Kepala Lapas Perempuan Kelas III Mataram, Dewi Andriani, SH., MH, |
Mataram, Garda Asakota.-
Ternyata warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas III Mataram dihuni 80 persen kasus narkoba. Demikian hal itu diungkapkan Kepala Lapas Perempuan Kelas III Mataram, Dewi Andriani, SH., MH, kepada media ini, Kamis (7/10).
Sedangkan 20 persen lainnya, mereka yang tersandung dengan kasus penipuan dan pembunuhan serta lainnya. Menurut dia, saat ini jumlah warga binaan di Lapas Perempuan Mataram berjumlah 136 orang. Kemudian 4 orang lainnya masih berada di Polres.
"Sehingga totalnya 140 orang. Untuk empat (4) orang yang masih ada di Polres ini, mereka tanggungjawab kita," kata Kalapas. Diungkapkan perempuan ramah dan santun ini, dari jumlah 140 warga binaannya, condong berusia cukup muda.
Terutama yang tersandung masalah kasus Narkoba. Bahkan, sambungnya, adapula yang berusia 57 tahun. "Rata-rata usia mereka 20 sampai dengan 40 tahun," ujarnya Dewi Andriani didampingi Kasubsi Admisi dan Orientasi, Lalu Syamsul.
Kalapas menjelaskan, daya tampung di Lapas Perempuan Mataram berkapasitas 370 orang. Artinya, kapasitas terbilang longgar. Sebagai upaya antisipasi dan pengecekan terhadap para napi, pihaknya juga bekerjasama dengan BNNP NTB.
"Kalau sekarang terbilang longgar, karena hanya ada 140 orang saja. Kita juga minta BNN melakukan tes urine tiap satu bulan sekali," ungkapnya.
PROGRAM ROHANI DAN KEMANDIRIAN
Sebagai upaya dalam melakukan pelatihan terhadap warga binaan, pihak Lapas Perempuan Mataram juga memiliki dua program. Pertama adalah program kemandirian. Kedua yaitu program kerohanian. Untuk kerohanian, kata Dewi, pihaknya bekerjasama dengan Yayasan Aisiyah.
Dimana para warga binaan diajak belajar mengaji, sholat, yasinan hingga dzikir bahkan melakukan pengajian rutin. "Disinilah kesempatan mereka beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan hasilnya cukup baik," kata Kalapas.
Sementara untuk program kemandirian, Dewi menjelaskan lebih pada pelatihan peningkatan/mengasah skill untuk berkreatifitas. Ada beberapa hal yang menjadi fokus pada program ini, disebutkannya, seperti pelatihan tata boga, tenun dan kerajinan mengolah kerang.
Kemudian ada pula pelatihan menjahit, menyulam atau merajut. Hasilnya cukup bagus, terutama dalam pembuatan masker. Hanya saja, beberapa pelatihan tidak terlaksana maksimal. Ini diakibat faktor situasi dan kondisi pandemi COVID19.
Sehingga dilakukan pembatasan kegiatan. "Semenjak COVID19 memang ada beberapa kegiatan yang tidak maksimal karena kita batasi," kata Dewi. Lebih jauh disampaikan Kalapas, dengan adanya pembinaan terhadap mereka, diharapkan kedepannya para napi bisa lebih mandiri dan lebih baik.
"Kita harap, nanti setelah mereka keluar (bebas) dan berkumpul bersama keluarga bisa lebih baik dan mandiri," tuturnya. "Mereka bisa menerapkan ilmu yang didapatnya selama disini (Lapas) dan kita harap juga mereka tidak mengulangi kesalahan dulu serta bisa berubah menjadi orang yang jauh lebih baik kedepannya," demikian Dewi Andriani menambahkan. (**)