Suasana sidang Laporan Ketua LPKP Lobar, Erwin Ibrahim, terhadap Drs H Ridwan Hidayat, di Bawaslu NTB beberapa waktu lalu.
Mataram,
Garda Asakota.-
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI
diminta oleh Ketua DPD Lembaga Pemantau Kebijakan Publik (LPKP) Kabupaten
Lombok Barat, Erwin Ibrahim, untuk tidak menetapkan dan tidak melantik Drs H
Ridwan Hidayat (Anggota DPRD NTB Terpilih dari Partai Gerindra NTB, red.)
karena diduga melanggar administrasi pemilu yakni ditengarai tidak mengundurkan
diri dari jabatannya sebagai Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Provinsi NTB
pada saat KPU menetapkan dirinya kedalam Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu
Legislatif (Pileg) Tahun 2019 lalu.
“Kami melihat ada dugaan kelalaian
dari pihak KPU pada saat itu yang tidak melakukan penelitian dan penegasan
secara baik terhadap status dan kedudukan Ridwan Hidayat ketika ditetapkan
kedalam DCT. Sebab berbarengan penetapannya kedalam DCT, saat itu Ridwan masih
menjabat sebagai Ketua PMI NTB dan berdasarkan bukti yang kami kantongi bahwa
pada pada tanggal 1 April 2019, Ridwan Hidayat menandatangani perjanjian hibah
dengan pihak Pemprov NTB diwakili oleh Dikes NTB dengan alokasi dana hibah
sebesar Rp500 juta. Tentu saja ini membuktikan bahwa Ridwan Hidayat meski telah
ditetapkan kedalam DCT, namun masih bertindak secara aktif menjalankan tugas
sebagai Ketua PMI NTB dan jelas merupakan suatu perbuatan yang diduga melanggar
hukum baik hukum administrasi pemilu maupun hukum pidana,” kata Erwin Ibrahim
kepada wartawan media ini, Senin 29 Juli 2019.
Dikatakannya periodesasi
kepengurusan Ridwan Hidayat selaku Ketua PMI NTB berdasarkan Surat Keputusan
Pengurus Pusat PMI Nomor 479/KEP/PP.PMI/XI/2016 tertanggal 18 November 2016 tentang
Pengurus PMI Provinsi NTB adalah dari tahun 2016 hingga tahun 2021.
Erwin juga menyatakan bahwa
sekitar bulan Juni 2019, PMI NTB telah memberikan piagam penghargaan kepada
Januar Indarto, salah seorang pendonor darah di NTB dan piagamnya langsung
ditandangani oleh Ridwan pada saat itu. Hal ini membuktikan, lanjutnya, bahwa
sesungguhnya ada dugaan kelalaian dari pihak KPU serta dugaan pelanggaran hukum
dari Ridwan Hidayat yang tidak mau mengikuti ketentuan Pasal 7) ayat (1) huruf l
angka 7 dan huruf o Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan
Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota yang menyatakan bahwa Bakal
Calon DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Kabupaten/Kota harus memenuhi
persyaratan (l) mengundurkan diri sebagai 7) direksi, komisaris, dewan pengawas
dan/atau karyawan pada BUMN, BUMD, Bumdes atau Badan Lainnya yang anggarannya
bersumber dari Keuangan Negara.
“Dan huruf o yang menyatakan
bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat Negara lainnya, direksi,
komisaris, dewan pengawas dan/atau karyawan pada BUMN, BUMD, Bumdes, atau badan
lainnya yang anggarannya bersumber dari keuangan Negara,” tegasnya.
Meski pihak Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) Provinsi NTB pada Senin 29 Juli 2019 telah memutuskan Daluwarsa
terhadap perkara yang dilaporkan LPKP ini kepada Bawaslu NTB sejak 22 Juli 2019
lalu, namun pihak LPKP menegaskan bahwa lembaganya akan terus memperkarakan
persoalan ini hingga tingkat Bawaslu RI.
“Saat sekarang ini kami sedang
menyusun Surat Permohonan Koreksi kepada Bawaslu RI terhadap putusan Daluarsa
yang dikeluarkan oleh Bawaslu NTB terhadap kasus ini. Apalagi alat bukti yang
kami temukan ini baru sekitar tanggal 16 Juli 2019 dan kita memasukan laporan
baru enam hari yang lalu. Akan tetapi dengan ruang permohonan koreksi kepada
Bawaslu RI yang diberikan selama tiga hari paska putusan ini, kami optimis bisa
meraih keberpihakan Bawaslu RI. Dan kami juga akan melaporkan persoalan ini
secara hukum pidana karena kami melihat ada juga potensi pidana berkaitan
dengan soal ini,” ujar Erwin.
Sementara itu, Komisioner Divisi
Bidang Penindakan Pelanggaran Bawaslu Provinsi NTB, Umar Ahmad Seth, yang
dikonfirmasi wartawan berkaitan dengan laporan DPD LPKP terhadap Anggota DPRD
Terpilih dari Partai Gerindra, Drs H Ridwan Hidayat, menegaskan pihak Bawaslu
NTB telah menyidangkan perkara tersebut dan telah menyatakan perkara yang
dilaporkan tersebut Daluarsa.
“Laporan LPKP ini dalam putusan persidangan
Senin 29 Juli 2019 Bawaslu NTB telah dinyatakan Daluarsa. PMI itu bukan BUMN,
bukan BUMD, dan bukan juga badan lainnya yang mendapatkan profit. Tapi kenapa
KPU itu menerima?, mestinya KPU yang mengetahui kenapa pencalonannya itu
diterima,” tegas Umar Ahmad Seth kepada wartawan media ini Senin 29 Juli 2019.
Kenapa itu juga dinyatakan
Daluarsa?, menurutnya dugaan laporan pelanggaran Pemilu itu mestinya dilaporkan
kepada Bawaslu, paling lama tujuh (7) hari kerja sejak kejadian. “Sementara
dugaan kejadiannya ini kan sudah terjadi sejak lama. Pak Ridwan Hidayat saja
menjadi Ketua PMI NTB sejak tahun 2016, kemudian pencalonannya itu peristiwanya
tahun 2018. Artinya kalaupun dia harus dipersoalkan maka mempersoalkannya sudah
lewat waktu,” pungkasnya. (GA. 211*)