Ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie Rupaeda, SH., MH., dan Pimpinan Komisi V DPRD NTB saat menerima hearing Forum Kepala Desa Se-Kecamatan Narmada Lombok Barat bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB, Rabu 24 Juli 2019.
Mataram, Garda Asakota.-
Tahun Ajaran (TA) Baru
program pendidikan tingkat SMU/SMK saat ini sudah berjalan hampir seminggu
lebih. Namun, di Kecamatan Narmada Lombok Barat, mirisnya masih terdapat
sekitar 74 orang siswa yang mendaftar di SMAN 01 Narmada, nasibnya masih
terkatung-katung antara melanjutkan sekolah atau tidak akibat tidak mau
melanjutkan bersekolah pada sekolah yang zonasinya berada jauh dari tempat
tinggalnya. Mereka enggan untuk melakukan pendaftaran di SMAN 2 Narmada dan
SMAN Lingsar sebagai sekolah pilihan alternative zonasi, lantaran jarak yang
harus mereka tempuh cukup jauh dari tempat tinggal mereka.
Hal inilah yang menyebabkan
Forum Kepala Desa Se-Kecamatan Narmada Lombok Barat yang terdiri dari 21 orang
Kades dan dikoordinir oleh H Muhammad Zainuddin, melakukan langkah hearing
dengan Komisi V DPRD NTB yang langsung difasilitasi oleh Ketua DPRD NTB, Hj
Baiq Isvie Rupaeda, SH., MH., di ruang rapat fraksi Kantor DPRD NTB, Rabu 24
Juli 2019.
“Bahwa kalau mereka tidak
diterima di SMAN 1 Narmada, maka mereka menyampaikan ke kami tidak akan mau
bersekolah. Nah ini harus kita carikan solusi secara bersama demi nasib
anak-anak kita kedepannya. Apalagi sebenarnya pada tahun-tahun sebelumnya dan
hingga saat ini, SMAN 1 ini punya rombongan belajar (Rombel) sebanyak 13 Rombel
namun oleh kebijakan Dinas Dikbud yang baru dikurangi menjadi hanya 11 Rombel
saja. Oleh karenanya kami minta kebijakannya untuk menambah satu rombel saja agar
anak-anak kami dapat melanjutkan studinya di SMAN 1 Narmada ini,” kata Muhammad
Zainuddin.
Pihaknya mengungkapkan jika
dilihat dari rata-rata nilai Ujian Nasional (UN) dari rata-rata 74 anak ini,
nilai UN nya cukup bagus. Hanya saja menurutnya karena alasan pemberlakuan
sistem zonasi inilah yang mengakibatkan 74 anak ini nasibnya masih
terkatung-katung.
“Justru yang sangat lucu,
Kecamatan Pringgarate yang masuk ke Wilayah Kabupaten Lombok Tengah, masuk
zonasinya ke SMAN 1 Narmada. Kan ini sesuatu yang aneh. Tiga kali kami
melakukan pertemuan dengan pihak sekolah, alasannya adalah aturan dan sistem.
Kita mengerti soal aturan dan sistem ini. Tapi yang kami minta dalam soal ini
kita harus lebih fleksibel dalam menerapkan aturan dan sistem ini demi
keberlanjutan nasib anak-anak didik kita,” tegas Zainuddin.
Menanggapi penyampaian dari
Forum Kepala Desa Se-Kecamatan Narmada ini, Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi NTB, H Rusman, mengatakan PPDB dilaksanakan berdasarkan
Permendikbud 51/2018 ditentukan bahwa jalur penerimaan peserta didik baru
(PPDB) itu ada tiga, pertama jalur prestasi, jalur perpindahan dan jalur
zonasi.
“Jalur prestasi itu terbagi
lagi yakni prestasi akademik (2%), prestasi non akademik (2%) dan prestasi
tahfids (5%). Jalur perpindahan (5%) dan jalur zonasi (90%). Permendikbud
20/2019, jalur prestasi menjadi 15%. Pertanyaannya adalah kalau ada anak-anak
hebat tidak diberikan ruang, maka itu tidak benar karena sudah diberikan ruang
sebesar 15 % itu. Dan kuota ini banyak yang tidak terpenuhi,” kelit Rusman.
