Plt Kadis Perkim Kabupaten Bima, Taufik, ST, MT, Selasa (9/7), saat mendampingi kunjungan lapangan Tim BSPS Provinsi NTB.
|
Sebanyak 200 orang Kepala Keluarga (KK) di enam Desa Kabupaten Bima mendapatkan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Tahun Anggaran 2019. Total bantuan bedah rumah per KK adalah sebesar Rp17,5 juta.
"Jadi, untuk program ini Kabupaten Bima mendapatkan jatah pembangunan rumah bagi warga yang tidak mampu sebanyak 200 unit," ungkap Plt Kadis Perkim Kabupaten Bima, Taufik, ST, MT, kepada Garda Asakota di Desa Tente Woha, Selasa (9/7), saat mendampingi kunjungan lapangan Tim BSPS Provinsi NTB.
Bantuan BSPS ini, kata dia, tersebar di 6 Desa di Kabupaten Bima yakni tiga desa di Kecamatan Madapangga yakni Desa Rade, Monggo, dan Tonda. Satu desa Kecamatan Bolo yakni desa Sanolo. "Kemudian satu desa di Woha yakni Tente dan satu Desa di Kecamatan Donggo yakni desa Mpili," terangnya.
Siang tadi, diakuinya Tim BSPS dari Provinsi ini turun lapangan sekaligus dirangkaikan dengan kegiatan OJT (On the Job Training) memberikan pelatihan secara praktis pada pekerja tukang agar dalam membangun/rehab rumah BSPS memperhatikan kaidah-kaidah teknis konstruksi, baik yang menyangkut standar teknis material pasir, batu, kerikil, besir, maupun standar teknis pelaksanaan pekerjaannya.
Yang menarik dalam pelaksanaan program BSPS, sambung mantan Kabag AP ini, sedianya anggarannya dihajatkan untuk merehab rumah tidak layak huni tetapi rata-rata warga masyarakat penerima manfaat menghendaki pembangunan baru. Karena mungkin mereka merasa memiliki lahan pribadi, yang semula hanya rencananya rehab saja.
"Tapi justru mereka mulai dengan pembangunan baru dengan dukungan dana yang disubsidi oleh pemerintah tersebut. Dan ini boleh saja dilakukan dengan catatan kekurangan anggarannya itu dapat dipenuhi sendiri oleh penerima manfaat," ucapnya seraya menjelaskan bahwa cara penerima manfaat ini menuai pujian dari Tim Pemantau dari Provinsi karena dianggap beda dengan daerah lainnya.
Taufik menambahkan bahwa, dana program BSPS ini langsung masuk ke rekening kelompok masyarakat yang sudah dibentuk dari keanggotaan penerima. Meski demikian, katanya, untuk pemanfaatannya di lapangan tetap dalam pemantauan dan pengawasan dari fasilitator yang ada. "Seperti halnya yang terjadi di Kota Bima maupun di daerah lainnya, pekerjaaan mereka ada fasilitatornya," tandasnya. (GA. 212*)