Anggota FPR Menggugat Kota Bima saat berada di ruangan kantor DPRD Kota Bima, Senin (22/6) |
Kota Bima Garda Asakota.-
Beragam aspirasi yang disuarakan oleh para demonstran yang tergabung dalam wadah FMPT (Front Masyarakat Peduli Transparansi) Kota Bima, Kamis lalu (18/6) menuai respon positif dari lembaga DPRD.
Bahkan menindaklanjuti apa yang menjadi tuntutan massa aksi tersebut, sedianya Senin (22/6) DPRD Kobi mengagendakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Walikota dan kawan-kawan pergerakan dari FMPT.
Namun sayangnya, agenda tersebut gagal digelar lantaran pihak eksekutif (Walikota Bima) dan juga sejumlah Pimpinan OPD tak menghadiri acara tersebut.
Pimpinan dan sejumlah anggota DPRD Kota Bima ketika menerima kehadiran Massa FMPT Menggugat Kota Bima. |
"Padahal sesuai surat masuk yang diajukan FMPT dengan agenda meminta lembaga dewan menghadirkan Walikota Bima dan sejumlah Pimpinan OPD terkait yang menangani Covid19 justeru tidak hadir.
Ini artinya bahwa Walikota Bima juga OPD, tidak mengindahkan tuntutan yang disuarakan massa aksi kemarin," ungkap salah satu Perwakilan FMPT, Safran kepada sejumlah wartawan.
Harusnya, kata dia, saat audensi ini Walikota Bima dan juga pimpinan OPD seperti Kepala Dikes, PUPR, BPBD dan juga beberapa OPD lainnya yang terlibat penanganan covid19 hadir di gedung rakyat ini.
"Ini malah satupun mereka tidak hadir, ini artinya mereka menganggap apa yang disampaikan oleh kami tidak penting. Jika demikian saya harap pada lembaga dewan untuk menjadwalkan ulang pertemuan ini," pintanya didampingi puluhan rekan FMPT lainnya.
Ditempat yang sama, Amirudin salah satu anggota yang tergabung dalam FMPT merasa kecewa dengan sikap OPD dan juga Walikota Bima yang dianggapnya telah melalaikan aspirasi warga Kota Bima. Untuk itu, dia meminta lembaga dewan segera berupaya menghadirkan Walikota juga OPD terkait, karena menurut pihaknya bahwa masalah ini begitu krusial untuk didengarkan.
"Dalam aksi kemarin, lembaga dewan sepakat akan menghadirkan Walikota dan pimpinan OPD terkait. Atau memang ini sengaja tidak diundang oleh pihak dewan?," cetus Amir.
Menanggapi pertemuan tersebut, Wakil Ketua DPRD Kota Bima, Syamsurih SH, mengaku sudah mengundang Walikota dan juga Pimpinan beberapa OPD sesuai kesepakatan bersama saat aksi tersebut. "Entah ada persoalan apa mereka tidak menghadirinya," katanys.
Meski demikian Syamsurih menegaskan rencana pihaknya yang akan menjadwalkan ulang RDP dengan mengundang Walikota dan Pimpinan OPD terkait. "Jika ini adalah sebuah saran dari FMPT, maka sesuai mekanisme kami akan menyampaikan kembali pada Ketua, kapan untuk dilanjutkan kembali pertemuan ini," tutur Wakil Ketua DPRD Kobi dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Sementara anggota dewan lainnya, Taufik H. A. Karim, meminta unsur Pimpinan Dewan agar secepatnya menangani persoalan ini. "Wajar mereka meminta lembaga dewan untuk menghadirkan Walikota dan lainnya, karena ini begitu penting untuk didengarkan. Jujur saja, kami dari DPRD tidak tahu, seperti apa penggunaan anggaran covid19 itu," katanya.
Senada dengan itu, M. Ifran duta PKB Kota Bima juga angkat bicara. Bahkan sesuai regulasi dewan, jika selama tiga kali pemanggilan eksekutif tidak hadir, maka lembaga dewan akan menggunakan hak angket. "Ini artinya, sangat perlunya aspirasi FMPT ini untuk dibahas," sebutnya.
Sebelumnya, para demonstran menggelar aksi di beberapa titik seperti di depan Mapolres Bima Kota, kantor Walikota Bima, dan depan kantor DPRD Kota Bima. Massa menyorot antaran lain simpang siurnya anggaran pencegahan Covid19 dimana informasinya ada yang menyebut angka Rp14 milyar dan Rp27 Milyar, padahal sesungguhnya besaran anggaran pencegahan Covid19 sebesar Rp23,8 milyar.
Kemudian menyorot pembangunan Taman Kodo. Karena Pemerintah Kota Bima telah lalai merencanakan pembangunan pada lahan yang bukan miliknya dan akibat kecerobohan tersebut negara dirugikan sebesar Rp4 Milyar.
Massa aksi juga menilai Pemerintah tidak memiliki itikad haik terhadap perencanaan secara terpadu tentang penanggulangan krisis air bersih yang merupakan kebutuhan vital masyarakat.
Tuntutan lain yang disampaikan yakni soal rumah relokasi pasca banjir senilai Rp166,9 miliar. Pemerintah Kota Bima dinilai tidak transparan tentang penggunakan anggaran relokasi rumah bantaran sungai pasca banjir 2016 yang dikonsentrasikan pada 3 titik yaitu di Kelurahan Jatibaru Timur, Lingkungan Oi Fo’o kelurahan Oi Fo’o dan di Lingkungan Kadole Kelurahan Oi Fo’o. (GA. 355/212*)