Sekda NTB, H Lalu Gita Aryadi. (Foto: FB Lalu Gita Aryadi*)
Mataram, Garda Asakota.-
Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB menegaskan akan mempertimbangkan apa yang menjadi poin rekomendasi Komisi III DPRD NTB yang meminta Pemprov NTB memutus kontrak kerjasama pengelolaan dan pemanfaatan tanah milik Pemprov NTB seluas 65 hektar di kawasan Gili Trawangan Lombok Utara yang dikerjasamakan ke PT GTI.
"Rekomendasi itu akan menjadi pertimbangan-pertimbangan sebab kita memperhatikan aspirasi-aspirasi dan pendapat untuk mengambil suatu keputusan berdasarkan pertimbangan yang komprehensif," ujar Sekda NTB, H Lalu Gita Aryadi, kepada sejumlah wartawan di Ruang Rapat Utama Gubernur NTB, Rabu 08 Januari 2019.
Sekda mengatakan akan segera mengkonsolidasikan kembali Tim Terpadu yang sebelumnya dibentuk untuk membahas soal GTI ini. "Tim Terpadu ini perlu juga kita konsolidasikan terlebih didalam Tim Terpadu itu ada pak Kapolda dan FKPD lainnya, apalagi pak Kapolda ini baru saja berganti sehingga sangat perlu untuk dikonsolidasikan kembali. Nantinya Tim Terpadu yang sudah dibentuk oleh Pak Gubernur akan segera melakukan kajian secara komprehensif terhadap persoalan ini," ujar Sekda.
Sementara itu, sebagaimana dimuat media ini sebelumnya, Komisi III DPRD NTB telah mengeluarkan rekomendasi pencabutan kontrak PT GTI karena dianggap melakukan wanprestasi dan dinilai tidak mampu memberikan andil bagi peningkatan PAD Daerah. Ditengah minimnya pemasukan dari sector Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB diharapkan dapat bersikap lebih berani untuk melakukan langkah optimalisasi pemanfaatan dan pengelolaan asset yang dimiliki, termasuk mengambil langkah tegas untuk memutuskan kontrak kerjasama dengan PT GTI yang diduga telah melakukan wanprestasi dalam pengelolaan asset Pemda Provinsi seluas 65 hektar di Gili Trawangan Lombok Utara.
“Hasil hearing kami dari Komisi III dengan pihak BPKAD dan Biro Ekonomi Setda Provinsi NTB, maka kami merekomendasikan agar Pemerintah Provinsi NTB melakukan pemutusan kontrak dengan pihak PT GTI. Dan hasil rekomendasi Komisi III ini akan kami sampaikan kepada Pimpinan Dewan untuk kemudian diputuskan secara kelembagaan,” tegas Ketua Komisi III DPRD NTB, Sembirang Ahmadi, kepada wartawan media ini, Senin 06 Januari 2020.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang berasal dari Dapil Sumbawa ini menegaskan sikap yang diambil oleh pihak Komisi III ini sangat beralasan didasari oleh karena kontrak kerjasama Pemerintah dengan pihak PT GTI ini yang dilakukan pada tahun 1995 disamping tidak memberikan nilai tambah bagi Pemda Provinsi NTB juga ada dugaan wanprestasi yang dilakukan oleh PT GTI.
“Kontrak kerjasama itu sudah berjalan selama hampir 24 tahun dan kontribusi yang bisa diberikan hanya sebesar Rp22,5 juta per tahun. Angka ini tidak sesuai sama sekali dengan nilai ekonomis yang ada di Gili Trawangan. Hasil hitungan Dirjen Kekayaan Negara atas nilai asset yang ada di Gili Trawangan itu, nilai ekonomi dari total asset di Gili Trawangan itu mencapai Rp2,3 Trilyun. Dan jelas ini sangat tidak sebanding dengan apa yang didapat oleh Pemda Provinsi NTB,” tegas Sembirang Ahmadi.
Asset yang dikontrakan Pemda Provinsi NTB ke pihak PT GTI itu kini hampir seluruhnya sudah dikuasi oleh masyarakat dengan membangun sejumlah tempat usaha seperti bungalow, restaurant, villa, yang nilai asset bangunan masyarakat itu ditaksir mencapai angka sekitar Rp200 Milyar.
“Sementara dari aspek pendapatan masyarakat yang menguasai wilayah PT GTI itu per harinya mereka bisa mencapai Rp2,5 Milyar. Sungguh suatu transaksi ekonomi yang cukup tinggi apalagi ketika memasuki peak season, maka rata-rata transaksi masyarakat di sana bisa mencapai angka Rp5 Milyar. Sementara Pemda Provinsi yang memiliki asset hanya mendapatkan setoran sebesar Rp22,5 juta per tahun, sungguh ketimpangannya cukup besar sekali. Jadi ada lose income potensial yang sangat besar di Gili Trawangan ini yang harus kita benahi secara bersama,” cetusnya.
Dari sisi inilah, menurutnya, PT GTI ini ditengarainya telah melakukan tindakan penelantaran atau pengabaian atau wanprestasi terhadap sejumlah item kontrak kerjasama yang disepakati dengan pihak Pemda Provinsi NTB.
“Jadi bisa dibilang PT GTI ini telah melakukan penelantaran asset dengan membiarkan Gili Trawangan itu dikuasai oleh pihak luar. Padahal didalam perjanjiannya sejak tahun 1995, PT GTI harus mulai membangun sejumlah bangunan sejak penandatanganan kontrak atau paling lambat tiga tahun sejak penandatangan kontrak. Sementara pada tahun ke empat, PT GTI wajib membayarkan sejumlah royaltinya kepada Pemda Provinsi NTB, dan pada setiap lima tahun, PT GTI harus bisa menaikan nilai pembayaran royaltinya kepada Pemda Provinsi NTB sebesar maksimal 10% dari hasil usahanya, ada ataupun tidak ada bangunan yang dibangun oleh PT GTI. Jadi kalau kita tetap bertahan mengikatkan diri dengan PT GTI, maka Daerah akan terus mengalami kerugian besar, apalagi kontraknya itu selama 70 tahun atau akan berakhir pada tahun 2065,” ungkap Sembirang.
Sembirang juga menyalahkan sikap Pemda Provinsi NTB yang ditengarainya ikut melakukan pembiaran atas kerugian yang diderita oleh pemerintah dalam kontrak kerjasama dengan PT GTI ini.
“Harusnya Pemerintah tidak boleh membiarkan hal ini terus terjadi dan harus bisa melakukan penyelamatan terhadap asset yang dimilikinya. Harusnya ada evaluasi terhadap kondisi yang terjadi dengan assetnya ini sebab ini adalah salah satu dari sumber pendapatan yang cukup besar bagi daerah bahkan Pemda Provinsi bisa meraup ratusan milyar dari pemanfaatan dengan pengelolaan asset di Gili Trawangan ini,” tandasnya. (GA. Im*)