiatan lainnya yang memiliki nilai
investasi tinggi,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua
Bapemperda DPRD NTB, H Makmun, mengungkapkan memiliki pandangan yang sama
terhadap Raperda yang diajukan oleh Gubernur NTB. Meski juga dalam beberapa
aspek lainnya, pria yang juga Juru Bicara Bapemperda ini mengaku memiliki
pandangan yang berbeda seperti pengalokasian anggaran sebesar Rp1 Trilyun untuk
peningkatan infrastruktur jalan dikhawatirkannya akan mengganggu anggaran pada
sektor lainnya sehingga menurutnya perlu dilakukan rasionalisasi kembali
terhadap alokasi anggaran tersebut atau menyusun kembali skala prioritas
tentang pembangunan infrastruktur jalan.
Di akhir penyampaiannya,
Politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dapil Lombok Timur Bagian Selatan
ini menyampaikan kesepakatannya agar enam (6) Raperda yang diajukan Gubernur
tersebut telah memenuhi syarat sebagaimana ketentuan UU untuk dibahas pada
pembahasan berikutnya. (GA.
211/215*)