Ketua DPP Partai Golkar, Fatahillah Ramli, SE.,MH. |
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kabupaten dan Kota Bima telah selesai melaksanakan Rapat Pleno Khusus penentuan figur Calon Ketua DPRD pada Minggu 21 Juli 2019. Dalam pelaksanaan pleno yang juga turut dihadiri oleh Pengurus DPD Partai Golkar Provinsi NTB tersebut, forum Pleno telah berhasil memunculkan nama M Putra Ferryyandi, S.Ip, sebagai Bakal Calon Ketua DPRD Kabupaten Bima bersama dengan dua nama lainnya yakni Ir H Suryadin dan Hj Suhartini.
Sementara untuk Calon Ketua DPRD Kota Bima, rapat pleno DPD Golkar Kota Bima menetapkan secara aklamasi figur Ketua DPD Partai Golkar Kota Bima, Alfian Indrawirawan atau yang akrab disapa Dae Pawang sebagai figure Calon Ketua DPRD Kota Bima.
Menariknya untuk pleno yang dilakukan oleh DPD Gokar Kabupaten Bima yang juga dihadiri oleh Pengurus DPD Golkar Provinsi NTB menempatkan posisi M Putra Ferryandi ini meraih suara tertinggi dibandingkan dua figur lainnya. Pria yang juga anak dari Bupati Bima sekaligus Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Bima, Hj Indah Dhmayanti Putri, ini berhasil menyisihkan lawan tangguhnya Ir Suryadin, yang juga merupakan politisi senior Partai Golkar Kabupaten Bima dengan meraih mayoritas suara pemilih.
Berkembang kemudian bahwa nama-nama yang berhasil meraih aklamasi dan meraih suara terbanyak ini akan diajukan ke DPP bersama dengan dua nama calon lainnya kepada DPP. Apakah benar seperti itu mekanismenya?.
Menurut Ketua DPP Partai Golkar, Fatahillah Ramli, SE.,MH., mekanisme yang dilakukan oleh DPD II Golkar Kota dan Kabupaten Bima itu sudah benar secara Anggaran Dasar (AD) Partai Golkar. Hanya saja menurutnya, nama-nama yang diajukan itu cukup diajukan sampai kepada pengurus DPD Golkar Provinsi untuk kemudian diputuskan oleh DPD Provinsi NTB.
“Secara Anggaran Dasar Partai, mekanisme yang dilakukan itu sudah benar. Penentuan Calon Ketua DPRD Kota dan Kabupaten itu dilakukan melalui Pleno. Kemudian nama-nama itu diajukan ke DPD Provinsi, dan kemudian DPD Provinsi memberikan putusan terhadap hasil Pleno itu,” tegas Fatahilla kepada wartawan media ini yang menghubunginya Senin 22 Juli 2019.
Layaknya suatu rapat dalam pengambilan putusan, menurut politisi kelahiran Makassar ini, ketika aklamasi atau ketika masing-masing pendapat itu tidak mencapai permufakatan, maka upaya selanjutnya yang akan dilakukan adalah dengan melakukan voting.
“Jadi diupayakan musyawarah mufakat terlebih dahulu, jika tidak tercapai mufakat, maka harus dilakukan voting. Jadi mekanisme itu sudah benar dan bagus kok. Jadi kalau sudah tercapai aklamasi maka selanjutnya bisa diajukan satu nama untuk diputuskan oleh DPD Provinsi.
Jadi mekanisme di Golkar itu untuk penentuan Calon Ketua DPRD Kota dan Kabupaten itu diajukan oleh DPD Kota dan Kabupaten kepada satu tingkat diatasnya yakni DPD I untuk kemudian diputuskan oleh DPD I. Sementara untuk penentuan Ketua DPRD NTB, diajukan tiga nama oleh DPD Provinsi kepada DPP untuk kemudian diputuskan oleh DPP,” tegasnya lagi.
Pihaknya sekali lagi menegaskan, dalam penentuan figur Calon Ketua DPRD Kota dan Kabupaten, kewenangan dalam memutuskan itu ada pada DPD Golkar Provinsi. “Sementara DPP itu tidak bisa mengintervensi terlalu jauh dalam penentuan ini. DPP itu sifatnya hanya memberikan pertimbangan saja kalau pada tingkat DPD Provinsi nya ragu-ragu untuk mengambil putusan. Tapi kalau soal memutuskan siapa Ketua DPRD Kota dan Kabupaten itu, DPP tidak memiliki kewenangan berdasarkan Anggaran Dasar. Kewenangan itu ada pada pengurus DPD Provinsi,” imbuhnya.
Penentuan Calon Ketua DPRD Kota, Kabupaten dan Provinsi yang berasal dari Partai Golkar dikatakannya harus didasari oleh beberapa pertimbangan seperti dari perolehan suara saat Pileg, prestasi dan pengalaman, dedikasi dan pengabdian.
“Atau yang disebut dengan PDLT, Prestasi, dedikasi, loyalitas dan tidak tercela. Dan syarat tidak tercela ini adalah factor yang paling dominan dalam penentuan figur calon Ketua DPRD,” pungkasnya. (GA. Im*).