Mataram, Garda Asakota.-
Ketua Komisi III DPRD NTB, Sambirang Ahmadi mengapresiasi upaya Gubernur NTB menyikapi persoalan PT Gili Trawangan Indah (GTI). Dimana telah melakukan upaya somasi terhadap PT tersebut.
Begitupun dengan pihak DPRD NTB periode saat ini, yang mana telah secara tegas merekomendasikan kepada eksekutif untuk melakukan pemutusan kontrak dengan PT GTI.
"Yang jelas kasus GTI ini bukan masalah baru. Ini warisan masa lalu. Karenanya saya memberikan apresiasi kepada DPRD periode sekarang yang sudah tegas merekomendasikan untuk putus kontrak," kata Sambirang kepada media ini.
"Saya juga memberikan apresiasi kepada Pak Gubernur yang sudah melakukan upaya somasi kepada PT GTI. Ini sudah kemajuan luar biasa. Hal ini tidak pernah terjadi di periode Gubernur sebelumnya," imbuhnya.
Sekretaris Fraksi PKS NTB itu juga menyikapi soal anggapan-anggapan yang mencuat tertuju kepada Gubernur NTB Dr H Zulkieflimansyah yang dinilai tidak serius menyikapi persoalan GTI, bahkan sampai tidak menghargai rekomendasi DPRD NTB.
"Justru beliau aktif menindaklanjuti dengan cara yang tidak melanggar hukum. Jadi, tidak benar kalau ada anggapan bahwa Gubernur tidak menghargai keputusan DPRD," tegas pria yang akrab disapa Ustadz Sam ini.
Menurut dia, persoalan pemutusan kontrak PT GTI tidak semudah yang dibayangkan. Sebab, diperlukan kajian dan analisa yang matang. Terlebih persoalan ini menyangkut masalah hukum.
"Kan tidak bisa serta merta dieksekusi begitu saja tanpa kajian dan analisa hukum. Itu sebabnya Pak Gubernur meminta kajian tim kejaksaan sebagai pengacara negara supaya kebijakannua tidak malah jadi blunder," ujar Sambirang.
Dia menegaskan bahwa dalam persoalan GTI, sikap DPRD NTB tetap sama yaitu memutus kontrak. "Sikap DPRD sudah jelas, putus kontrak," tegasnya.
Sambirang juga memperkirakan karena memang ada beberapa hal yang menjadi perhatian Pemprov NTB saat ini sehingga tidak langsung memutus kontrak PT GTI.
"Kenapa tidak langsung putus kontrak? Iya tentu Pemda memikirkan konsekwensinya yang justru membuat pemerintah tidak akan bisa mendapatkan manfaatnya secepat yang kita inginkan," tuturnya.
"Karenanya perlu juga kita pertimbangkan opsi adendum yang memungkinkan kita melakukan rekstrukturisasi target PAD berdasarkan kesepakatan baru di sisa waktu HGB-nya 6 tahun kedepan," tambahnya.
Ditegaskannya, bahwa pada intinya sikap DPRD NTB, khususnya Komisi III sendiri tidak ada yang berubah. "Prinsipnya sikap kami tidak ada yang brubah. Komisi III konsennya ke penyelamatan potensi PAD," ungkapnya.
"Asumsinya kalau kontrak dengan GTI diputus, maka ada peluang kita membuat kontrak baru dengan pihak lain yang lebih menguntungkan," lanjutnya lagi.
Terkait hal ini, menurut dia, masalahnya sekarang, setelah Gubernur atas arahan KPK meminta rekomendasi dari tim kejaksaan yang ditunjuk sebagai pengacara negara.
Rekomendasinya ada dua, disebutkannya, yaitu memutus kontrak dan adendum. Sedangkan hasil LHP BPK juga meminta adendum yang ada.
"Intinya kita harus menegakkan hukum dengan cara tidak melawan hukum daripada kita ngotot putus kontrak tapi tetap bermasalah secara hukum, lebih baik kita adendum tapi PAD kita naik," kata Sambirang.
