Tampak Komisi IV DPRD NTB saat melakukan hearing dengan pihak Dishub NTB saat melakukan proses peninjauan gedung eks terminal haji di jalan By Pass BIL, Senin 01 Juli 2019.
Mataram,
Garda Asakota.-
Gedung Terminal Haji atau
Terminal Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berada di jalan By Pass Bandara
Internasional Lombok (BIL) yang dibangun dengan anggaran sekitar Rp11 Milyar
beberapa tahun lalu sejak Maret 2019 lalu telah dimanfaatkan oleh Pemerintah
Provinsi (Pemprov) NTB sebagai Balai Latihan Kerja (BLK) Luar Negeri (LN).
Saat itu Gubernur NTB, Dr H
Zulkieflimansyah, secara langsung meresmikan gedung yang diduga keberadaannya
tidak pernah dimanfaatkan sesuai dengan perencanaan awalnya tersebut menjadi
BLKLN Pos Tenaga Kerja Indonesia Sejahtera.
Hanya saja, meski sudah
dialihfungsikan pemanfaatannya menjadi BLK LN, namun ternyata keberadaan atau
status bangunan tersebut ditengarai masih tercatat sebagai asset milik Dinas
Perhubungan (Dishub) Provinsi NTB.
Komisi IV DPRD NTB pun pada hari
Senin 01 Juli 2019 bersama dengan sejumlah OPD terkait turun langsung ke gedung
eks terminal haji tersebut untuk meninjau langsung alih fungsi dan pemanfaatan
gedung tersebut menjadi BLK LN.
“Hanya saja secara legal formal,
pengalihfungsian gedung eks terminal haji itu menjadi BLK LN belum dilakukan. Sehingga
dalam pandangan Komisi IV, gedung eks terminal haji itu masih berada dalam pengelolaan
Dinas Perhubungan meski secara kenyataannya saat sekarang ini sudah difungsikan
menjadi BLK LN melalui OPD Disnakertrans,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPRD NTB,
Nurdin Ranggabarani, kepada sejumlah wartawan, Selasa 02 Juli 2019.
Secara regulative, menurutnya,
pemanfaatan asset OPD lain oleh OPD lainnya tidak semestinya dilakukan jika
tidak didukung oleh proses legal formalnya. “Mestinya tidak boleh, karena
kalaupun terjadi sesuatu maka tanggungjawab pengelolaan gedung tersebut akan dibebankan
kepada OPD yang secara legal bertanggungjawab atas pengelolaan gedung itu,”
tegasnya.
Nurdin mengaku sangat menghargai
upaya Pemprov NTB yang memanfaatkan bangunan-bangunan yang ditengarai terlantar
untuk kemudian bisa berfungsi kembali. “Hal itu sangat kami hargai, akan tetapi
akan lebih elok lagi ketika upaya pemanfaatan itu disertai dengan proses legalitas
formal pengalihfungsiannya dengan mengeluarkannya dari daftar asset Dishub
menjadi asset Disnakertrans,” ujarnya.
Pihaknya juga sangat berharap
kepada Dinas Perhubungan agar dapat memberikan kajian terhadap dampak
pengalihfungsian gedung yang pada awal dibangunnya tersebut diperuntukkan untuk
Terminal Haji. “Kajian pada saat pembangunan awalnya itu seperti apa?. Dan
kajian pada saat pengalihfungsiannya itu mana?. Sehingga kita nanti dapat
mengetahui apa sesungguhnya dampak-dampak ketika dilakukannya proses
pengalihfungsian ini,” pungkasnya. (GA.
211*).