Kabupaten Bima, Garda Asakota.-
Kisah perjalanan Pemilihan Kepala Desa Monta, Kecamatan Monta Kabupaten Bima sudah selesai dan telah dilantik Kepala Desa terpilih bersama dengan Kades se Kabupaten Bima yang lain yang menggelar Pilkades serentak di akhir tahun 2018 lalu.
Namun, di Desa Monta, ternyata warga menilai persoalan bahwa hasil Pilkades masih menuai masalah di dalamnya. Pasalnya, tiga orang warga Desa Monta yang terlibat kasus pengrusakan kantor desa menyeret prahara dalam pusaran Pilkades dan baru-baru ini diamankan lagi seorang warga bernama Usman yang diduga sebagai aktor intelektual dalam pengrusakan kantor desa yang merupakan wujud kekecewaan dari warga atas adanya dugaan penggelembungan suara saat proses perhitungan berlangsung dan solusi dari panitia maupun pemerintah tidak diberikan kepada warga yang protes saat itu.
Hal ini diungkap oleh seorang warga Desa Monta bernama Abdul Haris alias Joker. Ia menceritakan, kasus pengrusakan kantor desa sebenarnya bukan niat warga desa monta yang ingin merusak aset negara, Namun, saat perhitungan suara ternyata jumlah pemilih itu melebihi dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ditetapkan oleh panitia.
"Saat itu panitia dan pemerintah menyanggupi untuk dilakukan pembukaan kotak suara dan menghitung ulang atas adanya dugaan penggelembungan suara yang alasan panitia menggunakan hampir semua kertas suara cadangan untuk menyamakan hasil suara dengan yang mereka sampaikan," tutur dia dalam konfrensi pers yang digelar di kedimannya di Desa Monta, Jum'at, 17 Mei 2019.
Saat itu, kata dia, selama kurang lebih lima hari lamanya janji membuka kotak suara tak kunjung dilakukan oleh panitia dan pemerintah menyebabkan sebagian masyarakat yang menilai calonnya yang menang merasa tidak diperhatikan oleh pemerintah dan spontan secara bersama-sama melakukan tindakan yang sebenarnya bukan karakter dari masyarakat monta yang menjunjung tinggi nilai kejujuran dan keharmonisan dalam hidup bermasyarakat selama ini.
"Terus terang tindakan massal saat itu karena kecewa dengan janji membuka peti dan kesabaran menunggu selama lima hari tak kunjung direalisasi. Alasannya tak dihadiri oleh calon yang tinggi suaranya dan menjadi kades saat ini," ungkapnya.
Semestinya, kata dia, ketidakhadiran calon tersebut bisa dibantu oleh aparat untuk menjemputnya. "Sebab, kalau masyarakat yang jemput akan terjadi perang saudara. Karena kecewa sebagian masyarakat menyalurkan rasa tidak dihadirkannya keadilan membuka kotak suara dengan berbondong-bondong ke kantor desa," sambung dia.
Joker menegaskan, dirinya mengikuti persidangan dari tiga orang warga yang diamankan dan didakwa soal kasus pengrusakan di PN Raba Bima. Menurutnya, dalam sidang tersebut, terdakwa mengaku mereka melakukan tindakan itu dan tidak menyebut nama warga lain. Demikian pula dengan saksi pelapor yang mengatakan mereka melihat kasus pengrusakan itu dari jarak ratusan meter dan tidak mengetahui persis siapa-siapa yang terlibat karena saat warga datang, mereka menghindar dari kantor sebab massa datang dengan sikap yang emosional.
"Soal Pak Usman dikatakan sebagai otak pengrusakan, kami kira penilaian itu sangat dangkal. Sebab, memang Pak Usman terlibat dalam protes hasil Pilkades, tapi tak pernah mengarahkan masyarakat untuk merusak kantor desa, apalagi beliau pensiunan TNI yang dianggap tokoh atau orang tua bagi banyak warga di Monta," tandasnya.
Intinya, kata dia, nama-nama yang dilaporkan merupakan sebutan dari pelapor yang dikaitkan dengan lawan politik saat itu. Yang melakukan massal, bukan hanya 10 orang yang ditetapkan oleh pihak Kepolisian sebagai DPO sekarang.
"Kami di Monta mengaku merusak kantor desa itu memang salah dan dihukum itu seharusnya. Tapi, kami bukannya tidak menghargai hukum tapi kecewa. Giliran kami menuntut keadilan membuka kotak suara kenapa panitia, aparat dan Pemda tidak membantu dan menciptakan keadilan dan memenuhi janjinya untuk menghitung ulang suara yang dinilai menggelembungkan dan lebih banyak jumlahnya dari DPT dan menguntungkan Kepala Desa sekarang," paparnya. (GA. 212*)