Sementara jalur zonasi
berdasarkan Permendikbud 20/2019 berubah menjadi 80%. Jalur zonasi ini terbagi
lagi untuk pra sejahtera 25%, dan 55% untuk jalur umum dan itu semua menurutnya
dilakukan secara bertahap.
Dikatakannya ketika kemudian
ada yang merasa tidak masuk kedalam jalur-jalur ini maka sebenarnya menurut
pihaknya sudah masuk kedalam sistem zonasi berdasarkan kacamata goggle map. “Meskipun
ini sistem ada kelemahannya, tetapi karena ini adalah kebijakan yang harus kami
terapkan maka kami akan mencoba untuk tetap bertahan melaksanakannya berdasarkan
prinsip rule of the law,” cetusnya.
Hal yang sama juga
menurutnya pernah terjadi di Pagesangan Kota Mataram ketika proses PPDB
dilaksanakan berdasarkan google map zonasi untuk SMA 2 Mataram, SMA 4 Mataram,
dan SMA 8 Mataram. “Begitu penerimaan dilangsungkan, ternyata satu pun anak
Pagesangan tidak bisa masuk. Padahal zonasinya itu, tetapi karena jumlah murid
yang ada di sekolah itu yang lebih dekat rumahnya, itu saja yang tertampung,
maka yang lainnya tidak terjangkau oleh sistem zonasi. Maka solusinya adalah
kami berikan zonasi di tiga sekolah,” jelasnya lagi.
Untuk menentukan banyaknya
rombel, lanjutnya, penentuannya berdasarkan pada Musyawarah Kerja Kepala
Sekolah (MKKS) yang kemudian akan menentukan berapa rombel yang dibutuhkan
disekolah itu. “Tahun ini kami menentukan tidak boleh ada yang tertutup
menyangkut jumlah rombel ini yang kemudian akan menentukan berapa jumlah kuota
yang akan diterima. Dan setiap rombel di setiap kelas itu kuotanya harus 36
siswa. Tidak boleh lebih. Maka kalau lebih dari satu, maka tidak bisa diterima
oleh Dapodik dan nanti tidak akan bisa terbayarkan BOS nya. Biarlah nama Kepala
Dinasnya buruk, tapi sistemnya berjalan dengan baik,” tegasnya.
Pihaknya berharap karena 74
siswa ini sudah lulus di sekolah pilihan kedua dan pilihan ketiga, maka 74
siswa ini dapat mendaftar di sekolah-sekolah yang menjadi pilihan kedua dan
ketiganya. “Dan itu pun mudah-mudahan bisa diterima. Karena kita juga masih
perlu melakukan langkah konsultasi dengan pihak Kementerian diakibatkan kita
sudah memulai masa pembelajaran dan sudah tercatat didalam Dapodiknya. Nah
apakah ini nanti bisa diterima oleh sistem?. Mudah-mudahan aja masih bisa
melalui komunikasi lembaga DPRD NTB, Dikbud dan perwakilan FKD ke Kementerian.
Moga saja ada solusi terbaik,” cetusnya.
Menanggapi hal ini, Wakil
Ketua Komisi V DPRD NTB, HMNS Kasdiono, meminta pihak Dinas Dikbud NTB agar
segera mencarikan solusi atas permasalahan yang disampaikan oleh Forum
Koordinasi Kades Se Kecamatan Narmada Lobar ini.
“Ini harus segera dicarikan
solusinya agar anak-anak ini bisa melanjutkan studinya. Sebab kita akan
menanggung dosa ketika anak-anak kita ini tidak bersekolah. Apalagi peringkat
kualitas pendidikan kita berada di nomor 32 secara Nasional. Begitu pun yang
sudah tertampung tapi berada di zonasi yang jauh dari tempat tinggalnya juga
harus bisa dicarikan solusinya agar mereka bisa bersekolah di sekolah yang
dekat dengan tempat tinggal mereka. Dan yang paling terpenting lagi adalah
menjadikan momentum permasalahan ini sebagai bahan evaluasi kembali agar tidak
lagi terjadi persoalan yang sama kedepannya,” harap Kasdiono.
Kasdiono juga meminta agar
forum MKKS yang melakukan penentuan terhadap jumlah rombel ini dapat dikawal
dengan baik agar tidak menyajikan data-data yang keliru terhadap jumlah riel
siswa disuatu wilayah yang akan melanjutkan studinya di zonasi itu. (GA. Im*).