Mataram, Garda Asakota.-
Puluhan aktivis LIDIK NTB mendatangi Kantor DPRD NTB pada Senin 04 Oktober 2021. Mereka mengadukan soal belum dibayarnya pekerjaan sumur bor yang bersumber dari program Palang Merah Indonesia (PMI) Provinsi NTB yang tersebar di sepuluh (10) titik di dua (2) Kabupaten yakni di Kabupaten Lombok Barat (Lobar) dan di Kabupaten Lombok Tengah (Loteng).
"Sudah dua (2) tahun pekerjaan sumur bor tersebut belum dibayarkan. Jumlah keseluruhan pekerjaan sumur bor yang belum dibayarkan itu seinilai Rp1,7 Milyar," ujar Ketua Umum LIDIK NTB, Sahabudin, kepada wartawan usai diterima oleh Anggota Komisi IV DPRD NTB, Sudirsah Sujanto, H Saat Abdullah, yang juga didampingi oleh Sekretaris DPRD NTB, Mahdi SH MH., di ruang rapat pleno DPRD NTB.
Pihaknya mengaku heran dengan sikap PMI NTB yang belum juga melakukan pembayaran terhadap pekerjaan sumur bor tersebut sementara Surat Perintah Kerja (SPK) juga dikeluarkan oleh pihak PMI NTB.
"Malahan kami dibertahukan oleh mereka bahwa PMI Pusat tidak mengakui kalau program sumur bor itu adalah program yang diberikan oleh PMI Pusat. Akan tetapi disisi yang lain juga PMI Pusat memerintahkan PMI NTB agar segera menyelesaikan persoalan pekerjaan sumur bor ini sebagaimana mestinya. Dan anehnya lagi Ketua PMI NTB, H Ridwan Hidayat, justru mau membayar pekerjaan itu kepada masyarakat, padahal mereka berkontrak dengan rekanan yakni CV Jaya Steel," terang Sahabudin.
Sepuluh titik pekerjaan sumur bor itu menurutnya tersebar di sejumlah wilayah di Kabupaten Lombok Tengah seperti di Jeneprie, batu jai, praya timur sementara di Lobar ada di wilayah Lembar dan Narmada.
"Semuanya sudah terpasang dan sudah dimanfaatkan oleh masyarakat. Tinggal pembayarannya yang belum dilakukan," keluhnya.
Pihaknya meminta kepada Ketua PMI NTB, H Ridwan Hidayat, agar segera membuat surat pernyataan kesiapan pembayaran. Yang kedua, LIDIK akan mendatangkan masyarakat dari sepuluh titik pemasangan ini untuk mendatangi kantor DPRD NTB.
"Dan yang ketiga kami akan menyegel kantor PMI NTB jika permintaan kami ini tidak diindahkan. Dan kami beri deadline seminggu dari sekarang," tegasnya.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPRD NTB, Sudirsah Sujanto, mengaku sangat berterimakasih terhadap masyarakat, khususnya LIDIK NTB, yang telah menyampaikan informasi soal itu kepada Lembaga Dewan.
"Kami sebenarnya tidak tahu sama sekali soal itu jika tidak diberitahukan oleh masyarakat ini. Baru hari ini kami tahu bahwa ada program bantuan sumur bor paska gempa 2018 lalu yang menjadi programnya PMI," kata Sudirsah.
Akan tetapi program sumur bor yang tersebar di sepuluh titik tersebut, menurut Sudirsah, berdasarkan apa yang disampaikan oleh aktivis LIDIK ini, sampai saat sekarang ini belum terbayarkan.
"Program tersebut dikerjakan oleh CV Jaya Steel dengan Nomor Kontrak tertanggal 17 September 2019 langsung ditandatangani oleh Ketua PMI NTB dengan diberikan RAB pekerjaannya dengan anggaran sebesar Rp175 juta per titik atau totalnya Rp1,7 M. Hanya saja problemnya sampai saat sekarang ini belum terbayarkan," jelas pria yang dikenal vokal ini.
Pihaknya mengatakan berdasarkan informasi yang didapatnya, Ketua PMI NTB sempat melakukan upaya untuk mempertanyakan program tersebut ke PMI Pusat.
"Dan langsung diterima oleh Sekjen PMI Pusat, Sudirman Said. Hanya saja, PMI Pusat mengakui bahwa pekerjaan sumur bor itu bukanlah program PMI Pusat. Dan PMI Pusat justru menyerahkan kepada PMI NTB untuk menyelesaikan masalah ini," imbuhnya.
Menyikapi aspirasi masyarakat ini, Sudirsah bersama H Saad Abdullah meminta kepada Sekretaris DPRD NTB untuk segera berkoordinasi dengan Pimpinan DPRD NTB untuk mengagendakan pertemuan dengan Ketua PMI NTB menyangkut persoalan ini.
"Tadi kami minta agar pak Sekwan dapat segera berkomunikasi dengan Pimpinan Dewan agar dapat segera membuat jadwal pertemuan dengan PMI NTB," pungkasnya. (GA. Im*)