Jumi Jumiadi
Mataram, Garda Asakota.-
Peneliti Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Provinsi NTB, Jumi Jumiadi, mengungkapkan Otonomi desa telah memberikan keleluasaan bagi masyarakat desa untuk mengelola seluas-luasnya desa itu sendiri, bersamaan dengan itu anggaran dana desa telah digelontorkan oleh pemerintah pusat dengan nilai yang sangat besar.
"Bahkan tahun depan dikabarkan akan ditambah. Besarnya dana yang dikelola oleh Desa tersebut justru menimbulkan kekhawatiran karena potensi korupsinya sangat besar terjadi.
Kami menemukan dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK 2018 terhadap pengelolaan dana desa yang dilakukan di dua kabupaten di NTB yaitu di Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Lombok Tengah. Dari dua Kabupaten tersebut masing-masing Kabupaten diambil sepuluh desa yang dijadikan sebagai lokus pemeriksaannya. BPK Mencatat setidaknya ada sekitar Rp. 3,7 M realisasi belanja yang tidak didukung oleh alat bukti, nilai itu ditemukan di semua desa di dua Kabupaten yang dijadikan sebagai lokus pemeriksaan (20 Desa)," ungkap Jumi Jumiadi melalui siaran persnya yang diterima redaksi media ini Kamis 25 Juli 2019.
Selain itu menurutnya ditemukan juga adanya kekurangan volume atas pelaksanaan kegiatan di sepuluh desa di lombok tengah dengan nilai kerugian sebesar Rp. 280 Jt. "Begitu juga di Kabupaten Sumbawa (8 desa) ditemukan adanya pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai ketentuan senilai Rp. 336 Jt. Ada modus lain juga ditemukan, misalnya di Desa Jaya Makmur Kabupaten Sumbawa yang membeli kendaraan bermotor (motor dinas) atas nama pribadi bendahara desanya senilai Rp 18 jt," beber Jumi.
Dikatakannya, kalau dilihat nilainya memang kecil tapi praktik ini tentu akan sangat membahayakan. "Kami tekankan bahwa ini baru hanya sebagian kecil desa yang dijadikan sampel pemeriksaan oleh BPK. Tentu ini harus dijadikan sebagai warning bagi pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap dana desa ini," tegasnya.
Perlu menjadi perhatian juga, lanjutnya, hal ini diakibatkan oleh kemampuan sumber daya perangkat desa yang belum memadai dalam pengelolaan dana desa. Tapi yang paling parah nlanjutnya lagi adalah tatkala dibeberapa desa dalam pengelolaan dana desanya hanya beberapa orang saja yang tahu, diatur sepenuhnya hanya oleh beberapa orang saja. "Ini juga disebabkan oleh kontrol yang lepas dari pemerintah daerah. Sehingga kami pikir penting untuk adanya sistim pengawasan yang kuat untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti korupsi. Kami pikir para penegak hukum seperti Kejaksaan dan kepolisian harus menjadikan hasil pemeriksaan KPK ini sebagai pintu masuk dalam penegakan hukum," tegasnya lagi.
Sekali lagi, pihaknya menekankan bahwa pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan dana desa itu penting. "Jangan sampai dana desa yang begitu besar ini hanya memperkaya sebagian orang saja. Tapi kami tetap berharap semoga masyarakat desa dapat menikmati besarnya dana yang masuk ke desa dan terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat desa," pungkasnya. (GA. 211*).