Direktur Utama Bank NTB Syariah, Kukuh Rahardjo, |
Mataram, Garda Asakota.-
Koalisi LSM dan Masyarakat
Sipil menggelar aksi di Kantor Bank NTB Syariah, Kota Mataram, Jumat, 26 Maret
2021.
Dalam aksi tersebut, massa
mendesak pengusutan terhadap penyelewengan dana Bank NTB Syariah oleh salah
seorang oknum supervisor atau penyelia pelayanan non tunai Bank NTB Syariah
berinisial PS. Nilainya mencapai Rp10 miliar.
Menanggapi itu melalui siaran persnya, Direktur Utama Bank NTB Syariah, Kukuh Rahardjo, memberikan apresiasi terhadap masukan dari masyarakat terhadap Bank NTB Syariah.
"Bank NTB Syariah memberikan apresiasi kepada masyarakat atau lembaga- lembaga yang telah memberikan masukan dan dorongan untuk segera menyelesaikan permasalahan ini secara tegas dan transparan agar menjadi perhatian seluruh insan Bank NTB Syariah di dalam mengemban amanah secara lebih bertanggung jawab," kata Kukuh, di Mataram.
Dia mengatakan, temuan
dugaan penyelewengan dana oleh seorang oknum karyawan berinisial PS tersebut
berkat perbaikan proses bisnis yang dilakukan Bank NTB Syariah.
Temuan penyelewenangan dana
tersebut berkat progres Kukuh Rahardjo dalam memberantas budaya kecurangan atau
fraud di internal Bank NTB Syariah sejak pertama kali bertugas pada 2018.
"Temuan ini merupakan
salah satu hasil dari perbaikan proses bisnis yang dilakukan Bank NTB Syariah
sejak dikonversi pada 2018. Apa yang kami lakukan dengan melakukan rotasi bagi
pejabat yang masa jabatannya lebih dari dua tahun," ujarnya.
Strategi yang dilakukan Bank
NTB Syariah dalam mencegah fraud tersebut dengan melakukan rotasi terhadap
pejabat Bank NTB Syariah yang masa tugas di atas dua tahun.
"Ini adalah salah satu
kebijakan manajemen, selain untuk melakukan pemuktahiran pada tugas dan
tanggung jawab, sekaligus upaya untuk mencegah fraud. Alhamdulillah temuan ini
diketahui oleh manajemen setelah adanya rotasi," katanya.
Saat penyelia pelayanan non
tunai berinisil PS diganti, pejabat pengganti menemukan kejanggalan dalam
transaksi yang selama ini dilakukan. Temuan tersebut kemudian dilaporkan ke
manajemen, dan selanjutnya didalami.
"Pejabat pengganti pada
saat itu menjalankan tugas ditemukan adanya kejanggalan dan dilaporkan oleh
manajemen. Kemudian manajemen secara cepat melakukan perintah kepada divisi
terkait untuk mendalami. Alhasil, memang terdapat adanya kejanggalan dari
transaksi," paparnya.
Kukuh menjelaskan, dari
kasus tersebut tidak ada nasabah yang dirugikan. Karena memang dana yang
diambil PS dan ditransfer ke tiga rekening fiktif miliknya adalah dana Bank NTB
Syariah sendiri, di luar dana nasabah.
"Namun kami pastikan
tidak ada kerugian di pihak nasabah, karena sebenarnya pencatatan ini di bank
yang memang transaksinya disalahgunakan oleh oknum pelaku," imbuhnya.
Bank NTB Syariah menemukan
kejanggalan tersebut pada Januari 2021. Kemudian setelah didalami dan ditemukan
transfer dana mencurigakan, kemudian dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
pada 5 Februari 2021. Bahkan, oknum berinisial PS diduga menyelewengkan dana
sejak 2012 silam.
"Langkah pertama kita
melapor kejadian pada OJK yang mengawasi perbankan karena kita memiliki
komitmen yang tegas dan tidak mentolerir penyalahgunaan kewenangan, sehingga
tidak ada konspirasi maupun niat buruk," jelasnya.
Saat ini Bank NTB Syariah
tengah mengumpulkan bukti-bukti lengkap untuk membawa kasus tersebut ke ranah
Kepolisian. Manajemen berharap jika kasus tersebut masuk ke ranah hukum, maka
akan dapat diselesaikan dan menjadi pelajaran bagi semua pihak.
"Kami saat ini sedang
mengumpulkan bukti-bukti sebelum kami menyampaikan laporan kepada kepolisian.
Mudah-mudahan pihak kepolisian bisa membantu untuk mengungkapkan dengan
jelas," ujarnya.
Sementara oknum berinisial
PS yang sejak menerima SK Rotasi tidak masuk kerja, saat ini tengah mengalami
amnesia atau lupa ingatan. Untuk menyelidiki kebenarannya, maka Bank NTB
Syariah tengah bersiap melaporkan ke Kepolisian.
"Kenapa kami melaporkan
ke OJK dan kepolisian, kami sudah mengirim empat kali undangan pertemuan kepada
yang bersangkutan dan yang bersangkutan menurut keluarga mengalami
amnesia," jelasnya.
"Boleh-boleh saja alasan yang bersangkutan sakit, tapi biarkan Kepolisian yang menyelidiki," tukasnya. (GA. Im*)