"Memutus kontrak secara sepihak bisa dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Prosesnya jadi semakin panjang, nanti pengadilan yang putuskan. Karenanya harus didahului dengan gugatan wanprestasi," demikian.
Untuk diketahui, penegasan dari Ketua Komisi III DPRD NTB itu secara tidak langsung juga menepis pernyataan beberapa anggota lainnya yang menyikapi persoalan pemutusan kontrak PT GTI.
Sebelumnya, Sekretaris Fraksi Gerindra NTB, Sudirsah Sujanto menilai rekomendasi DPRD NTB soal pemutusan kontrak tidak dihargai oleh Gubernur dalam hal ini Pemprov NTB.
Bahkan, Pemprov NTB dinilai terkesan main-main dalam menyikapi persoalan tersebut. "Rekomendasi DPRD tidak dihargai dan terkesan main-main Pemprov itu," katanya belum lama ini.
Terkait hal ini, pihaknya juga mengklaim telah melakukan komunikasi dengan fraksi lainnya untuk mengajukan hak interpelasi. Dia juga mengakui, bahwa untuk melakukan interpelasi tidaklah semudah itu.
Melainkan, kata dia, butuh tahapan atau proses yang cukup panjang. Meski demikian, interpelasi akan digulirkan bilamana belum ada ketegasan dari pihak Pemprov NTB terkait persoalan GTI ini.
"Dan kami tengah melakukan komunikasi terhadap sejumlah anggota fraksi yang lain. Karena prosesnya panjang. Yang pasti kami akan melakukannya," kata Sudirsah
"Jadi selama itu tidak ada ketegasan dan masih terkatung-katung, interpelasi itu tetap akan jalan," demikian Sekretaris Fraksi Partai Gerindra NTB menambahkan.
Sementara itu, Syirajuddin-Ketua Komisi I DPRD NTB meminta Pemprov untuk tidak gentar dengan persoalan gugatan hukum yang akan timbul nantinya.
Karena menurut dia, perbuatan hukum akan ada konsekwensi hukumnya. "Tentu yang namanya perbuatan hukum akan ada konsekuensi hukum. Tidak usah gentar, siapkan diri dan hadapi saja," ujarnya di Mataram.
Dikatakannya, mengulas kembali soal perubahan kontrak apalagi memperpanjang dinilainya merupakan hal yang sia-sia. "Sebab, pemutusan kontrak sudah final dikeluarkan oleh lembaga dewan," kata politisi PPP ini.
"Semestinya pembahasan perubahan kontrak atau perpanjangan kontrak GTI dibahas sebelum Keputusan Lembaga Dewan itu dikeluarkan. Bukan saat sekarang," sambungnya.
Pihaknya menegaskan sikap Komisi I yang tetap konsisten mempertahankan rekomendasi pemutusan kontrak kerjasama antara Pemprov NTB dengan PT GTI.
Menurut dia, rapat kerja yang terlaksana sebelumnya, juga untuk menemukan titik terang persoalan GTI dengan Pemprov sebagaimana direkomendasikan BPK.
"Rekomendasi BPK itu adalah untuk menyelesaikan masalah GTI ini. Proses penyelesaiannya itulah yang kini menjadi masalah," kata Syirajuddin.
"Tapi kalau kami dari Komisi I tetap berpegang teguh dengan rekomendasi yang kami keluarkan dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komisi III dan melalui Paripurna DPRD untuk memutuskan kontrak dengan pihak PT GTI," ungkap pria yang pernah menjadi Pimpinan DPRD Dompu ini.
Lebih jauh dikatakannya, rekomendasi pemutusan kontrak yang dikeluarkan oleh lembaga dewan itu, sudah bersifat final berdasarkan pada berbagai kajian dan analisa yang komprehensif.
"Rekomendasi itu didasari dengan satu pertimbangan utama bahwa PT GTI ini sudah melakukan tindakan wanprestasi atau tidak melaksanakan hak dan kewajibannya terhadap pemerintah daerah," demikian Syirajuddin. (GA. RC*)