Dedy Sadikin, SH |
Kota Bima, Garda Asakota.-
Kasus hutang piutang yang diduga mendera mantan oknum Bendahara bagian Umum Setda Kota Bima LD, besar kemungkinan akan masuk jalur hukum Pidana maupun Perdata menyusul tidak adanya jawaban atau tanggapan positif dari yang bersangkutan terhadap dua somasi yang dilayangkan pihak pemilik modal, Jumhariah melalui Kuasa Hukumnya, Dedy Sadikin, SH.
Kepada wartawan, Dedy menerangkan menjelaskan bahwa dua minggu pasca Somasi pertama yang dilayangkan pihaknya ke LD per 11 Januari 2021 hingga sekarang Minggu 24 Januari 2021, belum ada tanggapan atau jawaban dari LD maupun Pemkot Bima.
"Kami telah melayangkan surat somasi pertama per 11 Januari 2021 lalu kepada oknum LD kaitan dengan pinjaman kepada klien kami sejak tahun 2019, namun hingga saat ini belum ada jawaban ataupun tanggapan dari yang bersangkutan," ungkapnya kepada wartawan, Minggu (24/1).
Menurutnya, sesuai dengan peraturan hukum dan tatacara somasi serta kode etik profesi sebagai kuasa hukum kliennya, maka beberapa waktu lalu kembali pihaknya melayangkan somasi yang ke II dengan tujuan agar LD atau Pemkot Bima dapat menyelesaikan permasalahan dengan kliennya itu yaitu dengan dikembalikannya uang kliennya sebesar Rp500 juta yang digunakan oknum LD atas nama kepentingan dinas.
"Jadi sekarang, kami masih menunggu lantaran ada somasi kedua yang kami layangkan pula pada 19 Januari 2021," katanya.
Atas permasalahan tersebut pihaknya meminta agar dapat di kembalikan dengan cara dan itikad baik dalam tempo 7 hari sejak di dikeluarkannya surat somasi kedua per 19 Januari 2021. Ketegasan ini kata dia, disampaikan karena masalahnya sudah berlarut larut.
"Masih ada waktu tiga hari kedepan untuk LD menyelesaikan permasalahan ini, sebelum kami pertimbangkan langkah-langkah hukum," tegasnya.
"Kami punya langkah langkah hukum dalam menyelesaikan persoalan yang dimaksud, dan tentunya kami tidak boleh berbicara terlalu jauh ke publik, karena itu menjadi rahasia klien kami yang harus kami jaga dan buktikan di Pengadilan jika memang tidak ada itikad baik dari pihak pihak terkait," timpalnya lagi.
Kepada wartawan, Dedy sempat menyinggung gelaran Rapat Dengar Pendapat (RDP) kedua di ruangan Komisi I DPRD Kota Bima. Dirinya merasa aneh, justru yang dimunculkan pada saat RDP kedua itu terkait aliran dana hutang piutang tahun 2016 silam, sementara hutang piutang terhadap kliennya terjadi dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
"Tapi justru dalam RDP itu kok tidak dibahas hutang pitung kami per 2019 itu, padahal jelas yang meminta somasi adalah klien kami Ibu Jumhariah terhadap LD atas pinjaman dana pada tahun 2019-2020, kesannya politis," cetusnya. (GA. 003*)