-->

Notification

×

Iklan

Angka Perkawinan Anak Tinggi, Anggota DPRD NTB Sosialisasikan Perda Pencegahan Perkawinan Anak

Wednesday, November 24, 2021 | Wednesday, November 24, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2021-11-24T02:45:54Z

 

Anggota DPRD NTB dari Dapil Bima-Dompu tengah melakukan Sosialisasi Perda Pencegahan Perkawinan Anak dihadapan masyarakat, Rabu 23 November 2021.




Mataram, Garda Asakota.-



Angka Perkawinan Anak di Provinsi NTB dari tahun ke tahun mengalami peningkatanan yang cukup signifikan. Tahun 2019, angka pernikahan anak di NTB yang berkisar pada sekitar 200 kasus saja. Namun memasuki tahun 2020, angka pernikahan anak di NTB naik signifikan menjadi sekitar 800 kasus.


Tingginya angka perkawinan anak ini melatarbelakangi Lembaga DPRD Provinsi NTB dan Pemerintah Provinsi NTB untuk menerbitkan sebuah Peraturan Daerah (Perda) tentang Pencegahan Perkawinan Anak ini yakni Perda Nomor 05 Tahun 2021.


Lahirnya Perda ini kemudian disosialisasikan oleh Anggota DPRD Provinsi NTB kepada masyarakat konstituennya sejak 19 November hingga 24 November 2021. Tujuannya adalah agar semua masyarakat dapat memahami akan pentingnya Perda Pencegahan Perkawinan Anak ini dan dapat menekan atau meminimalisir naiknya angka perkawinan anak di NTB.


"Saya sendiri melakukan sosialisasi Perda Pencegahan Perkawinan Anak ini di Lima (5) titik di Kabupaten Dompu. Salah satunya di Ponpes Tahfidz Al-Mubarok, Kelurahan Pajo Kabupaten Dompu," ujar Anggota DPRD Provinsi NTB utusan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daerah Pemilihan Kota Bima, Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu, kepada wartawan Selasa 23 November 2021.


Pria yang juga merupakan Ketua Pansus Perda Pencegahan Perkawinan Anak ini mengungkapkan latarbelakang lahirnya Perda ini dikarenakan tingginya angka perkawinan anak di NTB. 


"Tahun 2019 itu, rata-rata angka perkawinan anak itu adalah sekitar 200 kasus. Tahun 2020, naik menjadi 800 kasus. Alasan lainnya, adalah menjaga kesehatan reproduksi, jadi menurut hasil riset dan temuan ilmiah, berdasarkan UU Nomor 01 tahun 1974 tentang Perkawinan, usia perkawinan itu batas minimalnya adalah 19 tahun. Karena pada usia itu dianggap kesehatan reproduksinya sudah matang untuk menikah," terang pria yang akrab disapa Guru To'i ini.


Alasan kedua, lanjutnya, adalah alasan ekonomi. Pencegahan Perkawinan Anak ini perlu dilakukan agar tidak sampai menimbulkan pengangguran baru dikalangan masyarakat kita. Apalagi biasanya anak-anak yang menikah diusia baru itu rawan secara ekonomi. 

"Jangan sampai memunculkan pengangguran baru. Masalah-masalah sepele rumah tangga kemudian berdampak pada ekonomi mereka. Dan ketiga adalah alasan pendidikan, usia-usia seperti itu, lagi berpotensi untuk bersekolah. Ketika mereka berhadapan dengan perkawinan secepat itu maka mereka terhambat di sekolahnya nanti. Ada yang malu dan tidak berani lagi sekolah karena sudah menikah," papar mantan Ketua GP Anshor Provinsi NTB ini.


Perda ini diharapkan dapat menjaga kesinambungan kualitas generasi bangsa masa mendatang. Bahwa putra-putra NTB itu harus sehat secara kualitas dari sejak mereka dilahirkan. 


"Ibu dan anak harus sehat. Maka perkawinan anak itu harus kita hindari dengan munculnya Perda ini. Perda ini ingin membantu masyarakat NTB menghasilkan generasi NTB yang bagus dan berkualitas," cetusnya.


Pihaknya menjelaskan, Perda Pencegahan ini tidak mencantumkan adanya sanksi didalamnya. Kenapa? karena menurutnya berdasarkan hasil konsultasi dengan Kemendagri, pencantuman sanksi itu berbenturan dengan nama Perdanya. 


"Kalau istilah Pencegahan itu tidak boleh ada sanksi. Sehingga Perda ini lebih menguatkan pada aspek pendekatan persuasif dengan kolaborasi antar berbagai dinas yang ada seperti Dikbud, Dikes, Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Ada empat Dinas Teknis yang akan bekerja maksimal untuk pencegahan perkawinan anak ini. Dan itu diatur dalam Perda itu. Ada juga pemberian reward atau penghargaan bagi yang bisa menghalangi atau mengeliminir proses pernikahan anak itu," kata pria yang akrab juga disapa Yongki ini.


Sukses dan tidaknya pelaksanaan Perda ini, menurutnya, juga sangat bergantung pada kinerja Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Perkawinan Anak yang akan dibentuk nantinya. 


"Tugas Satgas itu nantinya akan mengajak semua komponen masyarakat untuk terlibat dalam proses pencegahan secara persuasif. Satgas ini bisa dibentuk sampai ke level bawah atau ke level Desa. Itu perintah Perdanya. Selain bertugas mengawasi, mereka juga berkewajiban melakukan pembinaan serta pemahaman kepada masyarakat terkait dampak perkawinan anak. Satgas ini terdiri dari unsur Pemerintah dan Masyarakat. Untuk teknis pembentukan Satgas ini nanti akan diatur didalam Pergub," tutupnya. (GA. Im/Ese*)

×
Berita Terbaru Update